Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Ayam jago susul-menyusul menyiarkan bahwa pagi telah menyingsing meski awan masih gelap. Nyawaku masih separuh terkumpul ketika Dadari mengguncang tubuhku supaya bergegas mengikutinya ke sebuah ruangan yang menjadi pembatas antara bilik kamar Dadari dengan Ki Darwanto.

Aroma bunga serta bakaran kemenyan menusuk penghidu, masuk menuju kerongkongan kemudian menyedakku hingga terbatuk. Aroma itu bersumber dari dalam tampah yang tergeletak di meja. Lewat lampu damar, aku bisa melihat dinding kayu ruangan ini yang dihiasi kepala menjangan dan lukisan abstrak. Di kolong meja terdapat beberapa tembikar dan kendi yang menjadi tempat penyimpanan barang-barang seperti uang ataupun beras.

"Mandilah dahulu," tutur Dadari.

Pranaja berlalu melewati depan pintu ruangan ini, rambutnya basah dan pakaiannya sudah berganti. Aku bergegas mandi dengan air yang dinginnya mampu membuatku menggigil.

Kami sarapan dalam keheningan. Daging menjangan tak cukup menggugah seleraku sementara pikiran dibebani oleh segala kemungkinan buruk yang bisa saja menimpaku dalam perjalanan lintas waktu yang akan kuhadapi demi kembali ke masa depan.

"Tak kusangka kita akan berpisah hari ini," celetuk Dadari yang kubalas dengan senyum nanar. Aku tak sanggup menatap matanya lama-lama karena tak kuasa melihat sorotnya yang mengisyaratkan bakal kerinduan padaku.

"Sebelum matahari terbit, alangkah baiknya kalian berangkat. Dan kalian harus tiba di Alas Ngares sebelum matahari tenggelam," pesan Ki Darwanto.

"Terima kasih, Ki, Dadari. Kalian telah banyak membantu kami," balasku.

"Maaf, kami tidak bisa mengantar kalian. Hutan itu sungguh terpencil dan jarang dilewati manusia. Kami hanya khawatir akan ikut tersedot masuk ke zaman kalian jika kami memaksa turut hadir di Alas Ngares itu," kata Ki Darwanto dengan raut bersalah dan iba.

"Tidak apa-apa. Bantuan kalian dalam menyiapkan keperluan kami saja sudah lebih dari cukup," jawab Pranaja.

🌼

Kususuri setapak, memimpin jalan bagi Pranaja yang tampak ketakutan di belakangku sementara jemarinya memegang bawahan jarikku yang melonggar di bagian paha. Berulang kali ia kuteguri karena aku merasa geli, tetapi ia masih ngeyel dengan dalih takut digondol wewe. Aku menepis kasar tangannya ketika genggamannya kian erat hingga pahaku kena.

“Aku takut. Lihat itu! Banyak sekali gagak yang menonton kita." Bibirnya memutih dan kering, tubuhnya menciut sembari menatap nyalang beberapa gagak yang hinggap di pepohonan sembari menatap kami dengan mata awasnya. Aku pun takut, dadaku berdebar dan kepalaku berdenyut. Namun aku tak mau menambah kepanikan Pranaja hingga menghambat perjalanan kami dengan keterbatasan waktu ini.

Kulanjutkan melangkah, Pranaja merengek dan menyamakan langkah denganku meski kakinya menginjak semak-semak berduri. Ia memegang lenganku erat, tubuhnya lama-lama semakin mepet denganku dan menghambat langkahku.

“Pranaja! Kita mesti sampai di pohon pule sebelum matahari tenggelam. Kau jangan menghambat perjalanan kita!” Alisku bertaut sementara mataku menajam menatap tepat di manik sipitnya supaya ia menurut.

Kupingku menangkap gemercik air yang semakin jelas terdengar. Kusibak belukar kapulaga hingga terpampang coban (air terjun) dengan bebatuan besar di sekitarnya. Aku terlena mendapati pemandangan yang memanjakan mata ini. Kurasa tak masalah istirahat sejenak, lagi pula tengah hari sedang panas-panasnya. Kuletakkan tampah berisi ubo rampe di atas batu besar yang datar layaknya meja, kemudian aku menatap bayangan diriku di dalam air. Wajahku semakin tirus, tubuhku semakin kurus. Kubenarkan sanggul yang hampir terlepas kemudian kemban kulonggarkan sedikit karena tadinya terlalu ketat. Aku beranjak, mengamati kulitku yang kian menggelap serta telapak kaki yang pecah-pecah. Mengenaskan sekali akibat tak pernah luluran.

Pranaja menyodorkan bungkusan daun jati berisi nasi jagung dan daging menjangan pemberian Ki Darwanto. Kami makan dalam diam dengan tangan yang sibuk memasukkan penganan itu ke dalam mulut. Tak kupedulikan kuku tanganku yang panjang akibat tak ada waktu untuk memotongnya. Sekalinya ada, aku malah kelupaan. Tak apalah sekali-kali jorok, nyatanya orang-orang zaman dulu juga begini tetapi mereka banyak yang panjang umur.

Kasak-kusuk semak di belakangku mengalihkan atensiku dan Pranaja yang beringsut sembari menggenggam lenganku. Tak lama berselang, muncul seekor anjing hutan berbulu cokelat kemerahan yang kerap disebut ajak.

Sontak aku dan Pranaja diserang histeria. Lantas, aku mengambil tampah berisi sajen dan Pranaja mengambil anyaman berisi bekal milik kami sebelum bertolak dari wilayah itu sebelum ajak itu memanggil kawanannya.

Kami terus berlari tetapi aku mulai tertinggal karena jarik yang melilit susah diajak kompromi. Aku menengok dan mendapati ajak itu kian dekat dengan kakiku dan bakal menggigit jika aku tak diangkat seseorang. Jantungku bertalu-talu dan keringat dingin membanjiriku.

Selain belingsatan dikejar anjing hutan berbahaya, aku juga kalang kabut ketika netraku menangkap siapa yang kini lari menggendongku.

Bukan Pranaja Reswara, tetapi Arya Buntara.

🌼

Matahari kian tergelincir ke ufuk barat, mengingatkan bahwa aku dan Pranaja tak memiliki banyak waktu lagi meraih kesempatan untuk pulang ke tanah Indonesia. Sementara kami dikejar waktu, Arya malah memorak-porandakan situasi yang telah terpampang jalan keluarnya.

"Kalian benar-benar nekat," katanya.

"Kami sedang dikejar waktu, Tuan. Bukankah kami tidak memiliki urusan lagi denganmu?" Pranaja menatap sinis pemuda sakti nan pengkhianat itu.

"Diamlah, bocah tengik!" Arya kemudian beralih menghadapku. "Viva, kembalilah bersamaku. Hutan ini berbahaya."

"Atas dasar apa kau memintaku kembali?"

"Tavisha telah kutampik dari rumah setelah kutahu bahwa anak yang dikandungnya itu tak mengalir darahku sama sekali."

Dapat kusimpulkan bahwa anak Tavisha yang ditunggu-tunggu, disayang-sayang, dan yang baru lahir itu bukan darah daging Arya dan, mungkin Arya yang mandul, bukan diriku.

"Renjana, jangan mengedepankan perasaanmu lagi! Kita harus cepat sampai ke pohon pule," kata Pranaja mengingatkan. Napasnya memburu karena memang kami benar-benar dikejar matahari yang sudah memancarkan cahaya kemerahan dari sisi barat.

"Viva, aku menyesal. Kembalilah bersamaku, Biyung sakit dan memanggilmu terus-menerus."

Aku diam sejenak, dan sebuah ide gila melintas bagai bohlam yang menyala terang-benderang.

"Pranaja, kau boleh tinggalkan aku sekarang. Bawalah sesajen ini untuk dirimu sendiri."

"Apa?! Jangan tolol, Renjana!"

"Aku cinta dengan Majapahit, dan sebetulnya aku ingin tinggal di sini selamanya, apalagi sekarang aku berkesempatan membangun hubungan lagi dengan Arya."

Aku sedikit ciut mendapati rahang Pranaja yang mengeras dan otot lehernya tampak menonjol. Meski begitu, aku tak mau terlalu menghiraukannya. Kugandeng lengan Arya dengan mesra dan mengajaknya pulang.

Biarkanlah Pranaja marah padaku. Tidak penting. Aku sekarang telah memiliki Arya kembali, pria yang hampir tiga tahun menetap di hatiku.

Gestur Arya tampak gelisah di sisiku sebelum ia mengangkatku sembari mengecupku berulang-ulang. "Maafkan aku," ucapnya.

Tatapannya lembut, menunjukkan ketulusan dan kerinduan yang amat besar. Caranya menatap itu sungguh berbeda dengan yang terakhir kali ia memberikanku pandangan merendahkan ketika Tavisha mengganti posisiku.

Wajahnya semakin maskulin dengan rahang tegas dan kumis tipis tanpa cambang. Rambut lurus panjang yang diikat sebagian itu selalu menjadi kesukaanku. Dan tak ketinggalan, alisnya yang tebal sungguh menambah kadar kemanisannya di atas mata yang menukik tajam bagai elang.

"Aku memang kecewa, tetapi perasaan cintaku mengalahkannya," balasku.

"Aku lebih mencintaimu," bisik Arya sebelum menempelkan hidung mancungnya dengan hidungku.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jelek? Siapa takut!
3505      1495     0     
Fantasy
"Gue sumpahin lo jatuh cinta sama cewek jelek, buruk rupa, sekaligus bodoh!" Sok polos, tukang bully, dan naif. Kalau ditanya emang ada cewek kayak gitu? Jawabannya ada! Aine namanya. Di anugerahi wajah yang terpahat hampir sempurna membuat tingkat kepercayaan diri gadis itu melampaui batas kesombongannya. Walau dikenal jomblo abadi di dunia nyata, tapi diam-diam Aine mempunyai seorang pac...
The Maiden from Doomsday
10713      2389     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
3947      1605     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Orange Haze
513      355     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Asoy Geboy
6025      1658     2     
Inspirational
Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papanya di meja makan. Satu-satunya hal yang bisa Boy banggakan adalah kedudukannya sebagai Ketua Geng Senter. Tapi, siapa sangka? Lomba Kompetensi Siswa yang menjadi p...
KELANA [Kenzie - Elea - Naresh]
5367      1876     0     
Fan Fiction
Kenzie, Elea, Naresh, tiga sahabat yang ditakdirkan menjadi seorang bintang. Elea begitu mengagumi Naresh secara diam-diam, hingga dia amat sangat peduli terhadap Naresh. Naresh yang belakangan ini sering masuk lambe turah karena dicap sebagai playboy. Bukan tanpa sebab Naresh begitu, laki-laki itu memiliki alasan dibalik kelakuannya. Dibantu dengan Kenzie, Elea berusaha sekuat tenaga menyadarka...
Marry
1537      748     0     
Fantasy
Orang-orang terdekat menghilang, mimpi yang sama datang berulang-ulang, Marry sempat dibuat berlalu lalang mencari kebenaran. Max yang dikenal sebagai badut gratis sekaligus menambatkan hatinya hanya pada Orwell memberi tahu bahwa sudah saatnya Marry mengetahui sesuatu. Sesuatu tentang dirinya sendiri dan Henry.
Edelweiss: The One That Stays
2270      915     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Percayalah , rencana Allah itu selalu indah !
152      112     2     
True Story
Hay dear, kali ini aku akan sedikit cerita tentang indahnya proses berhijrah yang aku alami. Awal mula aku memutuskan untuk berhijrah adalah karena orang tua aku yang sangat berambisi memasukkan aku ke sebuah pondok pesantren. Sangat berat hati pasti nya, tapi karena aku adalah anak yang selalu menuruti kemauan orang tua aku selama itu dalam kebaikan yaa, akhirnya dengan sedikit berat hati aku me...
Gunay and His Broken Life
8350      2486     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...