Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Berbagi
MENU
About Us  

Sejak Indri mau buka suara tadi malam, Delta semakin gencar mendekatinya. Misalnya pagi ini, pria itu secara khusus datang pagi sekali kerumah Indri hanya untuk mengajak Indri pergi bareng ke kantor.

Lalu Indri tentu saja sudah sulit sekali menolak. "Jalan nya jauhan sedikit, bisa nggak sih!" Bukan Delta namanya jika tidak menempeli Indri, seperti kena lem.

"Kamu takut ada yang marah? Siapa?" gurau pria itu sekalian.

Ck, Indri mendengkus kesal seraya terus melangkah.

"Hmmm, hmmm, ruanganmu tuh di sana! Jangan masuk kesini." Indri menghalangi jalan Delta agar pria itu tidak masuk ke dalam ruangannya yang hampir 80% personilnya sudah berada di tempat duduk masing-masing.
"Iya aku tahu, iseng dikit."

"Bukan dikit, tapi banyak. Yang kemaren-kemaren enggak dihitung."

Delta hanya tersenyum mendengarnya seraya pamit pergi dengan cara memaksa Indri untuk mencium tangannya. Tapi, tidak disangka sebab kelakuan Delta, Indri tersenyum tipis nyaris tidak terlihat.

"Aneh,"dengkus Indri seraya berjalan menuju kemejanya.

"Kamu dekat sama personalia baru itu?" Indri tidak menyangka gerak-geriknya diperhatikan oleh Iraz yang duduk nya bersebelahan, bahkan saat ini pria itu memangkas jarak hanya agar mendengar jawaban Indri.

"Enggak," jawab Indri seadanya.

"Bohong. Dekatkan? Buktinya kamu pergi bareng dia, iya kan?"

"Ya karena kami satu kampung, tapi enggak dekat."

Pria itu malah mencebik tidak percaya, lalu kembali ketempatnya. Sementara Indri kembali melanjutkan aktifitasnya yang tertunda.

Indri tidak tahu bahwa pria yang bernama Iraz itu sedikit kecewa melihat kedekatannya dengan Delta.

"Oooh, iya, Ndri bukannya kemarin kamu bareng Delta di pantry, lagi makan, kan? Itu enggak dekat maksudnya." Pria itu kembali teringat tempo hari dan sarkastik pada Indri.

"Iya." Indri masih tidak terlalu peduli, ia pikir hanya sebuah bentuk rasa ingin tahu dari rekan kerja.

"Deketin kamu itu enggak semudah ituloh, Ndri. Kok dia bisa?"

Indri mengedikkan bahunya tanda ia tidak tahu dan juga tidak mau ambil pusing.

"Indri! Kita juga udah lama rekanan, tapi mengapa kita enggak bisa dekat?"

Indri sedikit terkejut mendengar pertanyaan Iraz, tapi ia masih mencoba untuk tidak begitu hirau. Indri masih sibuk menata setiap letak benda-benda di meja hingga menghidupkan komputer.

"Sepertinya selama ini aku selalu mengenyampingkan tentang itu hingga aku kalah start, tapi belum terlalu jauh kan, Ndri?"

Lagi-lagi Indri hanya bisa mengernyitkan keningnya tanda ia tidak terlalu paham arah pembicaraan pria di sampingnya yang memang terdengar ambigu.

"Aku ikut bersaing bersama Delta, enggak masalah, kan?"

"Maksudnya bersaing?"

"Bersaing memperebutkan kamu."

Lantas gadis itu langsung mengalihkan perhatiannya pada komputer yang sudah menyala. Indri tidak ingin membahas hal-hal mengenai perasaan, karena ia sangat sensitif akan hal itu.

Dibanding menganggap eksistensi pria di sampingnya itu, Indri lebih memilih fokus pada layar komputer yang menunjukkan laporan-laporan riset pasar yang telah dibuatnya. Laporan ini akan segera ia kirimkan pada ketua divisi.

"Udah selesai itu, jangan diliat-liat lagi. Langsung kirim aja." Iraz yang sejak tadi selalu memperhatikan gerak-gerik bahkan sampai pada hal-hal yang menjadi pusat perhatian Indri hingga tidak menganggapnya ada.

Indri menoleh sekilas, rasanya ia ingin kabur dari tempatnya secepat mungkin. Namun, ia belum menemukan alasan yang tepat.

"Ndri, tipe kayak kamu tuh aku rasa cuma satu di dunia. Jangan pergi ke orang lain, tetap seperti dulu."

Indri semakin bingung di buatnya. Berada di posisi ini lebih menyulitkan di banding sedang menghadapi ketua divisi untuk mempertanggung jawabkan laporan.

"Indri ikut aku sebentar, yuk. Ada yang mau aku omongin." Untuk pertama kalinya kemunculan Delta membuat Indri merasa lega. Pria itu langsung menarik Indri untuk mengikutinya. "Pinjem bentar ya, Bang, rekan kerjanya." Pria itu menyempatkan diri untuk izin yang seharusnya juga tidak diperlukan.

Delta menyeret Indri tidak terlalu jauh, karena ia bukan ingin mengajak Indri sembunyi, melainkan mengatakan sesuatu yang saat ini menjadi sangat penting.

"Ndri, kamis ini ikut pulang bareng aku ya. Sebentar aja, aku dapat undangan pernikahan dari mantanku dan acaranya tu hari kamis ini," mohkn Delta.

"Aku enggak mau pulang, aku sudah bilang dari kemarin." Indri masih tetap pada pendiriannya.

"Kita enggak lama-lama, Ndri disana. Sore berangkatnya kemudian malamnya kita langsung kepesta lalu pulang lagi kesini."

"Kamu enggak memperhitungkan kondisi badan ya. Enggak! Pokoknya aku enggak mau."

"Sekali ini, tolong aku, please!" Pria itu menangkupkan kedua tangannya seraya memasang raut memelas. Namun, ekspresi Indri hanya datar, gadis itu sama sekali tidak iba melihat Delta memohon. Padahal jika saja bisa, pria yang mengenakan kemeja biru langit itu juga ingin bertekuk lutut pada Indri agar mau menemaninya.

Saat menghadiri pesta Delta benar-benar tidak ingin dicap sebagai pria yang belum move on oleh mantannya, sekaligus agar ia terlihat sudah baik-baik saja setelah putus dengan berpura-pura membawa gandengan baru.

"Ndri, sekali ini. Kalau misal kamu mikirin takut lelah, yaudah habis menghadiri pestanya kita nginap di hotel, enggak langsung pulang. Ambil cuti sehari seharusnya enggak masalah, Ndri."

Namun, jawaban Indri tetap sama. Selain karena memikirkan lelahnya, Indri juga tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan pria yang sedang berdiri dihadapannya. Kemarin, setelah bertemu dengan ibunya, jujur Indri masih merasakan sedikit tidak nyaman. Demi apapun, Indri tidak pernah mengingikan dekat dengan siapapun apalagi menjalin sebuah hubungan yang lebih serius, seperti yang diharapkan Delta.

"Kalau kamu memang tidak mau, sebagai gantinya kasih aku saran, aku harus gimana?" Delta sengaja membebankannya pada Indri, karena sedikit kesal sebab penolakan gadis itu.

"Ini hubungan kamu, dengan mantanmu, enggak seharusnya aku ikut campur. Sejujurnya, Ta, kemarin aku setuju mau bantu karena aku pikir kamu enggak akan bawa-bawa aku terlibat terlalu jauh. Aku enggak nyaman terhadap hubungan yang serius apalagi hingga semua orang tahu. Aku takut ada harapan dari orang-orang sekitar tentang hubungan itu." Indri menghela napas dan kembali melanjutkan perkataannya, "aku enggak mau bantu yang ini, Ta, jadi jangan tanya lagi." Lalu Indri pergi begitu saja, gadis itu kembali masuk ke dalam ruangannya.

"Yaelah rumit amat sih itu perempuan. Memangnya salah cuma jadi partner doang? Enggak minta juga status yang pasti." Baru kali ini Delta mendumel sendiri sebab kesal dengan seorang gadis.

Bersambung ...

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ketika Kita Berdua
37255      5372     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Yang Terindah Itu Kamu
12025      3489     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
Our Son
540      294     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Right Now I Love You
444      336     0     
Short Story
mulai sekarang belajarlah menyukaiku, aku akan membuatmu bahagia percayalah kepadaku.
Kulacino
413      272     1     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
Ketika Takdir (Tak) Memilih Kita
581      327     8     
Short Story
“Lebih baik menjalani sisa hidup kita dengan berada disamping orang yang kita cintai, daripada meninggalkannya dengan alasan tidak mau melihat orang yang kita cintai terluka. Sebenarnya cara itulah yang paling menyakitkan bagi orang yang kita cintai. Salah paham dengan orang yang mencintainya….”
Gerhana di Atas Istana
21710      5402     2     
Romance
Surya memaksa untuk menumpahkan secara semenamena ragam sajak di atas kertas yang akan dikumpulkannya sebagai janji untuk bulan yang ingin ditepatinya kado untuk siapa pun yang bertambah umur pada tahun ini
Ketos in Love
1107      634     0     
Romance
Mila tidak pernah menyangka jika kisah cintanya akan serumit ini. Ia terjebak dalam cinta segitiga dengan 2 Ketua OSIS super keren yang menjadi idola setiap cewek di sekolah. Semua berawal saat Mila dan 39 pengurus OSIS sekolahnya menghadiri acara seminar di sebuah universitas. Mila bertemu Alfa yang menyelamatkan dirinya dari keterlambatan. Dan karena Alfa pula, untuk pertama kalinya ia berani m...
Jangan Datang Untuk Menyimpan Kenangan
524      374     0     
Short Story
Kesedihan ini adalah cerita lama yang terus aku ceritakan. Adakalanya datang sekilat cahaya terang, menyuruhku berhenti bermimpi dan mencoba bertahan. Katakan pada dunia, hadapi hari dengan berani tanpa pernah melirik kembali masa kelam.
SILENT
5485      1649     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...