Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Berbagi
MENU
About Us  

Beberapa kali Indri meringis, saat memar dan lukanya di kompres. Padahal Indri tidak bermimpi apa-apa semalam karena ia tidak tidur, tapi siang harinya malah kena tonjokan.

Semua berawal dari beberapa menit lalu, Iraz mengamuk di ruangan pak Pandu. Keduanya memang selalu bersitegang seolah ada dendam lama yang belum usai. Saat pertama kali datang keruangan pak Pandu bersama Indri, Iraz memang sudah terlihat kesal. Lalu gaya bicara pak Pandu yang mengesalkan dan memprovokasi, menyulut emosi Iraz yang sejak tadi sudah mau meledak. Jadinya, pria usia 31 tahun itu langsung melayangkan tinjunya tepat diwajah, pak Pandu.

Tentu saja pak Pandu tidak tinggal diam, tinju yang dilayangkan Iraz itu sungguh menyakitkan hingga menimbulkan bekas merah dipipi dan mengoyak sedikit ujung bibirnya. Mereka saling berbalas, entah kena ataupun tidak yang jelas Indri jengah melihat kedua laki-laki itu bertarung seperti di film-film laga, yang entah memperebutkan apa.

Salahnya, Indri tidak meminta tolong pada rekan lain atau memanggil security untuk melerai keduanya. Gadis itu malah melerai sendiri dan salah strategi hingga berujung ia menjadi sasaran empuk dari tinju yang dilayangkan Pandu.
Naasnya hal yang sama seperti Pandu juga dialami Indri. Bahkan sebelum itu Indri sempat terpental kedinding akibat kuatnya tenaga yang digunakan Pandu untuk memukul.

"Bagian lain ada yang sakit nggak, Ndri?" tanya Iraz, seraya terus mengompres memar dan luka diwajah Indri.

"Kalau ada bilang, Ndri! Nanti malah semakin parah jika dibiarkan. Benar? Badan-badan mu enggak sakit, abis kebentur tembok tadi?" Indri sungguh malah risih sendiri ditanyai banyak hal seperti ini. Apalagi melihat pak Pandu langsung dipanggil keruang direktur usai kejadian tadi. Lebih dibanding tubuhnya, hati Indri justru merasa tidak enak. Pak Pandu dipanggil hanya karena wajahnya yang terluka dan itu semua ulah Delta yang melapor.

"Aku kenal tukang pijat loh, Ndri. Mau kesana nggak? Aku temani," tawar Iraz yang sejak tadi memang tidak berhenti khawatir.

Sementara Indri sejak tadi jawabnya hanya dengan gelengan kepala, yang berarti ia sama sekali tidak tertarik dengan tawaran-tawaran Iraz.

Lalu setelah semuanya selesai, Iraz sempat memandang pada Indri dan tersenyum penuh arti. "Semangat, dan maaf. Gara-gara aku kamu yang kena." Pria itu juga menepuk, kedua bahu Indri pelan, lalu tanpa sengaja Indri meringis kesakitan. "Bahu kamu sakit, Ndri? Ayo kita kerumah sakit dulu. Penyakit jangan disimpan-simpan, Indri! Benar-benar ya, kamu! Ditanyain juga dari tadi."

Mau tidak mau, Indri harus ikut bersama Iraz. Karena laki-laki itu kali ini, tidak menerima penolakan bahkan alasan. Tangan Iraz sudah lebih dulu membantu Indri berdiri, padahal Indri merasa tidak perlu dibantu.

Sebelumnya Iraz memang tidak pernah seeffort ini dalam hal peduli pada orang lain tapi kali ini karena ia pikir ia adalah sebabnya, maka tidak salah jika melakukannya sebagai bentuk tanggung jawab.

                                       ***

"Masih sakit?"

"Nyeri-nyeri, nggak?"

"Tadi dibawa kerumah sakit nggak, sama rekan kerjamu yang ganteng itu?"

"Indri?"

"Yaww, yuhuuu."

"Jawab dong! Apa perlu aku tf-in juga buat balas pesannya?"

Teringat pesan-pesan yang diabaikannya begitu saja tadi malam, Indri sedikit merasa bersalah. Lalu sekarang ia berharap Delta tidak mencarinya hari ini. Namun, Indri sadar mengharapkan hal itu sama saja dengan berharap salju turun di Kalimantan.

Seperkian detik kemudian, pria yang tidak diharapkannya itu sudah muncul dan baru saja melangkah kearahnya.

"Yaampun, kenapa sih kalau liat aku seperti ngeliatin musibah, Ndri. Memang kamu serisih itu ya denganku?" Delta tidak asal bicara, ia tahu memang itulah yang dirasakan Indri. Delta pun bukan dukun santet yang asal ramal, hingga ia tahu itu. "Sampai kapan sih kamu mau risih sama orang yang ingin dekatin kamu? Sendiri itu memang cukup menyenangkan, Ndri, tapi enggak cukup baik buat kehidupan manusia.  Segimana pun kamu risih dengan keberadaan orang-orang, tetap aja kamu harus bersosialisasi sama orang karena kamu butuh orang lain, Indri! Aku punya orang terdekat yang sifatnya sama kayak kamu, Ndri. Jadi sedikit banyak aku tahu itu."

Indri sebenarnya semakin risih diomeli, tapi ia memilih diam saja dan menganggap segala ucapan Delta itu seperti angin lalu.

"Hari ini kamu bikin bekal nggak? Kalau enggak makan diluar aja yuk," ajak Delta. Sementara Indri masih sedikit dongkol setelah diomeli.

Pria itu juga memperhatikan dari setiap inci wajah Indri. Untuk memastikan tidak ada luka yang serius diwajah gadis itu.

"Aku bawa bekal," singkat Indri yang sama sekali tidak ingin berbasa-basi.

"Ya udah ayo ke pantry, besok-besok kalau enggak bisa jangan bikin aja, ya, kita makan diluar," ucap Delta.
"Dih kamu siapa? Nyuruh-nyuruh."

Kini mereka sudah tiba di pantry, tempat yang biasanya manjadi markas umtuk Indri sendiri sekarang malah menjadi markas mereka berdua, sampai hari ini Indri bahkan tidak habis pikir, bagaimana bisa ia berakhir dengan selalu makan siang bersama Delta, dan bekalnya ia sendiri yang bawa. Indri sedikit heran mengapa bisa selancar ini?

"Indri! yakin enggak mau ngomong apa-apa? Dari kemarin kamu belum pernah nanya apapun loh ke aku. Masa sih kamu enggak penasaran aku deketin kamu sebegininya."

Indri mengernyitkan dahinya seraya menyendok makanannya, didalam hatinya bersuara lagi, "ah, nggak penting."

"Kamu ternyata secuek itu ya Ndri, padahal aku ini sudah cukup cuek loh,Ndri, menurut orang-orang terdekatku, tapi kamu lebih kayaknya."

"Sengaja banget sih mancing-mancing emosi." Akhirnya Indri bersuara, ia sudah tidak tahan membiarkan pria itu berspekulasi seenaknya, walau itu benar semua.

"Siapa? Aku? Bukan mancing emosi, Ndri, tapi mancing kamu untuk bicara aja," kata laki-laki itu. "Aku nemuin sesuatu loh dikamar bang Akmal, disitu tertulis buat kamu. Kamu mau tahu apa enggak?" Sejak kemarin Delta memang selalu ingin berbicara banyak hal pada Indri, tidak hanya tentang abangnya saja, tapi juga tentang Indri.

Lagi-lagi, Indri menggelengkan kepalanya cepat, tepat sebelum Delta mulai bicara panjang lebar.

Melihat itu Delta berdecak sebal dan berkata, "kenapa sih, Ndri?"

"Kamu enggak punya pekerjaan ya? Bagian personalia itu enggak sibuk ya? Maaf divisiku lagi sibuk-sibuknya, jadi enggak mau dan enggak sempat mendengar ceritamu." Delta tidak habis pikir, Indri bisa mengatakan hal sekejam itu.

"Ini masih jam istirahat, aku enggak ganggu waktu kerja mu." Delta sebetulnya ingin kesal dan marah sekali pada Indri usai mendengar ucapannya itu, tapi Delta ingat sekali bahwa yang mulai mendekati Indri adalah dirinya, bahkan tanpa paksaan. Semuanya hanya berawal dari penasaran dan hal-hal yang ia simpan sejak lama, untuk ia tanyakan jika kebetulan bertemu.

"Yaallah ni mulut enggak ada filternya sama sekali ya, gemes aku!" Delta bahkan sengaja mengusap ujung bibir Indri yang terdapat nasi menempel disana.

"Mau tau enggak, kata orang-orang dikampung kita, kalau nasi nempel dipipi saat makan itu katanya bakal punya anak tiri, menurut kamu benar nggak, Ndri?"

Indri bahkan tidak hirau, sekalipun ia tidak penasaran dengan yang dikatakan Delta.

"Enggak penting, enggak mau tahu, enggak guna juga aku tahu. Begitu ya yang dikatakan hati kamu sekarang," tebak Delta yang sangat hafal sekali, padahal kali ini Indri diam saja. Didalam hatinya pun tidak terbesit kata-kata apapun.

"Enggak." Dengan polosnya Indri menjawab seraya memandang pada Delta.

"Ya bagus deh kalau enggak. Jangan cuek-cuek, Ndri, nanti aku penasaran."

'Enggak nyambung'

Bersambung ...

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
SHADOW
6057      1823     0     
Fantasy
Setelah ditinggalkan kekasihnya, Rena sempat mencoba bunuh diri, tapi aksinya tersebut langsung digagalkan oleh Stevan. Seorang bayangan yang merupakan makhluk misterius. Ia punya misi penting untuk membahagiakan Rena. Satu-satunya misi supaya ia tidak ikut lenyap menjadi debu.
Not Alone
533      282     3     
Short Story
Mereka bilang rumah baruku sangat menyeramkan, seperti ada yang memantau setiap pergerakan. Padahal yang ku tahu aku hanya tinggal seorang diri. Semua terlihat biasa di mataku, namun pandanganku berubah setelah melihat dia. "seseorang yang tinggal bersamaku."
Aku Benci Hujan
7056      1861     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Edelweiss: The One That Stays
2215      900     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Premium
Claudia
6669      1713     1     
Fan Fiction
Ternyata kebahagiaan yang fana itu benar adanya. Sialnya, Claudia benar-benar merasakannya!!! Claudia Renase Arditalko tumbuh di keluarga kaya raya yang amat menyayanginya. Tentu saja, ia sangat bahagia. Kedua orang tua dan kakak lelaki Claudia sangat mengayanginya. Hidup yang nyaris sempurna Claudia nikmati dengan senang hati. Tetapi, takdir Tuhan tak ada yang mampu menerka. Kebahagiaan C...
Oscar
2263      1090     1     
Short Story
Oscar. Si kucing orange, yang diduga sebagai kucing jadi-jadian, akan membuat seorang pasien meninggal dunia saat didekatinya. Apakah benar Oscar sedang mencari tumbal selanjutnya?
In Your Own Sweet Way
431      305     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
Love is Possible
159      146     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
Premium
RESTART [21+]
9304      3238     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
SILENT
5487      1649     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...