Terlihat jam dinding menunjukkan pukul lima sore toko bunga ini tutup, terlihat semua pekerja sudah beranjak pulang dan tersisa Arina dan Arkan. Di ruang kerja Arkan terlihat sedang tidur, Arina mendekat dan mencoba membangunkannya. Tetapi sebelum Arina membangunkan Arkan tiba-tiba saja Arkan memeluknya erat. Arina begitu kaget namun pelukan itu semakin erat.
“Biarin gini dulu ya,” Ucap Arkan lalu memeluknya lebih erat,
“Aku sayang sama kamu, Na.” Lanjutnya,
Lagi-lagi Arina terkejut dengan penuturan Arkan yang tiba-tiba ini,
“Aku ingin kita bisa bersama, Na.”
“Kita beda, Arkan. Tuhan kita beda, status sosial kita beda,” Ucapan Arina sungguh terdengar menyakitkan,
“Gak peduli kita beda apa engga, yang jelas aku ingin sama kamu,”
“Sejak kapan, Arkan?”
“Sejak dulu dan gak akan berubah.”
Deg
Ternyata selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, selama bertahun-tahun dia menyembunyikan rasanya tanpa di sangka Arkan juga menyayanginya. Hati Arina menghangat air mata tidak bisa dia bendung, kedua tangan Arkan menarik Arina dalam pelukan, pelukan yang selama ini dia rindukan.
Untuk kali ini Arina tidak bisa menyangkal hatinya, bohong jika dia tidak menginginkan Arkan, meskipun mereka berdua sudah tahu kalau mereka berbeda namun mereka sepakat untuk menjalaninya. Sebuah keputusan yang tidak tahu apakah keputusan ini benar atau tidak. Yang jelas mereka berdua hanya ingin bahagia dulu. Ya, bahagia.
Sebelum mengantar Arina pulang, keduanya kini sedang menikmati jalanan kota Jakarta yang malam ini tidak terasa dingin sama sekali yang ada mereka kini tersenyum bahagia.
“Kamu jangan tinggalin aku ya, Na.”
Arina terdiam lalu dia memeluk Arkan dari balik punggung laki-laki yang kini sedang fokus mengitari jalanan Jakarta bersamanya.
“Harusnya aku yang bilang itu, Arkan.” batin Arina.
Kini mereka berhenti di sebuah angkringan pinggir jalan untuk mengisi perut kosong, padahal Arkan sudah menawarinya untuk makan di restoran mahal namun Arina malah memilih makan dipinggir jalan seperti ini.
“Ini yang aku suka dari kamu, Na. Sederhana,” Batin Arkan lalu menggenggam erat tangan Arina menuju ke tempat mereka akan makan.
“Aku pesen nasi goreng sama teh tawar anget ya Na, Kamu mau apa?” Tanya Arkan lalu Arina menambahkan pesanan nasi goreng tetapi dengan teh anget manis.
Sebelum makanan datang Arina iseng saja bertanya kenapa Arkan memesan teh tawar bukan teh manis. Jawabannya pun membuat Arina tersenyum,
“Biarkan yang manis milikmu saja, Arina. Selamanya jangan ada pahitnya,”
Pipinya terlihat merona, untung saja nasi goreng pesanan mereka datang Arina jadi bisa mengalihkan pembicaraan yang tadi membuatnya salah tingkah.
“Selamat makan, Tuan putri.”
Arina hanya tersenyum, keduanya memejamkan mata masing-masing Arina yang mengadahkan tangan sedang Arkan menggenggamkan tangan. Terlihat sekali perbedaan mereka, namun itu tidak membuat mereka harus mengakhiri hubungan yang baru saja di mulai.
"Selain bunga matahari, bus kota tuan putri juga suka nasi goreng ya,"
" Selain sepatu convers pangeran juga suka nasi goreng,"
Mereka berdua tertawa, lalu kembali menyantap nasi goreng itu.
“Tapi menurutku nasi goreng itu makanan favorit sejuta umat.” Tambah Arkan.