Read More >>"> Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO) (36. Memulainya) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Ayam jago susul-menyusul menyiarkan bahwa pagi telah menyingsing meski awan masih gelap. Nyawaku masih separuh terkumpul ketika Dadari mengguncang tubuhku supaya bergegas mengikutinya ke sebuah ruangan yang menjadi pembatas antara bilik kamar Dadari dengan Ki Darwanto.

Aroma bunga serta bakaran kemenyan menusuk penghidu, masuk menuju kerongkongan kemudian menyedakku hingga terbatuk. Aroma itu bersumber dari dalam tampah yang tergeletak di meja. Lewat lampu damar, aku bisa melihat dinding kayu ruangan ini yang dihiasi kepala menjangan dan lukisan abstrak. Di kolong meja terdapat beberapa tembikar dan kendi yang menjadi tempat penyimpanan barang-barang seperti uang ataupun beras.

"Mandilah dahulu," tutur Dadari.

Pranaja berlalu melewati depan pintu ruangan ini, rambutnya basah dan pakaiannya sudah berganti. Aku bergegas mandi dengan air yang dinginnya mampu membuatku menggigil.

Kami sarapan dalam keheningan. Daging menjangan tak cukup menggugah seleraku sementara pikiran dibebani oleh segala kemungkinan buruk yang bisa saja menimpaku dalam perjalanan lintas waktu yang akan kuhadapi demi kembali ke masa depan.

"Tak kusangka kita akan berpisah hari ini," celetuk Dadari yang kubalas dengan senyum nanar. Aku tak sanggup menatap matanya lama-lama karena tak kuasa melihat sorotnya yang mengisyaratkan bakal kerinduan padaku.

"Sebelum matahari terbit, alangkah baiknya kalian berangkat. Dan kalian harus tiba di Alas Ngares sebelum matahari tenggelam," pesan Ki Darwanto.

"Terima kasih, Ki, Dadari. Kalian telah banyak membantu kami," balasku.

"Maaf, kami tidak bisa mengantar kalian. Hutan itu sungguh terpencil dan jarang dilewati manusia. Kami hanya khawatir akan ikut tersedot masuk ke zaman kalian jika kami memaksa turut hadir di Alas Ngares itu," kata Ki Darwanto dengan raut bersalah dan iba.

"Tidak apa-apa. Bantuan kalian dalam menyiapkan keperluan kami saja sudah lebih dari cukup," jawab Pranaja.

🌼

Kususuri setapak, memimpin jalan bagi Pranaja yang tampak ketakutan di belakangku sementara jemarinya memegang bawahan jarikku yang melonggar di bagian paha. Berulang kali ia kuteguri karena aku merasa geli, tetapi ia masih ngeyel dengan dalih takut digondol wewe. Aku menepis kasar tangannya ketika genggamannya kian erat hingga pahaku kena.

“Aku takut. Lihat itu! Banyak sekali gagak yang menonton kita." Bibirnya memutih dan kering, tubuhnya menciut sembari menatap nyalang beberapa gagak yang hinggap di pepohonan sembari menatap kami dengan mata awasnya. Aku pun takut, dadaku berdebar dan kepalaku berdenyut. Namun aku tak mau menambah kepanikan Pranaja hingga menghambat perjalanan kami dengan keterbatasan waktu ini.

Kulanjutkan melangkah, Pranaja merengek dan menyamakan langkah denganku meski kakinya menginjak semak-semak berduri. Ia memegang lenganku erat, tubuhnya lama-lama semakin mepet denganku dan menghambat langkahku.

“Pranaja! Kita mesti sampai di pohon pule sebelum matahari tenggelam. Kau jangan menghambat perjalanan kita!” Alisku bertaut sementara mataku menajam menatap tepat di manik sipitnya supaya ia menurut.

Kupingku menangkap gemercik air yang semakin jelas terdengar. Kusibak belukar kapulaga hingga terpampang coban (air terjun) dengan bebatuan besar di sekitarnya. Aku terlena mendapati pemandangan yang memanjakan mata ini. Kurasa tak masalah istirahat sejenak, lagi pula tengah hari sedang panas-panasnya. Kuletakkan tampah berisi ubo rampe di atas batu besar yang datar layaknya meja, kemudian aku menatap bayangan diriku di dalam air. Wajahku semakin tirus, tubuhku semakin kurus. Kubenarkan sanggul yang hampir terlepas kemudian kemban kulonggarkan sedikit karena tadinya terlalu ketat. Aku beranjak, mengamati kulitku yang kian menggelap serta telapak kaki yang pecah-pecah. Mengenaskan sekali akibat tak pernah luluran.

Pranaja menyodorkan bungkusan daun jati berisi nasi jagung dan daging menjangan pemberian Ki Darwanto. Kami makan dalam diam dengan tangan yang sibuk memasukkan penganan itu ke dalam mulut. Tak kupedulikan kuku tanganku yang panjang akibat tak ada waktu untuk memotongnya. Sekalinya ada, aku malah kelupaan. Tak apalah sekali-kali jorok, nyatanya orang-orang zaman dulu juga begini tetapi mereka banyak yang panjang umur.

Kasak-kusuk semak di belakangku mengalihkan atensiku dan Pranaja yang beringsut sembari menggenggam lenganku. Tak lama berselang, muncul seekor anjing hutan berbulu cokelat kemerahan yang kerap disebut ajak.

Sontak aku dan Pranaja diserang histeria. Lantas, aku mengambil tampah berisi sajen dan Pranaja mengambil anyaman berisi bekal milik kami sebelum bertolak dari wilayah itu sebelum ajak itu memanggil kawanannya.

Kami terus berlari tetapi aku mulai tertinggal karena jarik yang melilit susah diajak kompromi. Aku menengok dan mendapati ajak itu kian dekat dengan kakiku dan bakal menggigit jika aku tak diangkat seseorang. Jantungku bertalu-talu dan keringat dingin membanjiriku.

Selain belingsatan dikejar anjing hutan berbahaya, aku juga kalang kabut ketika netraku menangkap siapa yang kini lari menggendongku.

Bukan Pranaja Reswara, tetapi Arya Buntara.

🌼

Matahari kian tergelincir ke ufuk barat, mengingatkan bahwa aku dan Pranaja tak memiliki banyak waktu lagi meraih kesempatan untuk pulang ke tanah Indonesia. Sementara kami dikejar waktu, Arya malah memorak-porandakan situasi yang telah terpampang jalan keluarnya.

"Kalian benar-benar nekat," katanya.

"Kami sedang dikejar waktu, Tuan. Bukankah kami tidak memiliki urusan lagi denganmu?" Pranaja menatap sinis pemuda sakti nan pengkhianat itu.

"Diamlah, bocah tengik!" Arya kemudian beralih menghadapku. "Viva, kembalilah bersamaku. Hutan ini berbahaya."

"Atas dasar apa kau memintaku kembali?"

"Tavisha telah kutampik dari rumah setelah kutahu bahwa anak yang dikandungnya itu tak mengalir darahku sama sekali."

Dapat kusimpulkan bahwa anak Tavisha yang ditunggu-tunggu, disayang-sayang, dan yang baru lahir itu bukan darah daging Arya dan, mungkin Arya yang mandul, bukan diriku.

"Renjana, jangan mengedepankan perasaanmu lagi! Kita harus cepat sampai ke pohon pule," kata Pranaja mengingatkan. Napasnya memburu karena memang kami benar-benar dikejar matahari yang sudah memancarkan cahaya kemerahan dari sisi barat.

"Viva, aku menyesal. Kembalilah bersamaku, Biyung sakit dan memanggilmu terus-menerus."

Aku diam sejenak, dan sebuah ide gila melintas bagai bohlam yang menyala terang-benderang.

"Pranaja, kau boleh tinggalkan aku sekarang. Bawalah sesajen ini untuk dirimu sendiri."

"Apa?! Jangan tolol, Renjana!"

"Aku cinta dengan Majapahit, dan sebetulnya aku ingin tinggal di sini selamanya, apalagi sekarang aku berkesempatan membangun hubungan lagi dengan Arya."

Aku sedikit ciut mendapati rahang Pranaja yang mengeras dan otot lehernya tampak menonjol. Meski begitu, aku tak mau terlalu menghiraukannya. Kugandeng lengan Arya dengan mesra dan mengajaknya pulang.

Biarkanlah Pranaja marah padaku. Tidak penting. Aku sekarang telah memiliki Arya kembali, pria yang hampir tiga tahun menetap di hatiku.

Gestur Arya tampak gelisah di sisiku sebelum ia mengangkatku sembari mengecupku berulang-ulang. "Maafkan aku," ucapnya.

Tatapannya lembut, menunjukkan ketulusan dan kerinduan yang amat besar. Caranya menatap itu sungguh berbeda dengan yang terakhir kali ia memberikanku pandangan merendahkan ketika Tavisha mengganti posisiku.

Wajahnya semakin maskulin dengan rahang tegas dan kumis tipis tanpa cambang. Rambut lurus panjang yang diikat sebagian itu selalu menjadi kesukaanku. Dan tak ketinggalan, alisnya yang tebal sungguh menambah kadar kemanisannya di atas mata yang menukik tajam bagai elang.

"Aku memang kecewa, tetapi perasaan cintaku mengalahkannya," balasku.

"Aku lebih mencintaimu," bisik Arya sebelum menempelkan hidung mancungnya dengan hidungku.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Violet, Gadis yang Ingin Mati
3298      1283     0     
Romance
Violet cuma remaja biasa yang ingin menikmati hidupnya dengan normal. Namun, dunianya mulai runtuh saat orang tuanya bercerai dan orang-orang di sekolah mulai menindasnya. Violet merasa sendirian dan kesepian. Rasanya, dia ingin mati saja.
ALTHEA
68      51     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2180      984     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
FIREWORKS
356      250     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
RIUH RENJANA
313      237     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
Niscala
289      180     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Of Girls and Glory
2539      1203     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
The Black Heart
846      445     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Tulus Paling Serius
1503      641     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?