Paginya, Clarin bangun lebih awal dari biasanya. Niko tidak ada di kamar rawatnya. Mungkin ia sudah pulang dari kemarin. Kemarin, ia terlalu egois pada dirinya sendiri. Ia tak memedulikan Niko yang ingin pulang. Seharusnya, ini kan masalahnya. Ia tak perlu membawa orang lain dalam penyakitnya. Clarin mengambil tas sekolah lalu cepat-cepat pergi keluar. Ia menelepon Pak Hadi meminta dijemput di RS. Hari itu Clarin tidak ke rumah. Ia langsung menuju sekolah.
"Makasih Pak. Nanti saya pulang dengan Atlas jalan kaki," kata Clarin usai sampai di sekolah.
"Iya Mbak. Saya balik ke rumah duluan." Pak Hadi lalu masuk kembali ke mobil, ia pun meninggalkan sekolah.
Clarin berjalan ke kelasnya sambil mengamati suasana sekolah pagi itu. Ia duduk di bangkunya dan merebahkan kepalanya di meja. Kelasnya masih sepi, belum ada anak selain Clarin di situ. Mungkin ia berangkat terlalu pagi dari RS. Bangku Atlas juga kosong. Atlas belum datang. Ia mencoba tidur sebentar. Belum lama Clarin memejamkan mata, Atlas masuk membangunkannya, "Cla, Clarin, Cla, Clarin, woi ...!" Atlas mencoba menggoyangkan meja Clarin. Clarin bangun, "Eh lo Tlas, udah sampai aja," ujar Clarin mengucek matanya.
"Ya udahlah. Eh, gimana kabarnya Dian? Dia masih cengeng? Dia inget gue?" tanya Atlas pada Clarin. "Kayaknya sih lupa," ucap Clarin asal.
"Bo'ong kan. Mana mungkin Dian lupa. Secara gue pernah sekelas sama dia. Dia juga pernah naksir gue. Omongan lo yang ini enggak bisa diterima. Tapi Dian makin cantik enggak?" tanya Atlas masih penasaran dengan Dian cerita buatan Clarin sendiri.
"Makin banget," ujar Clarin singkat.
"Titip salam buat gue enggak?" tanya Atlas lagi masih tentang Dian.
"Enggak."
"Lo tumben amat enggak cerewet. Kenapa Cla, singkat mulu jawabannya?"
"Udah sana, gue mau tidur bentar. Jangan ganggu orang tidur kenapa."
"Iya. Ntar' siang ada latihan cheers jam dua di lapangan basket. Latihan rutinnya sama kayak ekskul basket, hari Selasa sama hari Jumat dan Sabtu."
"Jadi, beneran gue gabung cheers?!" tanya Clarin lalu bangun menatap Atlas kaget. Atlas mengangguk dan mengiyakan Clarin, "Nanti gue temenin. Tenang, sesuai perjanjian. Enggak ada yang berubah."
"Ini beneran diterima? Maksud gue, enggak ada tahap seleksi dulu apa? Kenapa gue langsung dimasukkin ke cheers gitu aja?!" protes Clarin tak menyangka jika seleksi masuk cheers sangatlah mudah dibandingkan masuk ke club olimpiade pelajaran sekolah mereka.
"Ya lumayan kan, kalau pakai seleksi malah lo enggak diterima. Udah nanti juga terbiasa sendiri. Jarang-jarang cheers enggak mengadakan seleksi. Mereka langsung terima kayak lo gini."
"Lumayan apanya, lumayan gempor iya."
"Enggak apalah. Ada gue, Cla. Selama gue bisa nemenin lo latihan semua beres. Kalau lo capek waktu pulang, gue bakal kasih penawaran spesial. Gue gendong dari sekolah sampai rumah."
"Lo selalu bisa bikin orang lain enggak nolak." Tak lama pelajaran hari itu dimulai. Bu Yesi masuk ke kelas dan menjelaskan beberapa hal.
*
Siangnya di kantin, "Niko!" tegur cewek di belakangnya. "Hai," ucapnya sambil menepuk pundak Niko, "Apa kabar? Enggak nyangka kita satu sekolah lagi. Gimana kabar Mamamu, sehat enggak?" Niko duduk di bersebrangan dengan meja Clarin. Nila mengikutinya duduk di sebelah Niko.
"Mama udah meninggal." Nila terkejut lalu meminta maaf pada Niko, "Maaf, gue enggak tahu. Saudara kembar lo gimana kabarnya?" Niko terdiam. Ia baru ingat kalau ia menceritakan kembarannya ke Nila. Niko mulai menyesali mengapa ia menceritakan hal seperti itu pada Nila. "Belum ketemu."
"Lo di kelas mana?" tanya Nila yang ingin mencairkan keadaan. "Di XII IPA-1." Nila menatap Niko senang, "Oh ya? Gue di sebelah kelas lo berarti. Gue di IPA 2. Lo enggak berubah, Nik. Masih dingin kayak dulu. Turut berdukacita ya, buat mama. Maaf gue enggak tahu kabar itu dan enggak menghubungi lo sama sekali. Bi Harum masih kerja di rumah lo?"
"Masih."
"Kapan-kapan gue main ke rumah lo ya, mau ketemu Bi Harum. Jadi inget masak semur terus gue tinggal dan jadi gosong pancinya. Untung Bi Harum enggak marah waktu itu. Huft, gue hampir mati shock gara-gara pancinya gosong dan jadi hitam banget. Kalau gitu duluan ya Nik, sampai ketemu lagi!" ucap Nila seraya pergi dari bangkunya.
Niko segera memesan mi goreng sebagai makan siangnya. Niko melihat ke sekeliling kantin sambil menunggu pesanannya datang. Matanya menangkap Clarin duduk bersama cowok. Mungkin itu yang namanya Atlas. Atlas terlihat berusaha membuat Clarin tertawa. Niko hanya tersenyum sinis ke arah Atlas. Tak lama pesanan Niko datang. Niko segera melahapnya dengan rakus. Ia cepat-cepat menyelesaikan makannya dan segera kembali ke kelas. Jika tidak, Clarin pasti akan menghampirinya dan sok dekat dengannya.
"Niko!!" ujar salah seorang laki-laki dari jauh. Niko menyipitkan matanya berusaha mengenali sosok itu. "Nik, masih inget enggak, Boni, Boni yang gemuk banget dulu. Yang suka sok deket sama lo. Dulu kita pernah sekelas bareng di kelas dua SMP. Kamu yang nyuruh gue diet karbo itu, inget enggak?" jelas Boni panjang lebar. Niko memperhatikan Boni dengan seksama. Wajahnya memang familiar. "Oh, Boni yang dulu enggak bisa lari itu? Yang suka makan 1 cokelat tiap istirahat sekolah. Makin kurus aja. Sekolah di sini juga?"
"Ya ampun. Gue yang harusnya tanya ke lo. Kapan mulai masuk sini? Baru kelihatan di kantin sekarang?" tanya Boni. Niko meneguk air dan menceritakan ke Boni. "Oh. Mau gabung ekskul basket enggak? Nanti ada latihan jam dua-an gitu di lapangan."
"Udah lama enggak main basket," tolak Niko secara halus. Ia masuk ke sini tidak untuk menjadi bintang sekolah dan bergaul dengan semua siswa.
"Ya ampun, santai kali, enggak apa. Udah pokoknya ntar' lo datang ke lapangan ya. Ikut latihan bareng gue sama anak-anak. Sekalian gue kenalin ke anak-anak lainnya. Lo sekarang jabat sebagai kapten."
"Haah?! Mana ada anggota baru terus langsung jadi kapten?!! Kapten yang lama ke mana emang?" tanya Niko.
"Kapten yang lama gue. Gue rela kalau lo yang jadi kaptennya. Masalahnya selama ini gue udah susah payah banget mau bikin sekolah ini menang basket tapi gagal mulu. Jadi gue rasa, waktunya ada kapten baru di tim."
"Pantes. Anak-anak lain emang mau langsung terima?"
"Tenang aja, biar gue yang atur. Oh, iya lo udah ketemu ama Nila belum? Dia juga sekolah di sini, kelas IPA-1."
"Udah, tadi barusan."
"Cie, gimana menurut lo? Dia makin cantik ya. Dulu sih, biasa-biasa aja SMP-nya. Sekarang makin cantik. Rambutnya panjang lagi. Tipe-tipe idaman gue gitu. Dia juga ikut cheers loh. Jadi kalau lo mau balikan sama Nila enggak susah lah. Di mana ada basket di situ ada cheers. Menurut lo Nila sekarang berubah enggak?"
"Dia lebih kelihatan dewasa dan makin cantik," ujar Niko ikut menanggapi celotehan Boni soal Nila.
"Nah loh, namanya juga mantan ketemu mantan. Gak lama lagi lo pasti balikan sama Nila. Dia juga barusan masuk. Ngomong-ngomong soal cewek, di sini lo udah ketemu sama cewek cakep belum? Maksud gue yang lumayan gitu. Atau mau balikan ama Nila?" goda Boni pada Niko. Niko yang dari tadi sibuk makan kini memperhatikan tempat Clarin, "Cewek yang duduk di dekat cowok yang lagi ketawa itu siapa?" tanya Niko berusaha mendapat informasi lebih dari Boni.
"Yang mana, Nik?" tanya Boni menyapu pandangannya ke sekitar kantin.
"Yang itu tuh. Tiga orang dari tempatmu. Yang lagi ketawa bareng itu?"
Boni menyeduh es tehnya, "Astaga, lo suka Clarin? Ya ampun, hebat. Masuk-masuk udah tahu mana yang 'wow.' Dia sahabatnya Atlas. Mereka ke mana-mana berdua. Satu kelas iya, rumahnya sebelahan, tapi mereka cuma sahabatan. Meski kalau kata guru dan orang satu sekolah, mereka cocok jadi pasangan. Mereka sering hang-out bareng. Udah mirip bangetlah seperti orang pacaran. Clarin orangnya baik, tapi agak jutek gimana gitu. Dia tomboy banget lagi. Dia mantan ekskul karate sekolah. Dulu sempat beredar gosip mereka udah pacaran, ternyata belum. Tapi kalau menurut gue, Clarin ada rasa sama Atlas. Kelihatan banget siapa yang paling antusias waktu ngobrol. Clarin itu susah didapetin. Dia introvert banget. Kalau enggak kenal deket ya udah. Sampai Indonesia ngebom Amerika juga enggak bakalan dapat. Tunggu, tunggu, kenapa antusias ke Clarin? Masih banyak cewek yang feminim dari dia."
"Gue cuma tanya, enggak ada maksud apa-apa. Ya udahlah, balik duluan ya. Sekalian titip uang buat mi goreng gue. Trims!!" Niko lalu pergi dari kantin dan kembali ke kelas.
*