Juno meraih ponsel dan membuka satu pesan yang baru saja masuk.
Terimakasih Juno! Aku harap kau segera kesini dan membantuku! Tenang saja aku sudah menyiapkan tempat khusus agar kau bisa melihatku karyaku ;p -Tory
Juno tersenyum membaca pesan itu. Seharian ini ia tidak bisa tidak merasa bersalah, apalagi karena pesawat yang akan dinaikinya menunda keberangkatan selama beberapa jam. Kemungkinan ia akan telat menghadiri acara pameran, namun setidaknya ia tetap ingin hadir untuk Tory. Ia tau cewek itu sudah bersusah payah menyiapkan semuanya. Saat ini Juno dan Prim memang sedang menunggu di bandara karena mereka akan langsung terbang kembali ke London untuk menghadir acara Athena Exhibit.
“Apakah itu Tory?” tanya Prim dan Juno mengangguk selagi membalas pesan dari Tory. “Apa kau sering bertukar pesan dengannya?”
Juno menoleh dan menatap Prim dengan heran. “Tidak juga, kebanyakan hanya untuk mengatur waktu pertemuan tutor, kau kan tau aku lebih suka langsung menelepon daripada bertukar pesan.” jelas Juno.
Prim hanya menatap Juno curiga. “Bohong, saat kutelepon saja kau jarang mengangkat.” cibir Prim sambil meminum kopinya.
Juno sedikit tersinggung mendengar hal itu. “Itu tidak benar, aku selalu mengangkat teleponmu kalau aku tidak sibuk Prim.”
Prim hanya menutup mata nya dan menggeleng, tanda tidak mau mendengar penjelasan lain dari Juno.
“Tidak, saat tidak sibuk pun kau jarang mengangkatnya.
Melihat Prim yang bertingkah menyebalkan, Juno sudah siap protes tepat saat ponsel Prim berdering. Prim langsung mengangkatnya.
“Halo? Iya aku sedang di bandara sekarang ma…, Apa?! Kakek?! Ah iya Prim kesana sekarang.” Prim memasukan ponselnya dengan gelisah.
“Ada apa?” tanya Juno langsung.
“Sakit jantung kakek kambuh.” Prim bangkit berdiri.
Juno langsung menahan pergelangan tangan Prim. “Ke Madrid? Sekarang?”
Prim mengangguk tanpa ragu sedikit pun. “Kau pulang saja ke London lebih dulu, aku harus ke Madrid sekarang-”
“Kalau begitu aku ikut denganmu-”
“Nggak usah Juno, bukankah kau harus membantu Tory-”
“Dan membiarkanmu terbang sendirian ke Madrid malam-malam begini?! Sudah ayo kita beli tiket.”
Awalnya Prim tidak setuju namun ia tidak protes lagi saat Juno sudah menarik tangannya untuk keluar dari ruang tunggu bandara. Saat ini Prim hanya bisa memikirkan keadaan kakeknya.
***
“Sebenarnya yang ingin saya jelaskan dalam lukisan ini adalah makna bahwa setiap warna memiliki arti yang kuat.” jelas Tory pada beberapa pengunjung sekaligus pengamat.
Kali ini waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Acara Athena Exhibit menjadi semakin ramai. Banyak orang yang melihat hasil karya Tory, dan Tory dengan senang hati menjelaskan tentang karyanya pada banyak orang. Tak jauh dari situ, karya lukisan Megan juga menarik banyak perhatian.
Jujur saja Tory sedikit lelah namun sangat bersemangat. Ini adalah acara pameran pertamanya dan ia menerima banyak pujian dan juga masukan-masukan dari seniman-seniman ternama. Tory sadar kalau acara yang diadakan oleh Franco University ini jelas tidak main-main. Sebentar lagi pengumuman karya yang terbaik akan segera diumumkan.
Namun sampai saat ini pun Tory belum melihat keberadaan Juno. Apa mungkin cowok itu tidak sempat datang? Tory juga tidak mau terus menanyakannya karena ia takut kalau ia justru mengganggu Juno. Walaupun dalam hati Tory masih berharap kalau Juno akan datang.
“Wow, lukisanmu benar-benar mengagumkan.”
Tory menoleh dan mendapati seorang cowok dengan mantel hitam berdiri di sambil mengagumi lukisannya.
“Terimakasih banyak.” ucap Tory dan cowok itu menoleh ke arahnya.
“Tunggu dulu, aku mengenalimu.”
Tory mengerutkan keningnya. Ia sama-sama berusaha mengingat cowok yang berdiri di hadapannya itu. Wajahnya ckup familiar, namun Tory masih belum menyadarinya.
“Ah aku ingat, kau cewek yang sempat mabuk heboh di pesta semalam.”
Mendengar itu wajah Tory langsung memerah, dan pada detik itupun juga ia baru sadar kalau cowok yang berdiri di hadapannya itu adalah Gale.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyinggungmu.” ucap Gale langsung dan Tory buru-buru menggeleng. Tentu saja ia masih malu dengan fakta kalau ia sempat mabuk parah semalam di pesta Gale, ia juga tidak menyangka kalau Gale akan mengenalinya.
“Apa kau sedang menunggu seseorang?”
“Ah nggak kok.” jawab Tory cepat. Sebenarnya Tory berusaha mencari Emma dan Theo yang tadi sempat pergi untuk mengambil minuman dan belum kembali. Tory sama sekali tidak bisa kalau harus mengobrol dengan orang baru apalagi Gale, kakak tingkat mereka yang sangat populer.
Kemudian Gale mengangkat jari telunjuknya seperti baru saja menyadari sesuatu. “Tunggu dulu, kau anak didik Juno kan? Nama mu…, Victoria?”
Tory mengangguk mengiyakan. “Panggil saja aku Tory.”
Gale tersenyum lalu mengulurkan tangannya. “Aku Gale, salam kenal.”
Tory tersenyum sambil menjabat tangan cowok itu. “Tentu saja aku tau siapa namamu.” ucap Tory yang sedetik kemudian baru menyadari betapa bodoh kata-katanya.
“Oh, apakah aku seterkenal itu? Itu membuatku malu.” canda Gale membuat Tory merasa semakin canggung. “Tenang saja, teman Juno adalah temanku juga.” ujar Gale lagi berusaha mencairkan suasana. “Tapi sayang sekali Juno tidak datang untuk melihat karyamu ini-”
“Eh, dia bilang akan datang malam ini.” potong Tory membuat Gale sedikit terkejut.
Dan untuk kedua kalinya Tory menyesali kata-kata bodohnya.
“Oh ya? Bukankah dia sedang berada di Venice?” kata-kata Gale ganti membuat Tory terkejut. Venice?
Gale pun mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya pada Tory. Ternyata itu adalah postingan instagram story Prim beberapa jam yang lalu. Terdapat video Prim dimana cewek itu sedang menyuruh Juno tersenyum ke arah kamera bersama dengan orang-orang yang mengenakan kostum dan topeng. Tory masih tidak percaya kalau Juno ternyata sedang berada di Venice. Entah mengapa ada perasaan kecewa dalam hati Tory.
“Tapi mungkin saja kau benar, Juno bisa bepergian jauh setiap harinya, mungkin saja ia sudah terbang kembali ke London malam ini.” ujar Gale.
Tory hanya mengangguk-angguk paham.
“Tapi sungguh, dari semua karya yang ditampilkan malam ini, aku paling suka milik mu.”
Tory mau tidak mau tersenyum. “Semua ini berkat Juno, kalau ia tidak menjadi tutorku, mungkin aku tidak bisa menyelesaikannya dengan baik.” jelas Tory sebelum Gale mengajak Tory untuk mengambil minuman.
“Benarkah? Tapi gaya melukismu jauh berbeda dengan Juno, orang itu selalu menggambar sesuatu yang menyedihkan, sedangkan milikimu penuh dengan warna yang cantik.” jelas Gale sambil menyerahkan minuman pada Tory yang langsung diteguknya.
“Sama sepertimu.” sambung Gale langsung membuat Tory hampir saja tersedak. “Kau baik-baik saja?” tanya Gale dan Tory buru-buru mengangguk.
“Itu tidak benar, Juno benar-benar membantuku, dan masalah warna, Juno yang membantuku memilih warna untuk lukisan ini.” jelas Tory membuat Gale terkekeh geli.
“Sekarang aku tau kenapa Juno mau menjadi tutormu.” kata-kata Gale membuat Tory penasaran. “Kau punya niat yang kuat, karena itu Juno mau membantu mu.” sambung Gale. “Ini adalah pujian, aku benar-benar mendukungmu.” sambung Gale lagi karena takut menyinggung Tory.
“Tentu, terimakasih sekali lagi.” ucap Tory walaupun pikirannya sejak tadi masih melayang pada Juno yang ternyata berada 950 mil jauhnya.
“Perhatian semuanya, sebentar lagi kita akan mengumumkan pemenang untuk penghargaan karya terbaik tahun ini.” Ujar Ms.Lydia dari atas panggung membuat semua orang langsung bertepuk tangan.
Sekarang perut Tory rasanya seperti diaduk-aduk. Dimana Emma dan Theo? Kenapa kedua temannya itu selalu menghilang disaat Tory sangat membutuhkan mereka.
“Mau kutemani ke depan?” tanya Gale membuat Tory menjadi tidak enak. “Tidak apa-apa, aku senang menemani pemenang menerima penghargaannya.” ujar Gale.
Tory tertawa geli. “Aku tidak mungkin menang, banyak karya yang lebih bagus dari milikku.” ujar Tory yang sekarang merasakan perutnya mual dan pusing.
“Kalau begitu mau taruhan?” Gale mengulurkan tangannya.
Tory berpikir sejenak. Ia tidak terlalu mengenal Gale, namun sepertinya cowok itu cukup baik, dan ia juga sahabat Juno. Tory pun akhirnya meraih tangan Gale. keduanya berjalan ke depan panggung. Jantung Tory berdegup kencang, ia tidak mau berharap terlalu banyak.
“Jadi saya dan para juri termasuk para seniman ternama di London sudah melihat seluruh karya mahasiswa baru pada malam ini. Dan akan ada dua kandidat yang salah satunya akan menjadi kandidat kuat penerima Penghargaan Athena Exhibit tahun ini.” Ms.Lydia tersenyum ke arah semua orang sebelum membacakan dua nama itu.
“Yang pertama Ms. Megan Fitzgerald!” Semua orang bertepuk tangan dan Tory tidak terkejut kalau Megan akan terpilih. Megan tersenyum lebar sambil naik ke atas panggung.
“Dan…, Ms. Victoria Rawles!” Tory tidak menyangka kalau namanya akan di panggil. Semua orang bertepuk tangan termasuk Gale yang berdiri di sampingnya. Kedua kaki Tory mendadak membeku, bahkan Gale sampai harus menyadarkan Tory, membuat cewek itu tersenyum malu dan langsung naik ke atas panggung. Tory tidak bisa bohong kalau ia jelas-jelas sangat senang. Ia bisa melihat Emma dan Theo yang bersorak paling keras membuat Tory sedikit malu. Diatas panggung, Megan tidak menatap Tory sedikit pun. Tory juga tidak repot-repot melakukan hal yang sama.
“Ms. Megan dan Ms. Victoria, keduanya terpilih menjadi kandidat kuat penerima penghargaan Athena Exhibit tahun ini, namun sayangnya hanya akan ada satu yang akan menerima penghargaan dan juga karyanya akan di pamerkan di acara London Art Exhibition tahun ini!” baik Tory maupun Megan sama-sama tersentak mendengarnya.
London Art Exhibition?!
Itu artinya karya mereka akan dipamerkan secara luas dan akan dilihat oleh banyak orang. Ini benar-benar kesempatan yang selalu di mimpikan oleh Tory.
“Waktu dan tempat saya persilahkan pada Mr.Edward, juri utama sekaligus dewan penyelenggara London Art Exhibition tahun ini.” ucap Ms.Lydia sambil turun dari panggung.
Mr.Edward naik ke atas panggung membawa sebuah piala emas yang sangat besar dan berkilauan.
“Ms. Megan dan Ms. Victoria, saya tidak bisa meragukan kemampuan kalian lagi, sebagai mahasiswa baru di Franco University, kalian sudah membuktikan potensi yang sangat kuat dan juga bakat yang hebat. Saya yakin Franco University sangat bangga memiliki kalian disini, namun sayang sekali saya hanya memilih satu diantara kalian untu bergabung dalam London Art Exhibition.” ujar Mr.Edward membuat jantung Tory berdegup semakin kencang.
“Pemenang Penghargaan Athena Exhibit tahun ini adalah…., Selamat untuk Ms. Megan Fitzgerald!” Semua orang bersorak dan bertepuk tangan sangat meriah saat Megan menerima penghargaan. Tory juga ikut bertepuk tangan. Sebenarnya ia juga ragu kalau ia yang akan menang, namun ia hanya berusaha untuk menerimanya. Tory bisa melihat Emma dan Theo yang mengacungkan jempolnya pada Tory, menandakan kalau Tory sudah melakukan yang terbaik walaupun ia tidak menang. Tory pun berjalan turun dari panggung. Entah mengapa walaupun tidak menang ia tetap puas dengan hasil karyanya.
“Sepertinya taruhanmu kali ini salah.” ucap Tory pada Gale.
Cowok itu hanya tersenyum dan menggeleng. “Tidak, bagiku karya mu lebih bagus dari Megan.”
Tory hanya tersenyum dan mengangguk.
“Tory!” Emma dan Theo muncul dan menghampiri Tory. Keduanya terkejut saat menyadari ada Gale yang berdiri di dekat situ. Theo bahkan tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka mulutnya karena terkejut.
Gale yang sedikit bingung hanya melambaikan tangannya untuk menyapa Theo dan Emma.
“Ini Emma dan Gale, mereka teman-temanku.” ujar Tory langsung.
“Hai aku Gale, kalian benar-benar beruntung punya teman yang sangat berbakat seperti Tory.” ucap Gale membuat Tory melotot ke arahnya karena malu. Bagaimana tidak? Sejak tadi Gale terus-terusan memujinya.
“Itu benar! Tory memang sangat berbakat, seharusnya kau yang menang Ry, bukan Megan.” ucap Emma membuat Theo mengangguk setuju.
“Tidak…, aku-”
“Ms. Victoria Rawles?” Tory menoleh dan mendapati Mr. Edward berdiri di belakangnya.
“Mr. Edward?” Mr. Edward tersenyum sedangkan Tory tidak menyangka kalau Mr.Edward akan menyapanya.
“Maaf kan aku kau tidak menang malam ini, tapi ada beberapa hal yang ingin kusampaikan.” ujar Mr. Edward membuat Tory langsung mengangguk. Walaupun dalam hati ia takut mendengar kritikan dari seniman terkenal seperti Mr.Edward. “Sejak awal aku sangat menyukai karyamu, aku berencana untuk membelinya, apakah kau berkenan?”
Tory hampir tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Bahkan Gale, Emma, dan Theo juga syok mendengarnya.
Mr. Edward ingin membeli lukisan ku?! Ini jelas hanya mimpi!
“Selain melukis aku juga suka mengoleksi beberapa karya seniman lain yang membuatku tertarik, salah satunya adalah milikmu, jadi kalau kau berkenan aku sangat menantikannya.” Mr.Edward menyerahkan sebuah kartu nama yang langsung diterima oleh Tory.Ttangan Tory bahkan bergetar saat menerima nya, ia masih tidak percaya.
“Eh…, tapi ini sungguhan?” tanya Tory ragu membuat Mr. Edward tertawa geli.
“Tentu saja, hubungi aku sebelum lusa apapun jawabanmu.” Setelah berkata demikian Mr. Edward berlalu.
Tory masih diam membeku sambil membaca kartu nama dengan nomor telepon Mr. Edward. Sampai saat ini ia tidak menyangka kalau ada orang yang mau membeli lukisannya.
“Astaga! Kau hebat sekali Tory! Mr. Edward mau membeli lukisan mu!” teriak Emma girang sambil memeluk Tory erat.
“Kau akan jadi kaya raya! Gila! Aku benar-benar tidak percaya!” tambah Theo.
“Jadi kau akan menjualnya?” tanya Emma.
Tory masih berpikir sejenak, jujur saja ia masih tidak percaya.
***
“Terimakasih!” Ujar Tory pada supir bus yang biasa menurunkannya di depan halte Franco University. Tory turun dari bus dan memastikan kalau dua kopi yang ada di tangannya masih aman. Tory pun segera berjalan memasuki kampus. Saat ini waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi. Sebenarnya Tory punya kelas di jam 8 pagi, namun ia sengaja datang lebih awal untuk menemui Juno.
Sudah dua hari berlalu sejak acara Athena Exhibit dan Juno belum sekalipun pulang ke apartemen ataupun menjawab pesan Tory. Ia sendiri tidak begitu yakin apakah hari ini Juno ada di kampus atau tidak.
Namun hari ini Tory memang sudah berniat untuk menemui Juno untuk mengucapkan terimakasih karena sudah membantunya dalam Athena Exhibit sekaligus membawanya pulang dari pesta akibat mabuk beberapa hari lalu.
Tory sengaja membawakan kopi dengan susu kesukaan Juno dan ia juga berniat mentraktirnya sarapan atau makan siang. Tory menyusuri koridor gedung fotografi. Ia tau kalau hari ini Juo ada kelas dan ia juga berharap bisa menemukan cowok itu disana.
Sebenarnya Tory belum pernah ke area kampus ini, hanya dengan melihat denah yang ada di lobby, Tory berharap ia tidak tersesat di gedung yang super besar ini. Pintu lift terbuka dan kelas Juno ada di lantai 4. Ternyata walaupun masih cukup pagi, sudah banyak mahasiswa fotografi yang berlalu lalang di koridor. Mereka membawa kamera dan juga saling mengobrol satu sama lain.
Tak lama kemudian, Tory sampai di depan kelas Juno. untung saja pintu kelas terbuka lebar dan Tory langsunh melihat ke dalam. Ternyata kelas itu sudah ramai dengan mahasiswa. Tory mulai melihat sekeliling namun ia tidak menemukan Juno. apa cowok itu benar-benar belum kembali dari Venice?
Sedikit kecewa, Tory hendak berbalik untuk pergi.
“Hei! Victoria!”
Gale melambaikan tangan ke arah Tory. Cowok itu sepertinya baru datang dan hendak masuk ke kelas.
“Eh, hai Gale.” sapa Tory.
Benar juga, Gale juga mahasiswa jurusan fotografi, tak heran menemukannya disini. Gale mengenakan mantel biru, rambut pirangnya sedikit acak-acakan.
“Apa yang kau lakukan disini? Apa kau juga ambil jurusan fotografi?” tanya Gale heran.
Tory buru-buru menggeleng. “Eh, tidak…, aku cuma mencari Juno, aku kira dia sudah masuk hari ini.” jawab Tory.
Gale melipat tangan di dada dan terlihat sedikit terkejut. “Apa dia belum mengabari sejak hari itu?”
Tory menggeleng pelan.
Kemudian Gale mengisyaratkan Tory untuk mengikutinya. Mereka pun berjalan ke luar ruang kelas. Gale mengajak Tory duduk di salah satu bangku yang ada di balkon gedung fotografi. Tempat ini dipenuhi mahasiswa yang sedang mengobrol satu sama lain atau sekedar minum kopi mereka.
“Setahuku Juno memang belum kembali sampai hari ini.” ucap Gale setelah ia duduk berhadapan dengan Tory.
Tory mengerutkan keningnya dengan bingung. “Dia masih di Venice?”
Gale menggeleng. “Tidak, sekarang ia sedang berada di Madrid bersama Prim.” jelas Gale.
Tory hanya mengangguk paham, walaupun dalam hati ia masih bertanya-tanya kenapa Juno berbohong saat ia bilang akan kembali malam itu, karena nyatanya cowok itu justru terbang ke negara lain. Namun Tory berusaha tidak memikirkannya, karena ia juga tidak mau ikut campur dalam urusan Juno, mungkin ia memiliki alasan lain atau urusan yang lebih penting.
“Kau baik-baik saja? Aku tidak tau kalau Juno tidak memberitahumu, dia memang-”
“Tidak apa-apa, aku juga tau Juno sangat sibuk, aku kesini hanya untuk berterimakasih.” Tory tersenyum ke arah Gale berusaha menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.
“Jadi…, itu untuk Juno?” tanya Gale menunjuk dua cup kopi yang sejak tadi dibawa oleh Tory.
“Ah iya…, tapi sepertinya ini hanya terbuang sia-sia…, eh kau mau?” tanya Tory yang sedetik kemudian menyesali perkataannya. Memangnya Gale mau menerima kopi murahan yang di belinya. Namun di luar dugaan Gale mau menerimanya.
“Benarkah? Terimakasih! Aku belum minum kopi pagi ini!” ujar Gale sambil menyeduh kopinya.
“Kalau begitu sebaiknya aku pergi, maaf mengganggu.” Tory bangkit berdiri hendak beranjak dari situ, namun Gale menghentikannya.
“Kau sudah jauh-jauh kemari, dan Juno yang rugi karena tidak ada disini. Aku akan menemanimu, setidaknya kau juga harus minum kopimu sebelum dingin. Hmm…, itu kalau kau mau?” tanya Gale.
Tory berpikir sejenak. Sebenarnya ia cukup senang bisa mengenal Gale, sepertinya ia cukup baik dan ramah. Tory pun kembali duduk dan mulai menyeduh kopinya juga.
“Jadi aku penasaran, bagaimana kau mengenal Juno? Maksudku, dia itu super dingin dan kadang sedikit menyebalkan.” Gale memulai pembicaraan.
“Awalnya aku kira ia juga sang dingin, tapi ternyata ia lebih parah dari itu, Juno super galak dan tegas terkadang lebih menyebalkan dari biasanya, apalagi kalau sedang mengkritik, kata-katanya pedas banget.” gerutu Tory yang langsung sadar kalau saat ini ia sedang bicara di depan Gale bukan di depan Emma ataupun Theo.
Gale terlihat menahan senyumnya.
“Eh, maksudku terkadang dia juga bisa jadi baik.” sambung Tory langsung sedangkan Gale hanya tertawa geli.
“Tidak masalah, aku juga menganggapnya seperti itu, ia memang orang yang tidak bisa ditebak.” ucap Gale berusaha menghibur Tory.
Tory pun menceritakan awal ia bertemu dengan Juno. Saat Tory tidak sengaja menumpahkan kopi di hari pertama orientasi, saat Juno mengomelinya karena ia terus mengobrol dengan Emma dalan grup orientasi, dan bagaimana mereka ternyata bertetangga secara tidak sengaja.
“Tunggu dulu, kau tetangga Juno?” Gale menghentikan cerita Tory dan ia terlihat cukup terkejut.
Tory mengangguk mengiyakan.
“Saat itu aku baru pindah dan ia sudah menempati apartemen itu sejak lama, hanya saja jarang ia tinggali.” sambung Tory.
Gale hanya mengangguk-angguk paham. “Juno tidak pernah menceritakan hal ini padaku, aku kira selama ini ia tinggal di apartemen yang lain.”
“Juno punya apartemen lain?” tanya Tory langsung.
“Dia punya banyak, hampir di setiap kota dan negara di Eropa.” jelas Gale santai.
Mendengar itu Tory tersedak karena kaget.
Bahkan Gale sampai menepuk nepuk punggung Tory beberapa kali. Ternyata Juno benar-benar se-kaya itu.
“Aku tidak tau akan hal itu, aku kira ia hanya punya satu apartemen di tempat yang sama denganku.” jelas Tory.
“Dia memang sedikit aneh, tapi begitulah Juno, aku bahkan belum mendengar kabarnya setelah ia bilang akan pergi ke Madrid.” Gale baru saja menghabiskan kopinya, sedangkan Tory masih mengaduk-aduk kopinya perlahan.
“Apakah dia baik-baik saja?” Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Tory.
“Tidak perlu khawatir, Juno memang sering menghilang seperti ini, dalam beberapa hari ia pasti akan kembali,” ujar Gale. Sebenarnya Tory masih penasaran namun ia tidak bertanya lebih banyak.
Gale mulai mengganti topik pembicaraan. Tory pun baru tau kalau Gale berasal dari Amerika tepatnya, New York. Gale sempat tinggal disana sampai ia berusia 10 tahun sebelum pindah ke London karena pekerjaan ayahnya sebagai duta besar. Ternyata mereka punya banyak kesamaan. Gale menyukai musik blues sama seperti Tory. Bahkan cowok itu juga membaca beberapa buku favorite Tory. Lambat laun mereka tenggelam dalam pembicaraan yang sangat asik. Dalam waktu singkat mereka menjadi sangat akrab seperti sahabat yang sudah saling mengenal sejak lama.
“Kau harus melihat konser Blues yang selalu diadakan di pusat kota setiap malam Minggu.”
“Aku jarang sekali pergi ke pusat kota saat malam.”
“Kalau begitu aku akan mengajakmu Minggu depan, bagaimana?”
Mata Tory berbinar. “Bukankah kau bilang susah sekali mendapatkan tiketnya?”
Gale melipat tangan di depan dada dan tersenyum ke arah Tory. “Tenang saja, aku punya banyak koneksi.”
Tory menatap cowok itu tidak percaya. “Serius?”
Gale mengangguk. “Bagaimana kau mau?”
Tory sudah akan mengiyakan tawaran Gale sebelum akhirnya kembali bungkam.
“Sepertinya aku tidak bisa, minggu ini ada banyak projek yang harus kukerjakan.” Jelas Tory dengan nada sedikit kecewa.
“Tidak masalah, kita bisa melakukan banyak hal seru lainnya, kau tenang saja, Gale disini akan mengajakmu keliling London ke berbagai tempat yang belum pernah kau kunjungi sebelumnya.” Gale menepuk dadanya dengan bangga. Tory hanya tersenyum geli.
Mereka berdua kembali larut dalam pembicaraan lainnya sampai lupa waktu. Untung saja panggilan telepon dari Emma menyadarkan Tory bahwa ia harus segera mengikuti kelas.
Gale mengantarkan Tory sampa lift dan cewek itu melambaikan tangan ke arah Gale sebelum pintu lift tertutup.
***
“Astaga Theo, kau serius mau jadi vegan?”
Theo menoleh ke arah Emma yang terus menatapnya dengan heran. “Iya aku sungguh-sungguh Em, memangnya itu sulit sekali di pahami?”
Emma menatap cowok itu tidak percaya sebelum beralih pada Tory yang sejak tadi masih sibuk mengerjakan sketsa di bukunya. “Tory, kau nggak makan?”
Tory menggeleng.
“Jangan bilang kau mau jadi vegan seperti Theo juga?”
Kali ini Theo yang melotot ke arah Emma dengan kesal. “Kenapa kau sulit sekali menerima keputusanku ini Em?” Theo terdengar kesal.
Namun Emma hanya mengangkat bahu cuek. “Theo, kau bahkan tidak bisa tidak makan burger setiap akhir minggu, sekarang kau mau jadi vegan? Jadi Vegan itu tidak hanya tidak makan daging saja Theo, kau juga tidak boleh mengonsumsi produk olahan susu mulai hari ini.” jelas Emma.
Theo menggelengkan kepala tidak percaya. “Aku juga tau kalau itu, dan aku akan buktikan kalau aku bisa Em.” Theo melanjutkan makan saladnya.
Emma hanya mendengus kesal.
“Memangnya apa yang membuatmu tiba-tiba saja mau menjadi vegan Theo?” Kini giliran Tory yang bertanya.
“Itu karena aku ikut perkumpulan pecinta lingkungan yang ada di kampus.” jelas Theo.
Emma langsung melirik Theo dengan tatapan sinis. “Sejak kapan kau peduli dengan lingkungan?”
“Sejak kemarin! Sudahlah Em, jangan banyak tanya.” Theo yang sepertinya mulai lelah menjelaskan pada Emma.
Tory yang hanya terkekeh geli melihat perdebatan kedua sahabatnya yang tiada henti itu.
“Kalau begitu, bagaimana dengan lukisan yang kau jual pada Mr.Edward Ry?” Emma bertanya pada Tory. Theo yang penasaran juga ikut menyimak.
“Aku sudah menghubungi nomornya kemarin dan ia menyuruhku datang sore ini.”
“Wah! Serius? Astaga! Aku masih tidak percaya kalau dia benar-benar akan membeli lukisanmu!” seru Emma dan Theo hanya mengangguk angguk setuju sambil mengunyah saladnya.
“Tapi aku masih belum yakin, kantor Mr.Edward ada di daerah Oxford, aku belum pernah kesana.”
Emma mengangkat jarinya seolah-olah ia baru saja mendapatkan ide. “Kau naik metro saja, sebenarnya aku bisa menemanimu Ry, tapi sore ini aku harus datang ke konser piano adikku, kau bagaimana Theo?” Emma menoleh ke arah Theo.
“Aku juga mau menemanimu Ry, tapi hari ini pertemuan pertama perkumpulan pecinta lingkungan. Aku tidak bisa melewatkannya.” Theo menjawab dengan raut wajah kecewa.
“Nggak papa, nanti aku bisa pergi sendiri.” Tory tersenyum tulus ke arah kedua sahabatnya.
“Hai, Victory!” Gale yang entah muncul dari mana langsung duduk di samping Tory. Gale membawa nampan berisikan burger dan kentang goreng. Emma dan Theo sedikit terkejut dengan kemunculan Gale.
“Apa aku boleh duduk disini?” tanya Gale ragu.
“Tentu saja, masih ada banyak tempat,” ucap Tory langsung.
Gale tersenyum kecil. “Terimakasih.”
Tory mengangguk dan mendapati Emma dan Theo masih saling pandang bingung. Keduanya memang sudah pernah bertemu dengan Gale di malam acara Athena Exhibit, namun Tory belum pernah memperkenalkan mereka.
“Gale, perkenalkan ini teman-temanku, Emma dan Theo.”
Gale langsung mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan mereka. Emma menerima uluran tangan Gale dengan wajah tegang begitu pula dengan Theo. Keduanya tidak menyangka kalau Gale akan duduk di bersama mereka hari ini.
Namun seperti biasa, Gale tetap ramah pada Emma dan Theo. Mereka mulai mengobrol seru. Awalnya Emma dan Theo terlihat sangat canggung, tapi Gale selalu bisa mencairkan suasana. Tak butuh waktu lama untuk mereka saling mengenal satu sama lain. Tory sendiri juga merasa semakin nyaman mengobrol dengan Gale.
“Jadi kau mau ke Oxford?” Gale bertanya.
Tory terdiam sejenak. “Sebenarnya aku belum pernah pergi sejauh itu.”
“Kalau mau aku bisa mengantarmu.” Gale berseru sebelum meminum colanya.
Mendengar itu Tory melirik sekilas ke arah Emma dengan ragu.
“Eh, nggak usah Gale, aku nggak mau merepotkanmu-”
“Tidak apa-apa, aku sudah pernah dua kali ke kantor Mr.Edward, jadi aku tau betul dimana letaknya,” sambung Gale lagi.
Tory masih merasa tidak enak.
“Santai saja, lagipula kau nggak mungkin membawa 12 lukisan di metro kan?”
Tory hampir saja melupakan fakta bahwa lukisannya terdiri dari 12 kanvas yang tersusun menjadi satu.
“Bagaimana? Kalau kau mau kita bisa berangkat setelah aku selesai kelas sore ini?” Gale bertanya lagi.
Akhirnya Tory menyetujui tawaran Gale.
***
“Hei...” Prim baru sadar kalau Juno sudah duduk di sampingnya. Cowok itu membawa dua kopi panas yang masih mengepul. Juno memberikan salah satu kopi itu untuk Prim yang langsung tersenyum dan menerimanya.
“Aku mencarimu kemana-mana, tau nya disini.” Juno menyeduh kopinya.
Prim tidak menjawab dan masih memandangi kopi yang ada di tangannya.
Juno mulai memperhatikan Prim dengan seksama. “Ada apa?” Juno menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran cewek itu.
Sebagai jawaban Prim hanya menggeleng pelan sambil menyeduh kopinya.
Saat ini keduanya sedang duduk di salah satu lorong rumah sakit. Beberapa hari yang lalu Prim mendapatkan kabar mendadak kalau kakeknya masuk ke rumah sakit dan harus langsung dirawat di Madrid. Tepat saat itu pun Prim ditemani oleh Juno langsung terbang kesana. Juno sudah menemani Prim selama beberapa hari ini karena memang tidak ada keluarga lain yang bisa menemani kakek Prim.
“Jangan bohong, kau kira aku tidak tau kalau ada sesuatu yang kau pikirkan.” Juno menyandarkan tubuhnya. Tentu saja Juno tau kalau pikiran Prim beberapa hari terakhir selalu penuh dengan kondisi kakeknya. Secara Prim memang dekat dengan kakeknya sejak kecil. Kedua orang tuanya selalu bepergian bisnis dalam waktu yang lama. Bisa dibilang, orang terpenting bagi Prim adalah kakeknya.
“Apakah kau sekarang cenayang Juno? Sepertinya kau terlalu banyak bergaul dengan Gale.” Prim tersenyum geli.
Juno tau kalau Prim hanya berusaha untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya di balik candaan. “Kau tidak perlu bersikap seperti di depanku juga.”
Prim berhenti tertawa. Prim juga tau kalau ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya dari Juno. Selama beberapa hari ini, Prim memang berusaha optimis dan terus berpikir positif kalau kakek nya akan membaik.
“Entahlah Juno….” Suaranya sedikit bergetar. Sejak mereka tiba di rumah sakit, Prim sudah menahan air matanya.
Kemudian Juno menarik tangan Prim dan mendekap cewek itu erat dalam pelukannya. Prim yang sedikit terkejut tidak kuasa lagi membendung air matanya. “Semua akan baik-baik saja, kakek akan sembuh, kau harus tetap yakin.” Juno berbisik sambil mengelus rambut Prim lembut.
Prim hanya membenamkan wajahnya di dada Juno. Mungkin ada saatnya ia berhenti bersikap kuat.
Setelah cukup tenang Prim melepaskan pelukannya. Ia masih sedikit terisak dan Juno langsung mengeluarkan sapu tangan untuk mengusap air mata Prim yang masih mengalir di pipinya.
“Terimakasih Juno,” ucap Prim sambil menerima sapu tangan itu. Ia merasa lebih baik, dan Juno benar, ia harus tetap yakin bahwa kakek akan sembuh.
“Aku tidak mau kau membebani pikiranmu terus menerus, yang ada kau nanti jatuh sakit.”
Prim mengangguk pelan. Pandangannya terus terjatuh pada sapu tangan pemberian Juno.
“Sejak kapan kau menyukai kupu-kupu?”
“Itu bukan milikku.” Juno mengambil sapu tangan itu kembali dan memasukkannya ke dalam saku celananya.
Prim menatap Juno dengan curiga, namun sebelum ia sempat menanyakannya, seorang perawat datang menghampiri mereka dan memberitahu bahwa kakek ingin menemui Prim dan Juno. Prim yang cemas langsung bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar kakek. Juno dengan sigap mengikuti Prim.
“Ada apa kakek?” tanya Prim langsung saat ia sudah masuk ke dalam kamar.
Kakek tersenyum ke arah Prim. Ia terlihat lebih baik saat ini.
“Apa ada yang sakit kek?” tanya Prim lagi.
Kakek hanya menggeleng pelan sambil tersenyum membelai rambut cucunya dengan halus.
“Kakek baik-baik saja Prim sayang, hanya saja ada yang harus kusampaikan untuk kalian.” Kakek terbatuk beberapa kali. Prim terlihat sangat khawatir dan sudah akan memanggil perawat namun kakek menyuruhnya untuk tidak kemana-mana. Juno pun mendekat dan ikut memegang tangan kakek Prim.
“Juno….”
Juno mendekat saat kakek memanggilnya.
“Kau sudah seperti cucu ku sendiri, jangan pernah menyerah dalam melukis.”
Juno mengangguk mendengar kata-kata kakek Prim.
Kemudian alat-alat menyambung ke tubuh kakek mulai berbunyi.
Prim yang panik langsung memanggil perawat. Ia tau ada sesuatu yang aneh pada kakeknya.
“Biar aku saja yang panggil-” Juno hendak keluar dari ruangan tapi kakek menahan pergelangan tangannya.
Prim yang panik langsung keluar dari ruangan untuk memanggil perawat.
“Tolong jaga Prim….” setelah berkata demikian suara dentingan mesin menandakan jantung kakek telah berhenti terdengar sangat keras. Dan pada detik itu juga Juno tau kalau kakek sudah meninggal. Tepat saat itu juga Prim datang bersama para perawat namun semuanya sudah terlambat. Prim tidak bisa menahan tangisnya dan ia mulai histeris saat tau kakeknya sudah tidak bernyawa. Dokter menyuruh Prim keluar namun ia tidak mau meninggalkan kakek. Juno terpaksa memeluk Prim dan membawa cewek itu keluar dengan paksa.
***
“Hai Tory!” Tory dikejutkan oleh Grace saat ia baru saja masuk dari pintu utama apartemen.
“Hai Grace!”
“Tory, kamu baru pulang jam segini?” tanya Bertha saat mereka menaiki tangga bersama.
“Iya, akhir-akhir ini ada banyak projek yang harus ku selesaikan, ujian akhir juga sudah dekat.” Jelas Tory.
Bertha mengangguk-angguk paham. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, dan Tory memang baru saja pulang dari kampus tepatnya dari perpustakaan karena seharian ini ia ada shift di Oliviere.
“Apa kau bertemu dengan Juno? Hari ini?” Grace bertanya sambil menarik-narik lengan mantel Tory.
Tory menghela nafas ke arah Grace dan menggeleng pelan. Grace terlihat sedikit kecewa namun ia hanya mengangguk pelan. Kemudian Bertha dan Grace masuk ke dalam kamar mereka sedangkan Tory terus menaiki tangga sampai ke lantai empat.
Sudah satu minggu ini Juno belum pulang ke apartemen, Tory juga tidak pernah melihatnya di kampus. Sebelum masuk ke dalam kamar, Tory melirik sekilas ke arah pintu kamar Juno yang tertutup rapat. Seperti biasa tidak ada cahaya dari dalam, menandakan cowok itu memang tidak ada disana.
Tory membuka pintu kamar nya, ia hendak mandi dan segera tidur karena lelah.
Kemudian ponselnya berdering. Panggilan dari Gale. Tory mengangkatnya.
“Halo…, ah iya aku baru sampai, ada apa Gale? Malam ini? Bagaimana kalau besok? Ada beberapa tugas yang harus ku selesaikan, baiklah, besok di tempat biasa.”
Tory menutup telepon lalu menutup pintu kamarnya.
Sejak Gale mengantarnya ke Oxford, Tory mulai banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gale. Mereka sering makan siang bersama Emma dan Theo. Beberapa hari lalu Gale juga mengajak Tory, Emma, dan Theo menonton konser Blues di pusat kota. Barusan Gale hendak mengajak Tory ke pusat kota lagi, namun Tory menolak karena ia memang sedang banyak tugas. Ada 2 tugas gambar baru dan juga 1 essay yang harus diselesaikannya.
***