Prolog
Sejak kecil Indri sudah terbiasa mendengar pertengkaran orang tuanya. Kehidupannya sewaktu kecil tidaklah begitu damai, kadang ia hanya bisa menangis karena ketakutan menyaksikan percekcokan ibu dan ayahnya.
Kadangkala ia menginap kerumah neneknya yang berada diseberang jalan hanya karena ingin tenang. Namun ditempat neneknya juga tidak begitu membuatnya aman. Dirumah sederhana yang masih asri itu tidak hanya ditempati neneknya tapi bibinya, adik ayahnya juga tinggal dirumah itu.
Bibinya yang memiliki sifat otoriter itu membuat Indri yang masih kanak-kanak risih, namun ia bisa apa, selain hanya bisa pasrah pada keadaan.
Lalu pada suatu saat kedua orang tuanya memutuskan bercerai. Semula Indri kira kehidupannya akan damai karena tidak akan mendengar suara-suara cekcok itu lagi. Tapi siapa yang tahu, ibarat keluar dari lubang malah terperosok didasar jurang yang dipenuhi ranjau berduri.
Ketika tinggal bersama nenek dan bibinya ternyata semuanya tak jauh berbeda, bahkan lebih parah.
Ia harus lebih bersabar menghadapi sikap bibinya yang terlewat otoriter.