Selamat membaca
02. Sang Penyu.
" Kasus ini kalian bisa pecahkan, tapi bagaimana dengan kasus Ando? Kalian abaikan begitu saja?"
Matahari telah terbit di timur dunia. Sinar berwarna jingga mulai memancar ke segala arah membawa keceriaan semesta. Semua mata terbuka secara perlahan. Manusia telah kembali pada aktivitas yang terhenti semalam. Dunia telah bekerja sesuai dengan porosnya.
Seorang gadis menatap ke arah jendela dengan tatapan menelisik mengikuti pahatan wajah yang terpantul di sana. Tangannya tak berhenti bergerak, menulis beberapa huruf untuk ia rangkai menjadi sebuah paragraf. "Ayah, ibu, kenapa kalian setega ini?" Bibir ranum itu bergerak kaku untuk sekadar mengucapkan beberapa kata.
"Patuy, Jeman OTW sekolah."
"Iya, noh uang jajan di atas meja. Jangan ambil lebih ya, tuyul."
"Cih, untung bapak kandung," desis cowok itu.
"Jem, nanti kalo gak ada eskul, pulang lebih cepat ya, anak tupai," ucap Atuy.
"Ah siyap papa monyet," ucap Jeman.
Beginilah gambaran keluarga kecil di sana. Keluarga yang terdiri dari tiga orang. Jeman adalah anak tunggal dari pasangan Titi dan Atuy. Interaksi mereka seperti seorang teman. Bukan berarti kurang sopan, tapi begitulah mereka, keluarga harmonis yang digadang-gadang akan sukses suatu hari nanti. Jeman memiliki hobi menjahili kedua orang tuanya, sedangkan orang tua Jeman, suka sekali mengelabui anaknya.
Rumah bak istana yang dihuni oleh tiga orang utama dan beberapa asisten rumah tangga, terasa sangat hangat. Berbeda dengan rumah di samping. Rumah besar yang juga dihuni oleh tiga orang utama namun terasa lebih dingin. Tidak ada pertikaian di antara mereka, hanya saja salah satu penghuninya memiliki kebencian besar pada wanita yang tinggal di sana. Cowok itu bernama Devan Sastraja, lelaki penyuka hujan, pembenci penghianatan.
Jam sudah berputar beberapa menit ke depan. Jarum jam telah menunjuk pada pukul 07.30 pagi. SMA Gajah Mada akan segera menyembunyikan bel guna memulai pelajaran jam pertama. Semua siswa tampak berlari agar tidak terlambat. Tetapi lain halnya dengan keempat pria di sana. Mereka terlihat jalan santai saja, sedang yang lain kesusahan untuk berlari.
Lihat Luna sekarang, gadis itu mengangkat kaki susah payah agar bisa berlari lebih cepat. Gadis itu berlari melewati keempat cowok yang berjalan santai. Rasa nyeri di sekujur tubuh Luna mulai terasa kembali. Hingga ia tak bisa menahan tubuhnya hanya karena kerikil kecil di jalan. Gadis kecil itu jatuh tersungkur di tanah. Dia meringis melihat beberapa luka di bagian tubuhnya.
Desastrova menghentikan langkah kaki mereka. Keempat cowok itu kaget melihat Luna yang jatuh di depan. Salah seorang dari mereka reflek membantu luna. "Lo nggak apa-apa kan?" tanya Ade.
"Duh tolong, sakit banget," keluh Luna.
"Angkat cepet, lututnya berdarah," timpal Mahen ikut khawatir.
Salah seorang dari mereka mengangkat tubuh gadis itu kemudian membawanya ke UKS. Saat sampai di sana, petugas langsung menangani Luna dengan membersihkan lukanya lalu memberikan obat pereda nyeri. "Lagi-lagi aku harus memikirkan terima kasih sama kamu, Jeman."
Jeman hanya menatap gadis itu. Ya, cowok yang mau mengangkat Luna dari parkiran menuju ruang UKS adalah Jeman. Entah angin dari mana yang menyuruh cowok itu melakukan hal yang belum pernah ia lakukan.
Pada menit selanjutnya, Jeman melirik kaki Luna. Putih nan berseri kaki itu namun mengapa ada banyak goresan serta bekas pukulan yang mulai membiru? Jeman beralih lagi pada tangan Luna. Cowok itu juga melihat beberapa luka sayatan di tangan dan salah satunya masih baru. Jeman menarik tangan Luna, melihat luka itu lebih dalam. "Ini jelas percobaan bunuh diri," batin lelaki itu.
Jeman menghempas kasar tangan Luna sebelum ia berlalu. Dia berjalan melewati koridor dan sampai di kelasnya.
"Eh anak penyu, terlambat lagi ya kamu?" Guru botak yang sangat dibenci Jeman kini berdiri di hadapan semua murid.
"Maaf pak, saya habis bantu siswi kelas sebelas. Dia habis jatuh pak."
"Oalah, bilang dong."
"Kasih aku kesempatan untuk berbicara, tuan tak berkepala," teriak Jeman setelah merebut kursinya.
"TAK BERAMBUT!" Semua siswa kompak berteriak ke arah Jeman.
"Heh kalian nyindir saya? Saya ini guru BK di sini. Awas aja kalian yah!" protes guru itu melotot.
"Nama doang Hair, tapi aslinya gak punya," imbuh Jeman.
Gelak tawa berusaha memenuhi ruang kelas. Pak Haira merasa frustasi menjaga siswa bernama Jeman. Rupanya dia mulai menyesal menjadi wali kelas di ruangan ini. Kesabaran guru itu sudah nikmat oleh Jeman. Meski terkenal galak dan ganas, Jeman tidak takut berurusan dengan pak Haira.
....
Seperti yang dijanjikan pada pagi tadi, Jeman tampak lebih awal tiba di rumah daripada biasanya. Hari ini, Atuy mengajak Jeman ke acara pernikahan anak teman bisnisnya. Jaz berwarna hitam tampak serasi dengan tubuh lelaki itu. Tak kalah cantik dengan Titi, wanita paruh baya di sana mengenakan dres selutut berwarna biru.
"Udah siap?"
"Patuy duluan aja, Jeman bawa mobil sendiri."
"Heh penyu, jangan bilang kamu ajak rongsokan kamu itu?"
"Emang iya Pa, hehehe mereka kan juga keluarga pebisnis," jelas Jeman menyengir lebar.
Atuy dan Titi meninggalkan rumah menggunakan mobil Lamborghini hitam. Beberapa menit kemudian, ketiga rongsokan Jeman tiba dengan pakaian yang mewah. Busana yang mereka kenakan dapat menambah para pria itu.
Devan, Jeman, Mahen, dan Ade, alias Desastrova gang kini tiba di tempat acara. Mereka menuruni mobil lalu berjalan dengan wibawa, masuk ke dalam ruangan resepsi. Semua gadis menyoroti keempat pria berwajah tampan itu. Mereka seolah meleleh seperti mentega ketika mencium aroma parfum dari keempat cowok di sana.
Jeman mengedarkan pandangan ke berbagai arah. Tampak ruangan ini terbentang dengan luas dan mewah. Desastrova ikut takjub dengan sekitar.
"Gais ini kalo dimakan bayar gak ya?" tanya Mahen menunjuk kue yang dari tadi mencuri perhatiannya.
"Lo goblok apa bodoh, jelas-jelas kita diundang, masa kita bayar." Jeman menimbuk kepala Mahen dengan keras.
"Is kalian, malu-maluin aja," timbrung Ade padahal dia lebih memalukan.
"Pentingnya sadar diri bos, noh dua kue di tangan lo itu apa? Pake acara ngantongin segala lagi. Dih," timpal Mahen merasa kesal.
Devan menarik ketiga cowok itu dengan keras hingga pantatnya sama-sama mendarat di kursi yang saling bersebelahan. Di antara keempat cowok itu, Devan adalah orang yang paling waras. Meski otaknya kadang miring, tapi setidaknya dia masih waras.
Acara telah dimulai. Melodi Iringan mulai memasuki pendengaran. Lampu dimatikan, hanya menampilkan cahaya remang-remang di ruangan. Cahaya tersebut dapat menyorot kedua mempelai. Keduanya berdansa indah di atas panggung diiringi melodi yang sangat lembut. Saat musik berhenti, lampu mulai menyala kembali. Suara petikan gitar berhasi mencairkan susana.
"Request lagunya Virgoun, Surat Cinta Untuk Starla," teriaknya ke arah panggung.
Petikan lembut dari setiap gerak jari wanita itu bisa membuahkan hasil. Semua orang menikmati pertunjukan dengan tenang. Sampai pada bait ketiga yakni pada reff lagu itu, lampu mendadak mati. Suara gitarnya pun hilang. Semua orang berdiri, mereka bingung apa yang sedang terjadi.
"Aaaarghhh," pekikan wanita pemain gitar terdengat di seluruh penjuru ruangan.
Desastrova memicingkan mata masing-masing guna menyesuaikan cahaya. Keempat orang itu berlari ke arah panggung dan menyalakan senter HP mereka. "STOP SEMUA, JANGAN ADA YANG BERGERAK! TETAP DI POSISI KALIAN!" Devan berteriak memberi peringatan.
Darah telah mengalir deras di panggung. Cewek itu telah kehilangan nyawanya beberapa detik yang lalu. Ade segera memeriksa kesalahan yang mengakibatkan lampu menjadi mati. Ade menemukan satu kabel dalam ruangan telah dipotong. Ade dan Mahen langsung memperbaiki kabel tersebut.
Lampu kini menyala, menampakkan jasad seorang gadis di depan sana.
"Dia adalah Findi Parhita. Sahabat dari mempelai wanita. Gadis berumur dua puluh dua tahun, tinggi 162 cm, berat 47 kg, dan berstatus lajang," ucap Jeman kepada polisi untuk mencatat profil wanita tersebut.
"Van, lo liat lukanya?"
"Hmm."
"Nadinya putus karena diiris oleh benda tajam semacam pisau."
Desastrova mulai bekerja. Mereka mengutak-atik benda termasuk gitar yang dipakai tadi. Keempat cowok itu mulai membuat deduksi tentang siapa dan bagaimana cara melakukannya.
Jeman melihat satu senar gitar telah terputus. Cowok bingung, kenapa tidak ada pisau yang tergeletak di dekat korban.
Hal pertama yang mereka lakukan adalah calon yang menentukan. Desastrova harus mencari alasan logis agar mereka dapat memastikan siapa tersangkanya. Jeman kembali mengemas pada wanita yang menyuruh sang korban memainkan lagu Surat Cinta untuk Starla. Jeman memanggil orang itu. Dia juga mengumpulkan dua tersangka yang lebih dekat dengan korban. Mempelai pria dan wanita.
"Tetap di tempat kalian!" Jeman berusaha agar tidak ada tamu yang keluar.
"Eh anak kecik, ngapain kamu masuk urusan sih? Lalu kenapa saya jadi tersangka juga?" tanya wanita itu.
"Diam, mereka itu detektif." Pak polisi ikut membantu Desastrova.
Sekitar 30 menit sudah, Desastrova melakukan penyelidikan. Kasus kali ini berbeda dari biasanya. Ini adalah tipuan waktu yang dilakukan sang pelaku. Devan kembali pada jasad perempuan tadi.
"Tunggu dulu, ini bukan bekas sayatan pisau kan?" tanya Devan pada Jeman.
Jeman menatap bekas luka itu. "Lukanya gak lurus, lo bener Van, ini bukan bekas pisau. Pantas kita gak bisa temuin tu pisau."
"Shhh uhh seger. Gue capek nih, lo kagak mau minum dulu?" Mahen mulai duduk dengan kaleng cola di tangannya.
Jeman lantas menarik cola itu dari tangan Mahen. "Ini dia. Lo lihat pembuka tutup colanya? Ini yang dipakai pelaku buat potong urat nadinya."
"Pantas lukanya kagak lurus."
"Tapi sayatan itu cukup profesional Van, karna dia cuman iris satu kali langsung kena nadi."
"Bentar, kalo emang dugaan gue bener, benda itu pasti ada di sin-" Jeman membulatkan matanya. Mereka sudah berhasil membuat deduksi.
"Nyonya Gina, apakah Anda benar seorang dokter ahli bedah?" tanya Ade pada tersangka ke tiga.
Gina terkejut mendengar penuturan Ade. Perempuan paruh baya itu bingung, mengapa anak ini bisa mengetahui padahal mereka belum pernah bertemu.
"Terlihat pada jari anda, ada beberapa luka di sana. Dan itu merupakan bekas sayatan pisau bedah."
Jeman berdiri di atas panggung bersama Devan.
"Anda terlalu licik, Anda menggunakan trik yang berat tetapi Anda melakukan kesalahan di dalamnya."
Semua mata tertuju pada arah Desastrova.
"Teknik pembunuhan ini mengelabui tamu. Dia cukup cerdik untuk hal itu."
"Pertama, pelaku akan meminum cola kaleng dan mengambil pembuka kaleng itu. Dia lalu menyuruh sang korban memainkan gitar yang senarnya sudah dipercikkan obat bius cair bernama Chloroform. Pelaku menyuruh korban memainkan nada lagu Virgoun karena lagu tersebut dimainkan dengan cara senarnya dipetik satu persatu."
"Aroma dari salah satu senar berhasil menidurkan korban. Sang pelaku bergerak secepat mungkin setelah menyetel suara gitar di speaker untuk mengelabui tamu. Dia berjalan mematikan lampu dengan mengirisnya menggunakan pisau yang dia dapat di sekitar meja makan. Salah seorang tamu menyadari hal itu, makanya pelaku meninggalkan pisau itu di sana. Bukan begitu pak Yaotama?" Jeman menatap lelaki itu tajam.
"Dengan cepat, pelaku menaiki panggung dan memberi sayatan pada pergelangan tangan korban. Tetapi anda melakukan kesalahan, anda terlalu keras menggesek hingga salah satu senar gitar putus, dan menyebabkan luka di jari sebelah kiri anda terluka. Kesalahan selanjutnya adalah mengapa anda meninggalkan bukti di vas bunga?"
"Benarkan nyonya Gina Maharani?"
Semua mata tertuju pada wanita berumur 34 tahun itu. Sedang yang ditatap mulai mengeluarkan keringat dingin. "K-kamu e-enak aja tuduh saya," elak sang tersangka.
"Anda adalah dokter bedah. Dari luka korban, kami dapat menyimpulkan bahwa pelakunya adalah orang profesional. Hanya Anda yang mengetahuinya. Sidik jari Anda menemukan benda yang Anda gunakan untuk menyerang. Angkat tangan Anda nyonya!" pinta Devan.
Menyerah sudah perempuan itu. Dia menangis membayangkan nasibnya. Karir yang ia telah bangun hancur sia-sia karena kesalahan semata.
"Dia, gadis itu merebut suami saya, dia yang berselingkuh dengan suami saya. Saya tidak akan pernah memaafkan dia. Dan kalian, saya akui kalian bukan siswa SMA biasa," ucap Gina kemudian dibawa ke kantor polisi.
Semua orang heran melihat kehebatan keempat cowok itu. Mereka melepas sarung tangan yang mereka kenakan tadi. Sorot mata seorang gadis dari tadi melihatnya pada mereka.
"Kasus ini kalian bisa pecahkan, tapi bagaimana dengan kasus Ando? Kalian abaikan begitu saja?"
***
Selasa, 18 Juli 2023