Beep… Beep…
Sambil mengerang Tory langsung mematikan alarm ponselnya. Ia mengusap matanya yang masih lengket. Waktu masih menunjukan pukul 6 pagi. Astaga…, apa aku salah memasang alarm? Ini masih terlalu pagi! Gerutunya dalam hati sambil meraih selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Untuk pertama kalinya Tory berhasil tidur nyenyak sejak ia pindah kesini. Tory meraih ponselnya kembali untuk melihat waktu. Orientasi akan dimulai pukul 7.30 pagi.
Sepuluh menit memejamkan mata sepertinya cukup, pikirnya sebelum bergelung kembali di dalam selimut. Baru beberapa menit Tory kembali terlelap, tiba-tiba saja terdengar dering ponsel yang cukup keras. Seperti disengat listrik Tory melompat sampai terduduk di ranjangnya. Spontan ia mencari-cari asal suara ponselnya yang tersembunyi di bawah selimut. Sedikit panik Tory turun dari tempat tidurnya dan langsung menemukan ponselnya yang ternyata tidak sengaja terjatuh di bawah kolong tempat tidur.
“Halo? Mama…? Ada apa Ma?” setengah sadar Tory menjawab panggilan telepon dari Mama dan berjalan ke arah jendela untuk membuka tirai. Sinar matahari langsung menerobos masuk ke kamar membuat Tory harus mengerjapkan matanya beberapa kali.
“Tory? Kamu sudah bangun? Jam berapa orientasi pertamamu? Jangan sampai terlambat ya,” Tory masih bisa mendengar suara Mama dari ujung telepon namun pikirannya masih tertuju pada matahari yang sudah bersinar terang sekali.
Tunggu! Jam berapa sekarang?! Tory melihat waktu di ponselnya yang sudah menunjukan pukul 7.05 pagi.
Astaga! Aku bisa terlambat!
“Ma, nanti Tory telepon lagi ya!” setelah berkata demikian Tory langsung menutup ponselnya dan berlari ke kamar mandi. Tidak! Tidak ada waktu. Ia akan terlambat kalau tidak berangkat sekarang. Tory langsung membuka lemari pakaian, mengganti pakaian secepat kilat lalu menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi. Matanya tidak lepas dari jam tangan yang sudah dikenakannya. Bukankah tadi masih jam 6 pagi? Ia hanya berbaring selama lima menit kan? Kenapa waktu tiba-tiba saja berjalan dengan sangat cepat? Apa tadi Tory kembali tidur dan tidak sadar akan waktu?
Setelah selesai bersiap-siap, Tory langsung menyambar mantel, tas ransel, dan segera memasukan buku-buku ke dalam tas dan bergegas keluar dari kamar. Dengan cepat ia menuruni satu persatu anak tangga apartemennya. Sialnya kamar Tory berada di lantai 4. Berharap saja ia tidak terpeleset apalagi karena tangga apartemen ini sudah mulai sedikit reyot. Tak lama kemudian Tory sampai di lantai paling bawah.
“Pagi Bertha!” sapa Tory pada seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di anak tangga depan apartemen bersama putrinya yang berusia lima tahun.
“Pagi Tory…, Grace ayo sapa Tory,” Grace kecil yang masih sibuk bermain dengan boneka beruangnya melambaikan tangan sekilas pada Tory.
“Hai Grace, kau sedang main apa?” tanya Tory yang sebenarnya sadar kalau ia tidak punya waktu untuk mengobrol dengan si kecil Grace.
“Mr.Teddy hari ini sedang sakit Tory, aku ingin sekali membawanya ke dokter,” jawab Grace dengan raut sedihnya.
“Oh itu sayang sekali,” Tory menyempatkan diri untuk mendekat dan berlutut di dekat Grace.
“Apa kau bisa memperbaikinya? Seperti yang kau lakukan pada boneka lumba-lumbaku kemarin?” tanya Grace sedikit berharap. Tory memang pernah memperbaiki ekor boneka Grace itu kemarin, dan sejak itu Grace sangat dekat degan Tory walaupun mereka baru kenal seminggu yang lalu.
“Grace, sepertinya Tory sedang terburu-buru,” ucap Bertha sebelum Tory menjawab permintaan Grace. Bertha adalah penghuni lantai satu di apartemen yang sama dengan Tory. Sejak Tory pindah ke apartemen ini, ia memang belum mengenal banyak orang kecuali Bertha seorang single parent yang tinggal bersama Grace putrinya.
“Yah…, aku kira kita bisa bermain di taman hari ini,” ujar Grace sedih.
“Kita akan bermain di taman setelah aku pulang nanti, bagaimana?” tanya Tory sambil menepuk puncak kepala Grace.
“Jangan pedulikan Grace Ry, sebaiknya kamu berangkat sekarang sebelum bus selanjutnya pergi, ini hari pertama mu kan?” tanya Bertha menyadarkan Tory. Tory melirik jam tangannya sekilas. Bertha benar, saat ini sedang terburu-buru.
“Ah iya! Aku hampir lupa kalau bus datang sebentar lagi, kalau begitu aku pergi dulu ya Bertha, sampai nanti Grace,” setelah berkata demikian Tory langsung berjalan meninggalkan mereka.
Ia berjalan menyusuri trotoar, hari ini terasa sangat dingin, mungkin karena musim gugur sudah datang. Tory bersyukur karena ia tidak lupa mengenakan mantelnya. Suasana kota London di pagi hari pun terasa sangat ramai. Orang-orang berlalu lalang untuk berangkat kerja atau pun pergi ke sekolah. Untung saja Tory berhasil sampai di halte bus tepat beberapa detik sebelum bus pergi. Ia menghela nafas lega dan langsung duduk di salah satu bangku. Walaupun begitu ia masih tidak bisa tenang. Berkali-kali ia melirik jam tangannya. Sepuluh menit lagi acara orientasi mahasiswa baru akan dimulai. Setidaknya apartemen Tory terletak di dekat wilayah kampus, sehingga hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk sampai.
Hari ini adalah hari pertama Tory menjadi mahasiswa Seni Lukis di Franco University. Universitas Seni terbaik se-Eropa. Tory merasa beruntung sekali karena bisa melanjutkan studi di Universitas impiannya sejak ia berusia 6 tahun. Apalagi saat ia mendapatkan beasiswa penuh. Sejak kecil Tory memang selalu bermimpi menjadi seorang pelukis yang sangat terkenal. Baginya, melukis adalah segalanya. Dan belajar di Franco University benar-benar kesempatan besar baginya. Walaupun sama sekali belum pernah jauh dari rumah dan orangtuanya, Tory punya tekad besar untuk lulus dan menjadi seorang artis suatu saat nanti. Sekarang tujuannya hanya segera sampai ke kampus sebelum terlambat.
Saat bus sudah berhenti di halte depan kampus, Tory langsung turun dan bergegas memasuki wilayah kampus. Gedung kelasnya ada di gedung paling Utara yang membuatnya harus berjalan melewati taman utama kampus yang sangat besar. Ia bisa melihat mahasiswa-mahasiswa yang berlalu lalang di taman. Ada yang sedang duduk-duduk di atas rumput, mengobrol, dan melakukan berbagai aktifitas. Dalam hati Tory sangat bersemangat untuk memulai kehidupan perkuliahan yang terus ia tunggu-tunggu. Tory memang sudah menyempatkan datang ke kampus dua hari lalu untuk melihat-lihat namun hanya singkat karena ia sibuk mengurus barang-barang pindahan di apartemen. Ia sama sekali belum sempat menjelajahi seluruh kampus raksasa ini. Tory terus melihat jam tangannya untuk mengecek waktu. Entah apa jadinya kalau ia sampai terlambat di hari pertama.
Kemudian tanpa sadar, Tory menabrak seseorang yang tidak dilihatnya. Ditambah lagi orang itu membawa dua kopi yang langsung membasahi tangan dan mantel putihnya. “Astaga! Maafkan aku!” spontan Tory langsung panik apalagi saat tau kalau kopi itu mengeluarkan asap panas. Tory mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan mencoba untuk membersihkan noda kopi yang mengenai mantel orang itu.
“Tidak apa, biar aku saja,” ucap cowok itu sambil mengambil sapu tangan dan membersihkan noda di pakaiannya sendiri. Untuk pertama kalinya Tory menatap wajah cowok itu. Cowok itu memiliki tubuh tinggi tegap dengan rambut hitam yang sedikit berantakan, mata coklat terang, hidung mancung, dengan mantel putih dan turtleneck hitam. Selama beberapa saat Tory hanya bisa mengagumi cowok yang berdiri di hadapannya itu. Cowok itu mengingatkannya pada aktor-aktor yang sering berada dalam drama romansa. Dan Tory yakin betul kalau cowok itu mungkin memiliki darah Asia sama dengannya.
“Kau baik-baik saja?”
“Ah, eh, iya” jawab Tory sedikit tergagap. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Apa yang dia pikirkan? Bukankah ia sudah melihat banyak cowok tampan sejak ia pindah ke London? Namun entah mengapa ia tidak pernah melihat cowok setampan yang ada di hadapannya ini. Benar-benar memalukan!
Apa yang harus kulakukan sekarang?! Pikir Tory sedikit panik dan merasa tidak enak. Apakah di hari pertama ia sudah membuat masalah saja?
Kemudian alarm ponselnya berdering lagi. Tory melihat waktu sudah menunjukan pukul 7.30 ia harus segera berlari kalau tidak mau terlambat masuk ke dalam kelas pertama nya. “Maafkan aku, aku janji akan menggantinya nanti,” setelah berkata demikian Tory langsung pergi meninggalkan cowok itu. Dalam hati Tory mengutuk dirinya sendiri karena sudah bertingkah kurang ajar. Namun ia tidak bisa melakukan apa-apa, ia janji akan mengganti kopi cowok itu saat bertemu lagi dengannya. Mungkin cowok itu akan membencinya namun ia tidak punya pilihan lain. Tory bahkan tidak berani menoleh karena takut kalau mungkin saat ini cowok itu sedang memanggil dan mengatainya, namun Tory tidak mendengar apa-apa. Tory terus berlari secepat kilat menuju gedung kesenian yang sudah dipenuhi oleh banyak mahasiswa yang terlihat berbaris.
Tory menghela nafas lega karena ia belum terlambat. Hari pertama memang diawali dengan hari orientasi. Kemudian semua mahasiswa mulai menggunakan name tag orientasi begitu pula dengan Tory. Tory membuka ranselnya dan saat akan mengambil name tag itu, talinya tidak sengaja putus.
Oh bagus sekali! Gerutu Tory dalam hati. Kenapa hari ini menjadi rentetan kesialan buatnya?
“Mau kubantu? Aku bisa membantumu mengikatnya,” seorang cewek dengan rambut keriting coklat sebahu mendekati Tory. Ia juga mengenakan name tag yang sama dengan Tory.
“Ah iya terimakasih,” Tory menyerahkan name tag dan berbalik agar cewek itu bisa mengikat tali name tag Tory dari belakang.
“Sudah beres,” Tory berbalik dan menghela nafas lega saat name tag nya sudah ia kenakan.
“Terimakasih, aku berhutang padamu,”
“Sama-sama, oh ya, aku Emma,”
“Tory,” Tory menjabat tangan Emma.
“Aku melihatmu hampir terlambat tadi,” ucap Emma geli sedangkan Tory sedikit malu.
“Ya, aku hampir ketinggalan bus pagi ini,” jelas Tory membuat Emma tertawa geli.
“Aku suka rambutmu, apa kau berasal dari sini?”
“Tidak, aku baru pindah dua hari yang lalu dari Seattle,” jawab Tory membuat mata Emma melebar.
“Kau orang Amerika?” tanya nya sedikit terkejut, dan Tory mengangguk.
“Aku kira kau dari Asia atau-”
“Ya aku orang Asia tapi tinggal di Seattle sejak kecil,” jelas Tory dan Emma hanya mengangguk-angguk paham.
“Bagaimana rasanya tinggal di Seattle? Aku selalu penasaran dengan kehidupan disana,” tanya Emma lagi dan Tory hanya mengangangkat bahunya.
“Sebenarnya biasa saja, disini jauh lebih menarik,” jawab Tory sambil tersenyum.
“Kau ambil jurusan apa?” Tanya Emma lagi.
“Aku seni lukis dan sejarah, kau?”
“Sama! Dan seni patung lebih tepatnya,” jawab Emma dengan mata berbinar. “Dan sepertinya kita ada di kelompok yang sama,” Emma menunjukan kelompok orientasi yang tertera di name tag Tory.
“Bagus sekali, aku belum mengenal siapapun disini,” bisik Tory.
“Aku juga…, kita bisa berteman!” seru Emma girang. Sebenarnya Tory bukan tipe cewek yang punya banyak teman, ia tipe orang yang suka menghabiskan waktunya berdiam di kamar dan melukis. Tapi sepertinya Emma cukup baik dan tidak ada salahnya memiliki seorang teman. Dan sebenarnya hal itu juga membuatnya lega, setidaknya ia punya teman di hari pertama.
“Tentu saja, aku sudah tidak sabar memulai kelas,”
“Wah! Kau sangat bersemangat, aku dengar orientasi hari ini cukup berat,” jelas Emma membuat Tory mendengus kesal.
“Aku sudah tidak kaget akan hal itu, aku bahkan sempat menabrak orang sampai menumpahkan kopi ke mantel putihnya tadi,” Emma menutup mulut nya karena terkejut.
“Benarkah? Lalu bagaimana?! Kalau aku jadi kamu, aku sudah mati di tempat,” ucap Emma membuat Tory tertawa geli.
“Aku tidak tau, aku janji akan mengganti kopinya, tapi sekarang aku bahkan berharap untuk tidak bertemu dengannya lagi,” jelas Tory dalam hati masih merasa sangat bersalah dan malu.
“Tenang saja, kampus ini memiliki ribuan siswa, aku pastikan kau nggak akan bertemu lagi dengannya.” Emma menyenggol bahu Tory dengan akrab membuat Tory mengangguk setuju, dan dalam hati menganggap hal itu benar.
“Perhatian semuanya, Mahasiswa Kesenian tahun 2023 selamat datang di Franco University!” Terdengar suara seseorang dari atas panggung yang langsung diiringi oleh tepukan tangan dari semua mahasiswa baru yang hadir. “Sebelum kita mulai orientasi, aku ingin mengucapkan Selamat bergabung menjadi keluarga besar Universitas Seni terbaik di Eropa!” Tepuk tangan dan sorakan terdengar kembali. Tory dan Emma juga ikut bersorak senang karena kedua nya sangat bersemangat untuk segera memulai orientasi menjadi mahasiswa baru Franco University.
“Sebelumnya perkenalkan namaku, Abigale Steward, penanggung jawab orientasi tahun ini,” Ucap cowok yang mengenakan jas almamater biru khas Franco University. “Kalian bisa panggil aku Gale,” tambahnya lagi diikuti sorakan semua orang. Tory sedikit bingung kenapa semua orang sangat bersemangat saat Gale berbicara di depan.
“Kau tau Gale? Dia senior jurusan fotografi yang paling terkenal disini! Bukankah dia tampan?” bisik Emma girang dan Tory hanya menyimak dan sesekali mengangguk. Gale memiliki tubuh tinggi dan memang tampan dengan rambut coklat terang sedikit ikal. Siapapun pasti akan langsung naksir dengan cowok populer seperti Gale.
“Jadi sebelum kita mulai orientasi hari ini akan ada beberapa sambutan dari Dekan dan dosen-dosen yang akan mengajar kalian pada tahun ini,” Setelah berkata demikian, Gale turun dari panggung. Beberapa Dekan dan Dosen pun melakukan sambutan yang langsung disimak oleh Tory dengan seksama. Ia tidak sabar memulai kelasnya bersama para dosen ternama yang tidak perlu diragukan lagi.
“Okay, jadi itulah sambutan-sambutan nya. Sekarang kita akan memulai orientasi hari ini yang akan menjadi sangat menarik. Setelah ini kalian akan diajak keliling kampus di dalam kelompok yang sudah dibagi sesuai yang tertera di name tag kalian. Tapi tenang saja kalian tidak akan sendirian. Akan ada beberapa senior kalian yang akan memimpin,” Gale mempersilahkan beberapa mahasiswa jyang mengenakan jas almamater berdiri sejajar di depan panggung. Kalau dihitung jumlah nya mungkin ada sekitar 10 orang. “Kalian bisa segera bergabung bersama kelompok kalian ya,” jelas Gale lagi diikuti oleh bubarnya barisan mahasiswa baru. Emma langsung mengajak Tory untuk mencari kelompok mereka.
“Kita kelompok H…, tunggu dulu, F…, G…, H! Itu dia,” Setelah menghitung Emma dan Tory langsung bergabung dengan kelompok mereka. Ada puluhan mahasiswa di kelompok yang sama.
“Kelompok H, sudah gabung semua?” tanya pembina senior kelompok mereka yang langsung membuat Tory terkejut saat mengenali siapa orangnya. Dengan cepat Tory menarik Emma ke barisan paling belakang, membuat cewek itu bingung. “Itu adalah cowok yang kutumpahkan kopinya!” bisik Tory membuat Emma ikut syok dan langsung berbalik untuk melihat orang yang dimaksud Tory. “Jangan dilihat Emma! Nanti dia bisa tau!” ucap Tory sedikit panik.
“Dia orang nya?! Astaga Tory! Kau tidak tau dia siapa?!” Kali ini kata-kata Emma membuat Tory bingung.
“Dia itu-”
“Apa ada masalah?” Baik Tory maupun Emma sama-sama membeku saat orang yang baru mereka bicarakan sudah berdiri di hadapan mereka. Cowok itu juga sedikit terkejut saat ia mengenali Tory namun ia kembali memasang raut wajah tenang. Tory menelan ludahnya dengan susah payah. Rasanya saat ini ia ingin sekali menghilang apalagi saat teman-teman sekelompoknya benar-benar memusatkan perhatian pada Tory.
“Eh…, nggak ada masalah maaf.” Tory menjawab pelan saat ia sudah bisa menemukan kesadarannya. Sedangkan Emma hanya menunduk malu.
Cowok itu mengangguk paham. “Kalau begitu kita akan memulai orientasinya ya. Sebaiknya kalian tetap dalam kelompok. Kalau ada yang mau bertanya langsung angkat tangan. Dan yang terakhir…,” Cowok itu kembali menoleh tepatnya pada Tory yang langsung menunduk malu. Sampai saat ini Tory masih berharap kalau cowok itu tidak menyadarinya.
“Jangan ada yang membuat keributan,”
***
Sejak tadi, Tory dan Emma memilih berjalan di barisan belakang. Saat ini mereka sedang mengitari gedung-gedung kampus dan juga kelas-kelas yang akan mereka tempati nantinya. Dalam hati Tory masih heran, kenapa ia bisa berada di kelompok yang dipimpin cowok itu. Jadinyakan untuk bertanya saja Tory jadi sedikit takut.
“Namanya Juventio Lee, biasa dipanggil Juno, mahasiswa senior seni lukis sekaligus fotografi yang super duper berbakat,” jelas Emma pada Tory membuat cewek itu menoleh sedikit syok.
“Seni lukis?” kali ini Emma yang terkejut.
“Kau sama sekali nggak mengenalnya?” Tory hanya menggeleng dengan polos. “Dia itu pemenang kejuaraan tingkat internasional di-Inggris Prancis tahun lalu dan tahun-tahun berikutnya di bidang seni lukis. Fotografi tingkat internasional juga dan karya-karyanya masuk ke dalam pameran seni London Arts 2022 kemarin dan mendapat penghargaan terfavorit!” penjelasan Emma membuat lutut Tory lemas seketika. “Singkatnya kau menumpahkan kopi pada seorang artis muda sekaligus pewaris tunggal Crown Silver!” Kali ini Tory sudah tidak bisa lebih terkejut lagi.
“Maksudmu perusahaan properti terbesar di London?!” Emma mengangguk langsung.
“Untung saja kopi panas itu nggak melukai tangan seorang seniman hebat seperti Juno,” bisik Emma lagi.
“Aku berharap juga begitu,” sambung Tory.
“Tapi bagaimana kau bisa masuk kesini tanpa mengenalinya?”
“Entahlah,” ucap Tory yang masih memperhatikan penjelasan Juno yang memimpin rombongan di depan.
“Tapi…, dia tampankan?” bisik Emma tanpa bisa menyembunyikan senyumannya. Memang kata-kata Emma tidak salah. Juno memiliki aura yang berbeda. Ia terlihat seperti pangeran yang keluar dari sebuah buku. Kalau dilihat-lihat visualnya sangat tidak nyata. Bahkan Tory dan Emma adalah satu-satu nya mahasiswa cewek yang berada di barisan belakang. Hal ini dikarenakan semua mahasiswa cewek saling berdesak-desakan di barisan depan untuk bisa melihat Juno dari dekat.
“Pasti akan sulit melukis model seperti dia,” komentar Tory membuat Emma hampir saja tertawa geli. “Tapi menurutku…, dia terlihat sedikit dingin,” tambah Tory dan Emma mengangguk setuju.
“Gosipnya sih memang begitu…, katanya nggak ada yang berhasil mendekati Mr.perfect seperti dia…, tapi bolehkan kita berkhayal sedikit,” Tory tertawa geli mendengar kata-kata Emma.
“Kalian yang di belakang,”
Terdengar suara Juno yang langsung membuat semua orang menoleh ke arah Tory dan Emma.
Oh tidak lagi!
Sepertinya obrolan Tory dan Emma tadi terdengar cukup keras sampai mengganggu penjelasan Juno.
“Apa yang kalian bicarakan tadi?” tanya Juno sambil berjalan ke arah Tory dan Emma.
“Hmm… nggak ada maaf kalau mengganggu,” jawab Tory dan sekali lagi Emma hanya mengangguk sama seperti saat pertama kali Juno menanyai mereka. Juno terdiam sejenak.
“Tory….,” Juno meraih name tag Tory dan membaca namanya. Tory hanya bisa diam seperti patung. “Kau bilang akan sulit melukis model seperti ku?” Spontan Tory mendongak kaget. Bagaimana Juno bisa mendengar hal itu? “Apa karena aku tidak layak menjadi model yang akan kau lukis?” tanya Juno lagi membuat semua orang terkejut dan sedikit tegang.
Tory buru-buru menggeleng. “Eh, bukan itu maksudku-,” Mendadak Tory kehilangan kata-kata. Bagaimana ini? Apakah Tory harus memberitahu alasan sebenarnya?
Juno melipat tangannya di depan dada dan belum melepas pandang dari Tory. “Apa alasanmu memilih Universitas ini?” Tanya Juno dengan santai. Hening sejenak Tory masih memikirkan jawabannya. Dalam situasi saat ini ia sedikit kesal dengan Emma yang sama sekali tidak membantu.
“Itu karena impianku sejak kecil untuk bisa belajar seni disini,” jawab Tory tegas.
“Itu saja?” Belum sempat Tory menjawab, Juno sudah berbicara lebih dahulu.
“Kalau begitu aku ragu kau akan bertahan disini,” Kata-kata juno membuat Tory tersentak. “Semua orang juga bermimpi untuk belajar disini, tapi itu saja belum cukup. Tantangan kalian yang sebenarnya baru dimulai hari ini, dan percayalah…., bertahan lebih sulit dari pada masuk kesini,” jelas Juno membuat semua orang terdiam.
“Aku sedikit berharap lebih pada penerima beasiswa penuh tahun ini,” Bisik Juno tepat di telinga Tory sebelum ia kembali berjalan ke depan.
***
Tory menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia menutup matanya sesaat. Jujur saja hari ini cukup melelahkan. Orientasi baru saja selesai dan Tory langsung pulang untuk lanjut membongkar barang-barang pindahannya. Sebenarnya kamar apartemen benar-benar masih sangat berantakan. Ia harus segera membereskan semuanya sebelum kelas dimulai besok pagi.
Sejak tadi Tory masih memikirkan kata-kata Juno. Jujur saja ia sedikit kesal dengan cowok itu namun tidak bisa dipungkiri kalau kata-katanya memang benar. Tory masih harus berjuang setelah ini. Ia masih harus membuktikan diri dalam tiga tahun kalau ia bisa menjadi artis yang berbakat. Akan ada banyak kelas yang harus diikuti dan semua itu tidak akan mudah.
Tory bangkit berdiri dan berjalan ke arah meja kerja. Disana hanya ada satu pigura foto kecil yang berisikan foto mama, papa, dan Tory yang berumur 6 tahun sedang bermain di taman. Mereka terlihat sangat bahagia. Di dekat jendela yang terbuka, memperlihatkan pemandangan kota London yang sangat indah di sore hari. Tory memperhatikan foto itu untuk waktu yang cukup lama. Ia mulai merindukan mereka.
Sudah 12 tahun sejak kedua orang tuanya meninggal. Sejak itu Tory memang tinggal bersama orangtua angkat nya di Seattle karena ia tidak punya keluarga lain. Tanpa sadar setetes air mata mengalir. Tory buru-buru mengusapnya. Mama dan Papa tidak akan suka kalau melihatnya menangis. Kali ini ia sudah dewasa, Tory harus membuktikan kalau ia mampu. Tory sudah selangkah lebih dekat dengan mimpinya sekaligus mimpi kedua orang tuanya.
“Tory berhasil masuk ke Franco University, sekarang Tory cuma butuh dukungan Mama Papa dari sana,” Ucap Tory sambil meletakan pigura foto itu kembali ke atas meja. Tory menghela nafas panjang dan melihat sekitarnya. Kemudian ia melingkis lengan baju dan mulai membongkar box barang-barang yang belum selesai dibongkarnya sejak kemarin.
Nggak ada waktu untuk sedih yang ada hal itu hanya menghambat semuanya.
Setidaknya ia harus fokus karena mulai besok, hari-hari yang ditunggunya akan datang. Mungkin seminggu ini masih masa orientasi tapi setelah itu ia akan benar-benar mulai belajar di Universitas impiannya. Tory harus membuktikan ke semua orang kalau dia layak dan bisa bertahan di Franco University. Karena nggak sedikit orang-orang yang meragukannya termasuk orangtua angkatnya. Sejak dulu mereka lebih suka kalau Tory melanjutkan studi di bidang hukum atau bisnis. Tapi disini, Tory ingin membuktikan kalau ia bisa menjadi artis yang kelak akan sukses. Ia juga ingin membahagiakan kedua orangtua angkatnya.
Tory harus membuktikan kalau kata-kata Juno salah.
***