Read More >>"> Cinta Wanita S2 (Sidang Keluarga) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta Wanita S2
MENU
About Us  

Semua anggota keluarga sudah berkumpul di rumah. Aku tidak tahu-menahu ada acara mendadak begini. Bang Mul duduk paling dekat dengan Ibu, selanjutnya Bang Muis dan Bang Mus. Istri-istri mereka sedang bercengkrama di dapur sambil menyiapkan penganan ringan sealakadarnya. Sesekali kudengar celoteh perempuan-perempuan itu. Kak Rita dan dan Kak Afni paling banyak membicarakan kepentingan mereka sendiri dibandingkan Kak Sita. Kak Rita dan Kak Afni memang tidak pernah akur dengan Kak Sita, sejak dulu mereka tidak menyukai sikap Kak Sita yang selalu membela Ibu. Padahal, seharusnya mereka menghormati Kak Sita sebagai kakak ipar tertua, namun mereka tidak melakukannya.

Malam ini pula, Kak Sita menyiapkan gorengan seorang diri, sedangkan Kak Rita dan Kak Afni menyeduh teh maupun kopi saja butuh waktu lumayan lama.

“Apa saja koleksi terbaru sekarang, Kak?” tanya Kak Afni sambil mengaduk kopi perlahan-lahan. Rasanya, gula didasar ceret berwarna keemasan tersebut tidak akan lunak dengan cepat.

“Banyak sekali, kemarin baru sampai dari Jakarta, bagus-bagus lho,” Kak Rita senang sekali mempromosikan barang dagangannya. Kak Rita pun menambahkan gula ke dalam ceret satu sendok makan setelah mengecap rasanya belum manis.

Ceret itu merupakan satu-satunya oleh-oleh yang ibu bawa pulang dari Mekkah. Seperti sudah budaya tak tertulis, orang yang berhaji selalu harus membawa pulang aksesoris menarik untuk dipamerkan kepada orang-orang yang datang mempeusijuk. Ibu membawa pulang beberapa ceret, namun sudah dibagikan kepada saudara dekat yang berhak menerimanya. Selebihnya Ibu hanya membawa pulang sajadah dan kain penutup kepala beberapa lembar untuk dibagikan kepada sanak-famili yang datang membawa ketan peusijuk. Adat-istiadat kami masih berbondong-bondong menghormati orang-orang yang pulang menunaikan rukun Islam kelima tersebut. Karena tidak semua orang mampu menuju Baitullah, biaya ke tanah Arab masih sangat besar untuk takaran masyarakat Kampung Pesisir. Di kampung ini pula, dapat kuhitung dengan jari yang sudah pergi haji. Selain Ibu, ada imam masjid dan kepala kampung yang telah menjalankan perintah agama yang turun atas dasar kesabaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta kedua istri Istri Ibrahim. Semoga para pesuruh Pencipta Semesta tersebut tersenyum penuh kasih kepada umat Nabi Muhammad yang senantiasa menjalankan perintah agama dengan penuh pengharapan akan surga di hari akhir.

“Besok saya main-main ke toko ya, kak,”

“Boleh, sekalian kamu ajak teman-teman lain, kali saja bisa dapat diskon lho,”

Kak Afni makin bersemangat mendengar kalimat terakhir Kak Rita. Tak lama mereka sudah membicarakan topik lain. Sayup-sayup suara mereka tidak sekeras saat membicarakan isi toko Kak Rita. Mereka memelankan suara sambil melihat ke arahku dan ke arah ruang keluarga. Aku paham betul maksud pembicaraan mereka. Kupaksakan diri menguping dengan konsentrasi tinggi.

“Padahal ya, Bang Muis ada laki-laki yang kaya raya, pengusaha besar di kota,” Kak Rita memulai.

“Benarkah?” Kak Afni tidak kalah antusias mendengar omongan Kak Rita.

“Benar. Dia sedang mencari calon istri juga, orangnya ganteng sekali kayak bintang film, badannya tinggi, naik mobil mahal, rumahnya besar, sering keluar kota buat usahanya, dengar-dengar dia punya usaha dan rumah mewah di Medan!”

“Sayang sekali ya tidak sempat dikenalkan pada Inong,”

“Iya. Saya sudah paksa Bang Muis waktu itu, tidak tahunya Bang Mul sudah duluan mengenalkan laki-laki pegawai itu, siapa namanya, Rudi?”

“Iya Kak, saya dengar dia pegawai di pekerjaan umum. Tahu sendirilah Kak, pegawai itu mana banyak sekali tabungan, paling mudah ambil kredit di bank itu baru benar dan masuk akal. Kalau mau kaya raya kayak kenalan Bang Muis itu jauh-jauh sajalah. Benar kan?”

“Habis mau bagaimana lagi, saya lihat Ibu juga menyukai si Rudi itu,”

“Iya, lihat saja Ibu. Senang sekali ada pegawai negeri yang akan meminang Inong. Saya dengar malah tidak seganteng Haikal, teman masa kecil Inong,”

“Haikal depan rumah kita?”

“Iya, saya dengar dari banyak orang, termasuk Mak Sari, Inong sangat tergila-gila sama Haikal. Ibu saja yang tidak mau menerima menantu penjaga toko pakaian, takut tidak akan mampu menghidupi keluarga ini kelak. Saya pun dengar, Bang Mul tidak suka dengan Haikal itu!”

“Saya juga pernah mendengar kabar itu, saya pikir hanya angin lalu, ternyata benar juga. Bagaimana tidak mungkin, Haikal sama Inong sejak dulu memang bersahabat. Haikal sudah tahu tingkah laku Inong, si Inong pun pasti sangat menyukai laki-laki setampan dan segagah Haikal!”

Kak Rita dan Kak Afni seakan lupa mereka masih berada di antara kami. Di belakang Ibu mereka selalu mengeluarkan semua tabiat jeleknya. Di depan Ibu mereka akan diam seribu bahasa. Kak Sita seakan menutupi telinga mendapati kedua adik ipar membicarakan suaminya.

Sekali-kali kedua kakak iparku itu harus diberi pelajaran, jangan sampai mewabah lebih besar seperti Mak Sari yang sudah meracuni orang-orang Kampung Pesisir.

“Aduh, lama sekali kopinya kak,” sapaku dengan mimik seceria mungkin. Kak Rita dan Kak Afni bagai tersumpal kertas basah ke mulut mereka. Tidak berkutik sama sekali saat tertangkap basah membicarakanku dan calon suamiku.

“Eh, kakak sedang ada baju-baju baru ya?” tanyaku pada Kak Rita.

“Iya, mampirlah ke toko, siapa tahu ada yang cocok,” senyum Kak Rita dibuat semanis mungkin agar gugupnya hilang.

“Besok saja ya, saya tanya Rudi dulu sempat tidak jemput. Soalnya dia sedang banyak proyek, mobilnya pun baru diganti merek terbaru dan harganya dua kali harga mobilku, sayangnya Rudi sibuk sekali. Saya malah takut setelah naik pangkat Rudi tidak sempat datang-datang lagi ke toko kakak,” kataku mengada-ada. Tapi benar, Rudi punya mobil dan sedang mengerjakan proyek pemerintah daerah. Soal ganti mobil dan naik jabatan yang aku tidak tahu kapan terjadi. Semoga saja bisa memancing emosi kedua kakak iparku ini supaya aku dapat mematahkan semangat mereka menjatuhkan calon suamiku.

“Oh ya? Kakak belum kenal sama orangnya,” Kak Rita langsung membulatkan mata. Dibanding Kak Afni, Kak Rita lebih mudah lunak dan menerima pendapat orang lain. Kak Afni menekuk wajah sambil menuangkan kopi ke dalam cangkir warna putih susu.

“Iya, Rudi sedang banyak sekali proyek, mulai dari jalan, jembatan, sekolah-sekolah sampai bangunan pertokoan milik pribadi,”

“Dia merangkap jadi artitek juga?”

“Katanya hanya merancang saja, Kak. Rudi susah sekali memamerkan kelebihannya. Padahal, jika kita lihat dari dekat dia sangat kaya raya!”

Kaya raya? Kuaminkan perkataanku tersebut. Mata Kak Rita dan Kak Afni terbinar. Kak Sita meletakkan sepiring pisang goreng di atas nampan yang akan kubawa ke ruang keluarga. Dua piring lagi berisi campuran goreng dan tempe dibawa Kak Sita sendiri.

“Makanya Rita, Afni, kita kenali dulu calon suami Inong sebelum mengada-ada tentang dia!” ujar Kak Sita sambil lalu. Kak Rita dan Kak Afni mengikuti langkah kami di belakang sambil tetap masih bisik-bisik. Ah, biar tahu rasa kedua kakak iparku itu. Mereka terlalu memandang materi dalam hidup sebagai penentu nyawa tetap terhembus. Lebih dari pada itu, mereka tidak pernah memikirkan beban psikologis seseorang setelah mendengar perkataan mereka. Seandainya di antara kedua kakak iparku itu tinggal di Kampung Pesisir, sudah pasti akan ada lawan tangguh Mak Sari.

***

Kami mendengarkan penjelasan Bang Mul. Sebagai putra tertua, Bang Mul mewakili Ibu menyampaikan pendapatnya. Bang Mul memulai dengan kesanggupan Rudi meminangku dalam waktu dekat ini. Antara aku dan Rudi memang telah terjalin ikatan yang tidak main-main lagi, walaupun Rudi tidak pernah mengatakan kata cinta, tetapi segala perhatian dan tingkah lakunya menunjukkan bahwa Rudi serius berhubungan denganku. Rudi termasuk laki-aki yang tidak macam-macam, tidak memintaku pacaran terlebih dahulu. Rudi langsung menyanggupi perjodohan kami kepada Bang Mul. Dari Bang Mul, Rudi mengenalku dan kepada Bang Mul, Rudi menyampaikan semua keputusannya. Kurasa, selama kami jalan bersama untuk saling mengenal satu sama lain, Rudi tetap berkomunikasi dengan Bang Mul.

“Baik Inong maupun Rudi sudah sama-sama mengenal,” ucap Bang Mul. “Saya pun sudah mengenalnya dengan baik,”

“Apa tidak salahnya kami juga mengenal Rudi, bang?” tanya Bang Mus.

“Harus, kita semua mesti mengenalnya. Tujuan saya membuat pertemuan ini untuk membuat janji dengan kita semua. Jangan sampai Rudi datang ke rumah kita tidak menerima. Rudi datang ke rumah kita sebagai calon menantu bukan teman saja. Kalau teman sudah ada beberapa orang datang ke rumah, tapi mereka dalam konsep persahabatan. Sedangkan Rudi, datang ke rumah kita demi masa depannya bersama kita kelak,”

“Apa tidak kita putuskan saja maharnya berapa? Dari pembicaraan ini, saya rasa Inong suka sama Rudi, dan Rudi pun ingin jadi bagian dalam keluarga kita,” Bang Muis bersuara lebih lantang. Asap rokok mengepul ke udara.

“Jangan begitu, bang,” Bang Mus tidak mau kalah. “Saya tidak akan menerima dengan mudah sebelum paham betul akhlak dia,”

“Bang Mul paham akhlak dia,” Bang Muis menunjuk dengan isyarat ke Bang Mul. “Tidak mungkinlah Bang Mul memasukkan harimau ke dalam keluarga kita,”

“Siapa yang tahu? Selama ini hanya Bang Mul yang kenal sedangkan kita tidak,” Bang Mus tetap bersikukuh dengan pendapatnya. Dari bisik-bisik Kak Rita dan Kak Afni lagi, mereka setuju dengan pendapat Bang Mus.

“Sedikit ya,” Kak Rita mengeluarkan suaranya,” Saya setuju dengan pendapat Mus, kami ingin mengenal Rudi, tidak hanya kenal nama dan pekerjaannya saja. Kita tidak mau tertipu dengan laki-laki bermuka culun tetapi akhlaknya jauh dari agama. Kita tidak mau menerima laki-laki yang tidak jelas asal-usul keturunannya. Kita pun tidak langsung bisa menerima laki-laki yang belum teruji kesabaran dan ketaqwaannya!”

“Soal itu, saya berani jamin Rudi masih kriteria kemauan kita,” Bang Mul tersenyum senang. Dalam hati aku membenarkan pendapat Bang Mul. Abang sulungku itu patut berbangga pilihannya bisa diterima dalam keluarga kami.

“Tidak salahnya Rudi datang dulu ke rumah, Bang,” ujar Kak Sita melihat suaminya masih kokoh di atas keputusan sendiri. Bang Mul akan luluh manakala Kak Sita mengeluarkan pendapatnya. Termasuk kali ini, Bang Mul langsung mengiyakan pertemuan kami dengan Rudi di waktu selanjutnya.

“Kalau begitu, akan saya undang Rudi ke rumah malam besok, jadi saya tidak perlu menghubungi kalian lagi!”

***

Menunggu malam besok rasanya sangat lama sekali. Pesan singkat yang kukirim pun tidak kunjung dibalas Rudi. Laki-laki itu benar-benar tidak memikirkan bagaiman nasib kami setelah pertemuan dengan keluarga malam besok.

Aku memikirkan sesuatu yang belum pasti terjadi. Sebenarnya, aku tidak perlu khawatir tentang Rudi. Laki-laki itu punya daya tarik tersendiri walau tidak seganteng Haikal, seperti kata kedua kakak iparku.

Tidurku tidak karuan. Sesekali mengambil smartphone, berharap Rudi membalas pesan yang kukirim. Menjelang dini hari, baru aku mendapatkan satu balasan yang kunanti-nantikan.

Saya akan datang malam besok. – Rudi.

Aku tambah frustasi menerima balasan dari Rudi. Laki-laki itu seakan tidak ada beban sama sekali dalam hidupnya. Menghadapi Bang Muis dan Bang Mus, kedua istri mereka, bagai masuk ke dalam jerugi besi. Mereka pasti akan menjadikan Rudi sebagai terdakwa dalam kasus yang belum pernah dilakukan. Jika benar omongan Kak Rita, Bang Muis tidak akan tinggal diam menginterogasi Rudi dengan berbagai macam soalan yang belum tentu dapat Rudi paparkan kebenaranya.

Aku khawatir, karena aku mengenal keluargaku. Bagaimana dengan Ibu?

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A promise
507      320     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
Melodi Sendu di Malam Kelabu
461      296     4     
Inspirational
Malam pernah merebutmu dariku Ketika aku tak hentinya menunggumu Dengan kekhawatiranku yang mengganggu Kamu tetap saja pergi berlalu Hujan pernah menghadirkanmu kepadaku Melindungiku dengan nada yang tak sendu Menari-nari diiringi tarian syahdu Dipenuhi sejuta rindu yang beradu
Reaksi Kimia (update)
4830      1223     7     
Romance
》Ketika Kesempurnaan Mengaggumi Kesederhanaan《 "Dua orang bersama itu seperti reaksi kimia. Jika kamu menggabungkan dua hal yang identik, tidak ada reaksi kimia yang di lihat. Lain halnya dengan dua hal yang berbeda disatukan, pasti dapat menghasilkan percikan yang tidak terduga" ~Alvaro Marcello Anindito~
Acropolis Athens
3512      1577     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
Di Hari Itu
418      295     0     
Short Story
Mengenang kisah di hari itu.
The Hallway at Night
3389      1843     2     
Fantasy
Joanne tak pernah menduga bahwa mimpi akan menyeretnya ke dalam lebih banyak pembelajaran tentang orang lain serta tempat ia mendapati jantungnya terus berdebar di sebelah lelaki yang tak pernah ia ingat namanya itu Kalau mimpi ternyata semanis itu kenapa kehidupan manusia malah berbanding terbalik
A D I E U
1837      675     4     
Romance
Kehilangan. Aku selalu saja terjebak masa lalu yang memuakkan. Perpisahan. Aku selalu saja menjadi korban dari permainan cinta. Hingga akhirnya selamat tinggal menjadi kata tersisa. Aku memutuskan untuk mematikan rasa.
Cinta Dalam Diam
687      445     1     
Short Story
Kututup buku bersampul ungu itu dan meletakkannya kembali dalam barisan buku-buku lain yang semua isinya adalah tentang dia. Iya dia, mungkin sebagian orang berpendapat bahwa mengagumi seseorang itu wajar. Ya sangat wajar, apa lagi jika orang tersebut bisa memotivasi kita untuk lebih baik.
Menghukum Hati
387      218     0     
Romance
Apa jadinya jika cinta dan benci tidak bisa lagi dibedakan? Kau akan tertipu jika salah menanggapi perlakuannya sebagai perhatian padahal itu jebakan. ???? Ezla atau Aster? Pilih di mana tempatmu berpihak.
Musyaffa
89      75     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...