Read More >>"> SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO) (3. Tidak Pernah Sama Lagi ) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

"Kecelakaannya di mana, Yu?" Aku jadi penasaran maksimal.

"Di depan warung ENTRY Kak Cala." Sorot matanya seakan mengatakan, Masa Kakak nggak tahu?! "Emang Kakak nggak nemu ada yang kecelakaan lima hari yang lalu?"

"Jangan-jangan abang kamu namanya Harsa?"

"Nah!" teriak Hayu dramatis. Gadis manis ini bertepuk tangan sekali dan matanya melotot berbinar. Tapi sumpah bikin aku terlonjak kaget. "Abangku itu, Kak! Kok Kak Cala bisa kenal?"

Dunia memang sesempit daun kelor, Anak Muda.

"Aku yang antar Pak Harsa ke rumah sakit dan ke rumah dia."

"Aaah!" Lagi-lagi Hayu berseru semangat, menjentikkan jarinya dan matanya makin berapi-api. "Mama cerita Abang dibantu cewek baik yang rambutnya keriting. Ternyata Kak Cala orangnya. Sayang aku enggak di rumah waktu itu. Waaah, kebetulan yang menarique." Aku meringis geli. Kata menarik aja diucapkan Hayu dengan aksen orang Perancis. "Aku lega kalau orang yang nolong Abang adalah orang yang aku kenal. Makasih ya, Kak."

"Hm, sama-sama."

Aku enggak mau berbangga dengan kebaikan tempo hari. Kalau aja Pak Harsa enggak maksa aku, mungkin aku akan menelantarkan dia dan makan gultik sama Jeff. Sudah lah. Semua sudah berlalu.

Pesanan Harsa Hasyim selesai aku bungkus dengan rapi dan diambil oleh driver ojek jaket hijau yang sudah datang sejak lima menit yang lalu.

Hayu masih betah menemaniku sembari aku mengerjakan pesanannya.

"Aku kasihan sama Abang. Dislokasi itu kambuhan," celetuknya tiba-tiba.

"Kambuhan? Seperti batuk pilek?" Kata Dokter Mo juga begitu. Tapi aku tetap bertanya padanya.

"Yaaaa, bisa dianalogikan begitu. Sekali kena dislokasi tulang, maka jika ada trauma di tempat yang sama, tulang Bang Harsa bakal mudah lepas dari sendinya. Padahal yang pertama dulu lepasnya juga gara-gara aku..."

Mendung langsung menghias wajah manisnya. Apa yang terjadi? Namun, apa pun itu, pengen peluk Hayu.

Aku menarik tangan Hayu ke meja lesehan di belakangku dan menyodorkan pesanannya tadi.

"Makasih pancake-nya, Kak," ucapnya setelah kami benar-benar duduk. Aku mengangguk. Kasihan melihat Hayu murung. Dia jadi malas-malasan menggigit si panekuk hangat.

Di warungku sudah dilengkapi karpet nyaman dan meja panjang untuk duduk lesehan agar setiap pengunjung bisa bersantai ria menikmati setiap menuku, seperti yang kami berdua lakukan sekarang. Begitu konsep Warung ENTRY yang aku inginkan sejak awal merancang ide jajanan ala western ini.

Aku menunggu dengan sabar ketika Hayu akhirnya menghabiskan potongan pertama panekuk empuk buatanku. Lidahku gatal banget pengen tanya-tanya Hayu mengenai kakaknya yang manja.

"Apa yang terjadi sama Abang kamu dulu, Yu?"

"Dia..." Aku langsung menangkap keengganan di mata sendunya. Mungkin aku harus berhenti untuk tahu lebih banyak.

"Jangan cerita kalau nggak nyaman membaginya denganku. Enggak apa-apa, kok."

Hayu tersenyum tipis lalu berkata, "Intinya, Bang Harsa adalah pahlawanku. Dia kesayanganku."

***

Aku berada di Four Seasons, tempat asal muasal roti tawar lezatku diproduksi dan menghadapi tawaran menggiurkan seorang sahabat yang sangat dermawan.

Walaupun aku enggak bisa membalas pamrihnya tempo hari gara-gara malamku tersedot hanya untuk 'menjaga' Pak Harsa manja, tapi dia enggak marah dan sekarang Jeff malah menawari aku les membuat roti!

"Entar lo pamrih dan gue mesti ganti pamrih elo. Gitu aja terus kayak lingkaran setan," ejekku setengah bercanda. 

Dia malah tertawa lalu mendorong plastik isi roti tawar pesananku.

"Bentuk pamrihnya gue masih sama. Gue pengen ngajak elo makan, hang out, ngobrol di kafe, ngajak lo jalan keliling Jakarta. Trus apa lagi, ya?"

"Buset! Banyak banget!" selaku buru-buru. Tawanya masih saja awet.

"Pamrihnya gue ya atas consent elo," ucap Jeff setengah memelas. Aku mendengkus geli. Jeff yang baik, aku nggak tega menolak ajakannya.

"Kalau ngajar lo asyik, gue pertimbangin deh. Setuju?"

Apa aku murid yang enggak tahu diri? Dikasih les gratis sama chef patiseri lulusan luar negeri malah ngelunjak. Tinggal iyain aja napa, Cal?

"Setuju!"

"Oke!" Kami berdua tertawa bersama, menertawai kekonyolan yang kekanak-kanakan tadi. Kalau dipikir-pikir, sepertinya ide Jeff tidak terlalu buruk. Hanya hang out bareng teman, tho?

Kenapa berkali-kali aku bilang Jeff itu baik? Sebab, di saat tak satu pun keluargaku mendukung penuh mimpiku membangun Warung ENTRY secara moral dan finansial, Jeff hadir dan turun tangan bak malaikat membantuku membangun bisnis makanan ini dari nol. Mulai dari konsep Warung ENTRY itu sendiri, menu, bahan, cara menghitung omzet, hingga mencarikanku toko yang menjual bahan kue murah dan berkualitas, yaitu Toko Madam, yang kini menjadi toko langganan kami berdua.

Betewe, Four Seasons Bakery sudah berdiri selama sepanjang empat generasi keluarga Jeff beranak pinak di muka bumi. Jeff adalah penerusnya sekarang, seseorang yang menimba ilmu di Art of Culinary School dari luar negeri. Sedangkan aku? Aku baru kroco di dunia masak-memasak. Jeff berguru pada para chef internasional yang mumpuni di bidangnya, sedangkan aku berguru pada Yutub, Ingstagram, dan buku resep.

Masih di halaman toko Four Seasons Bakery, ponselku bergetar tiada henti, membuatku tidak jadi memencet starter motor. Siapa yang menelepon pagi begini? Pelanggan?

Oh, Nismara si bungsu.

"Halo—"

"Kak! Mas Aji meninggal. Kakak bisa pulang sekarang?" Astaghfirullah!

"Innalillahi wa innailaihi raaji'uun."

Sebuah bencana kematian memang tak pernah datang memberi kabar agar kami yang hidup di dunia dapat bersiap-siap menghadapinya.

"Bisa. Gue bakal pulang secepatnya. Di rumah Kak Mala, kan?"

"Iya."

Sebelum pulang, aku memacu motor ke Warung ENTRY untuk memasang tanda tutup sebab ada kemalangan di rolling door.

***

Ya Allah, Kak Mala yang malang.

Mas Aji adalah suami Kak Mala sejak empat tahun yang lalu. Padahal usia Mas Aji masih 32 tahun. Aku sampai saat ini masih mengagumi pernikahan Kak Mala yang bahagia, dikaruniai seorang anak laki-laki menggemaskan, dan Kak Mala menemukan pasangan idealnya di saat yang tepat.

Aku tahu tak seharusnya mengatakan ini. Walaupun sebagai kakak, Kak Mala tidak seperti harapanku bagi seorang adik—dia pemarah, otoriter, suka memerintah seenak jidatnya, emosian, dan... hm, aku tidak akan memperpanjang daftar kejelekan kakak—tapi, aku tetap menyayanginya. Aneh, kan?

Kak Mala adalah role model keduaku setelah Nyonya Bet. Masa Bapak yang aku tiru? Cukuplah kerja keras, sifat mengayomi, dan menyayangi beliau yang aku tiru. Keplin-planan dan kepasifan Bapak tidak perlu.

Setibanya di kediaman Kak Mala, semua kursi dan meja tamu sudah ditata di teras rumah. Aku juga melihat mobil Kijang tua Bapak terparkir di pinggir jalan. Berarti Bapak dan Ibuk juga sudah datang.

Ketika melihat wujudku di ambang pintu, pecah tangisku dan tangis Kak Mala. Aku berlari kecil membelah ruangan yang diisi oleh para pelayat. Aku tidak peduli dengan mereka. Hanya satu yang aku pikirkan. Kakakku yang malang.

Kak Mala telah kehilangan belahan jiwanya. Aku bisa memahami apa yang dirasakan Kak Mala saat ini. Sebab, dulu Kak Mala pernah mengatakan padaku bahwa Mas Aji adalah sosok yang membuatnya nyaman, mengerti Kak Mala luar dalam, dan mencintai kakakku amat sangat, sebagaimana Kak Mala mencintai Mas Aji begitu hebat.

Aku memeluknya erat, sekaligus menyampaikan betapa aku mengerti apa yang dirasakan Kak Mala lewat pelukan, tangisan, dan usapan punggung.

"Sabar, Kak. Gue tahu lo wanita kuat. Kami akan selalu ada untuk lo dan Kai."

Kakak terisak di bahuku, menangis tersedu. Aku merasakannya Kak, sungguh.

Aku sudah mematri sejak lama dalam diriku bahwa aku tak akan pernah berharap terlalu banyak pada keluargaku. Saat ini pun, aku juga tak berharap mendapat balasan yang sama dari kakakku atau anggota keluargaku, yaitu selalu hadir bila aku membutuhkan mereka. Namun, aku Niscala, bertekad akan selalu ada untuk keluargaku. Dan tekad itu tidak akan terbantahkan sampai kapanpun. Aku... terlalu mencintai keluarga harmonisku.

***

Ibuk menyuruh Kak Mala kembali ke rumah kami. Sebab, untuk apa tinggal berdua saja di rumah yang menyepi itu dengan Kai? Hanya menambah kesedihan dan duka. Ibuk khawatir luka akibat ditinggalkan Mas Aji membuat Kak Mala bersedih semakin dalam di rumah itu. Lagi pula, kalau Kak Mala mengajar, siapa yang akan menjaga Kai? Ibuk dan Bapak menawarkan jasa menjaga cucu perdana mereka.

Kak Mala dengan senang hati menyambut tawaran itu. Kami sebagai para om dan tante turut senang bukan kepalang, sebab aku dan Mara dapat 'mainan baru' di rumah sepulang kerja dan kuliah yang melelahkan.

Namun, khayalan indah tentang kehadiran Kai yang menggemaskan di tengah rumah tidak bertahan selamanya. Nyonya Bet tiba-tiba memerintah aku menjaga Kai di pagi hari ketika aku terbirit-birit hendak berangkat ke warung ENTRY. Apakah ini bencana laten seri kesekian?

"Buk, bukannya aku nggak mau jaga Kai, tapi aku mesti buka warung. Pelangganku bisa marah kalau aku telat buka."

"Mana ada? Sekali-sekali ndak apa-apa. Mereka akan maklum. Ibuk sama Bapak mesti pergi ke rumah sakit jenguk suami tantemu, Sri. Dia kena serangan jantung semalam. Ndak mungkin Ibuk bawa Kai ke rumah sakit. Ndak boleh, tho?"

"Terus warungku gimana?!" Semoga Kai nggak mendengar debat enggak penting ini dari kamarnya.

"Buka setengah hari aja. Nggak apa-apa itu."

"Tapi Buk, pelangganku bakal protes."

"Disuruh bantu malah cari alasan. Kai kan keponakanmu, Cala." Dan dia juga cucu Ibuk! teriakku dalam kepala.

"Ya kenapa harus dadakan gini?" protesku.

"Yang namanya orang sakit mana ada terencana?" Ibu geleng-geleng kepala. Seakan-seakan protesku enggak berarti.

"Ibuk kayak enggak mau ngerti aja. Tutup setengah hari apalagi pagi, bikin pendapatanku bakal turun drastis. Pelangganku ya, yang nyari sarapan pagi, Buk. Bukan siang atau sore."

"Makanya. Ibuk suruh jadi pegawai negeri kamu ndak mau. Malah jualan apa tuh, kue serabi aja, kan?" Pancake, Buk! Bukan serabi.

Lelah.

"Ke sini lagi bahasannya. Kan Cala udah bilang berkali-kali kalau Cala mau fokus ngembangin Warung ENTRY. Didoain, kek. Didukung, kek."

"Atau Masukin lamaran ke perusahaan-perusahaan besar. Kalau kerja kantoran, pemasukan kamu jadi stabil, Cala. Oh iya, Ibuk denger pemerintah bakal buka tes pegawai negeri besar-besaran lagi tahun ini. Belajar. Kalau mau bimbel, Ibuk bayarin."

Aaaargh! Ibuk enggak mau repot-repot dengerin keluhanku!

"Udah Buk. Ayo berangkat. Entar macet."

Bapak, kenapa diam dan nggak bela aku?!

"Terus Kai gimana, Buk?" rengekku putus asa.

"Paling dua sampai tiga jam kami pergi. Sementara itu, jaga Kai. Udah. Ibu sama Bapak berangkat."

"Pak..." mohonku dengan mata memelas.

"Sebentar aja, Nak. Bapak pergi dulu." Bapak nggak membantu sama sekali.

Aaaaaaaak!!!

Tenang aja. Jeritanku hanya bergema di kepala. Soalnya Kai berdiri memeluk kakiku dan menengadah menatapku ngos-ngosan seperti orang gila.

"Haaah."

Dalam dua detik, aku mengubah wajahku menjadi ceria di depan Kai.

"Kai ganteng. Main puzzle, yuk?"

"Yuk, Ante Cala."

Aku, Niscala, akan selalu ada untuk keluargaku...

Ingatan itu... Ya Tuhan. Itu adalah kalimat yang aku ucapkan ketika Kak Mala tertimpa kemalangan. Kata-kata itu menamparku, seakan mengejekku di hadapan bocah polos yang menatapku penuh harap karena diajak main puzzle.

Astaga, apa yang kamu pikirkan, Niscala? Maafkan tantemu ini, Little Kai... Tante akan selalu ada untukmu.

***

Keadaan rumahku tak pernah sama lagi semenjak Kak Mala dan ponakanku yang menggemaskan hadir di tengah keluarga kami. Nyonya Bet benar-benar memberikan hidupnya 90% untuk Kai dan sisanya untuk hal-hal tak terduga seperti tiba-tiba pergi arisan, tiba-tiba pergi ke rumah temannya ke kompleks sebelah, atau tiba-tiba bertemu Tante Sri di Jakarta belahan lain.

Aku yang mengisi sepuluh persen itu di pagi hari, di mana aku harus merelakan waktu-waktu emasku di warung demi menjaga Kai, tanpa peduli anaknya yang nomor dua ini juga memiliki kesibukan lain dan kewajiban pada pelanggan setianya di Warung ENTRY. Aku tahu aku akan selalu ada untuk keluargaku, tapi...bukan seperti ini caranya.

Pak Bas? Sebagai pecinta kucing, aku amati Bapak harus rela membagi dunianya yang sudah tenang setelah masa pensiun dari guru sekitar 40:59 persen masing-masing bagi kucingnya si Oncom dan Kai.

Satu persennya untuk anak-anaknya yang sudah dewasa yang sudah bisa menjaga diri sendiri. Kadang aku iri sama Oncom. Beneran.

Mara? Jangan harepin itu anak untuk menjaga Kai. Dia makhluk nokturnal yang punya segudang kesibukan. Terpaksa aku yang harus berkorban untuk menjaga anak Kak Mala.

Bukannya aku nggak sayang Kak Mala apalagi si gemoy Kai. Dia benar-benar balita tiga tahun yang menggemaskan, tapi aku juga punya kehidupan sendiri. Aku punya kewajiban menjaga reputasi dan nama baik Warung ENTRY. Kalau begini terus, bisa-bisa pelangganku kabur.

***

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Kak Mala tidak tahu menahu perihal penjagaan Kai yang orang tuaku titipkan padaku. Ibuk dan Bapak kompak agar masalah 'sepele' ini cukup kami bertiga yang tahu. Kata Ibuk, sudah cukup dengan kehilangan suami, Kak Mala tidak perlu dipusingkan dengan pengasuhan Kai selama dia mengajar di kampus.

Semua tentang memprioritaskan perasaan Kak Mala. Semua tentang kebahagiaan Kak Mala dan Kai. Lalu, bagaimana tentang aku dan duniaku? Tentang aku yang juga sedang berusaha menghidupi diriku? Tentang aku yang pendapatnya tidak pernah di dengar? Tentang aku dan kebahagiaanku yang juga darah daging kalian?

Aku hadir, tapi seperti tak berwujud. Apa jangan-jangan...aku...siluman jadi-jadian?

Boleh ketawa?

Lelah.

"Pagi udah melamun."

"Gue? Enggak," kilahku asal. Sepertinya Jeff enggak percaya.

"Cala, lo kenapa sih? Lo sadar, hampir seminggu lo kayak gini?"

"Kayak gini gimana?"

"Telat. Terus nyampe sini muka lo mendung banget."

Penilaian Jeff sangat tepat. Aku enterpreneur yang enggak becus.

"Gue lagi malas membela diri. Kapan-kapan gue jawab deh."

Haaa, setok roti kemarin aja masih sisa satu bungkus lagi. Padahal di hari normal, semua roti Jeff Alhamdulillah ludes. Gara-gara telat buka warung, ini. Tapi aku mesti gimana?

"Lo...lagi ada masalah?" Suara Jeff yang melembut membuatku mendongak cepat. Matanya penuh simpati dan prihatin. Mungkin karena tampangku yang sedang mengenaskan.

"Biasa, ada masalah sama keluarga," jawabku enggan.

"Semangat, Cal. Lo boleh sedih dan berduka. Tapi, tapi jangan sampai memengaruhi operasional Warung ENTRY."

Warungku... Jeff benar. 

"Lo mesti inget! Perjuangan lo enggak main-main hingga lo sampai di posisi ini. Lo nggak boleh menghancurkan kerja keras selama ini hanya karena masalah keluarga. Gue terdengar kejam? Mungkin buat kuping lo, iya. Tapi lo musti perjuangin Warung ENTRY yang lo bangun berdarah-darah. Lo ingat kan, bahan baku lo sering expired karena saking sepinya warung, adonan lo yang basi karena enggak ada pelanggan yang datang, sampai tabungan lo minus demi bayar uang sewa tempat padahal pemasukan enggak ada. Lo...enggak lupa itu, kan?"

Tentu aku enggak akan pernah lupa dengan semua jerih payahku pada tahun pertama membuka Warung ENTRY.

"Gue tahu. Mungkin ini tandanya gue mesti melirik ke tes pegawai negeri?" gurauku. Tapi tidak berefek ke tampang Jeffery yang kini mendengkus seperti banteng siap serang.

Tuhan enggak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuannya, kan? Maka aku akan terus berusaha sampai usahaku mentok.

Cepat-cepat aku ucapkan ini, "Iya, iya. Gue mungkin butuh waktu untuk menyelesaikan masalah di rumah. Tapi gue masih cinta ENTRY. Gue akan terus berjuang demi ENTRY," sahutku berapi-api.

"Naaah, gitu dong." Muka Jeff seketika santai. "Entar malam makan ketoprak yuk di Pondok Kopi?"

Kali ini enggak akan aku tolak.

"Yuk."[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Madesy

    Love it... alur ceritanya enak untuk dibaca, bikin penasaran, jd bacanya harus sampai tuntas gak boleh kejeda2.

    Comment on chapter 21. Seperti Namamu
Similar Tags
Rindumu Terbalas, Aisha
491      340     0     
Short Story
Bulan menggantung pada malam yang tak pernah sama. Dihiasi tempelan gemerlap bintang. Harusnya Aisha terus melukis rindu untuk yang dirindunya. Tapi kenapa Aisha terdiam, menutup gerbang kelopak matanya. Air mata Aisha mengerahkan pasukan untuk mendobrak gerbang kelopak mata.
IMAGINATIVE GIRL
2237      1158     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
Awal Akhir
664      414     0     
Short Story
Tentang pilihan, antara meninggalkan cinta selamanya, atau meninggalkan untuk kembali pada cinta.
Bulan dan Bintang
5245      1397     1     
Romance
Orang bilang, setiap usaha yang sudah kita lakukan itu tidak akan pernah mengecewakan hasil. Orang bilang, menaklukan laki-laki bersikap dingin itu sangat sulit. Dan, orang bilang lagi, berpura-pura bahagia itu lebih baik. Jadi... apa yang dibilang kebanyakan orang itu sudah pasti benar? Kali ini Bulan harus menolaknya. Karena belum tentu semua yang orang bilang itu benar, dan Bulan akan m...
Shymphony Of Secret
299      232     0     
Romance
Niken Graviola Bramasta “Aku tidak pernah menginginkan akan dapat merasakan cinta.Bagiku hidupku hanyalah untuk membalaskan dendam kematian seluruh keluargaku.Hingga akhirnya seseorang itu, seseorang yang pernah teramat dicintai adikku.Seseorang yang awalnya ku benci karena penghinaan yang diberikannya bertubi-tubi.Namun kemudian dia datang dengan cinta yang murni padaku.Lantas haruskah aku m...
A Perfect Clues
5172      1439     6     
Mystery
Dalam petualangan mencari ibu kandung mereka, si kembar Chester-Cheryl menemukan sebuah rumah tua beserta sosok unik penghuninya. Dialah Christevan, yang menceritakan utuh kisah ini dari sudut pandangnya sendiri, kecuali part Prelude. Siapa sangka, berbagai kejutan tak terduga menyambut si kembar Cherlone, dan menunggu untuk diungkap Christevan. Termasuk keberadaan dan aksi pasangan kembar yang ...
Waktu Awan dan Rembulan
3915      2095     16     
Romance
WADR
Aku Menunggu Kamu
111      96     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
The Reason
9158      1681     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
Last Hour of Spring
1421      733     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.