Read More >>"> Dialog Tanpa Kata (Bab 29) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dialog Tanpa Kata
MENU
About Us  

Dua hari dirawat di rumah sakit, Nolan akhirnya diperbolehkan pulang. Pria itu juga minta cuti selama beberapa hari. Setelah perbincangannya dengan Yeti soal perasaan Rasi pada Sea, Nolan jadi memikirkan banyak hal tentang adiknya itu. Akan tetapi, Nolan juga tak mau melepas Sea. Ia sangat menyayangi dan membutuhkan Sea, selain itu, An juga akan jadi korban andai Nolan meninggalkan mereka.

Siang ini, Nolan dan Sea mengunjungi Yeti. Keadaan rumah cukup sepi tanpa adanya Saphan di sana. Rasi pun sedang di toko, hanya ada Yeti ditemani pelayan rumah. Setelah makan siang, Sea izin pergi ke rumah Dita membawa An. Saat itulah, Nolan membicarakan perihal Rasi pada Yeti.

"Profesor Sandy mengusulkan saya untuk ambil studi lanjutan, Ma. Gimana menurut Mama?"

Setelah kondisinya menurun beberapa hari lalu, kemarin prof. Sandy kembali menyarankan agar Nolan meneruskan studi saja. Dia bisa mengakhiri karier di depan meja operasi dan melanjutkan mengajar di universitas agar kegiatan lebih terjadwal. Waktu untuk Nolan istirahat pun lebih banyak.

"Memangnya mau lanjutin studi di mana?" tanya Yeti.

"Di Singapura, Ma."

"Berapa lama?"

Nolan diam sesaat, semalam ia dan Sea sudah berunding akan hal ini. Nolan mengajak Sea menetap di negara itu, dan Sea setuju.

"Empat tahun? Atau berapa lama, Mas?"

"Saya dan Sea akan menetap di sana. Setelah lulus, saya akan mengajar di universitas, enggak lagi praktek di rumah sakit, Ma."

Yeti diam, mencerna kalimat Rasi barusan. Kedua tangan wanita itu perlahan mengepal. Itu artinya, Nolan akan jauh dari jangkauannya. Ia akan kehilangan waktu banyak dengan Nolan.

"Saya sayang sama Rasi, tapi saya juga enggak bisa mengalah, Ma."

Yeti menelan saliva, ia mengatur napasnya sebelum bicara. "Kamu mau meninggalkan Mama?"

"Akan lebih mudah bagi Rasi kalau jauh dari Sea. Dia hanya butuh waktu untuk melihat ke arah lain. Maaf, ya, Ma. Saya memang terlalu egois," ucap Nolan sambil meraih tangan Yeti yang tengah mengepal.

"Saya yakin Mama mengerti kondisi ini. Saya mau Rasi juga bahagia, meski bukan bersama Sea."

Yeti mengangguk, ia paham apa yang menjadi tujuan Nolan. Ia juga tahu, Nolan sebetulnya berat melakukan hal ini.

"Saya juga berat berjauhan sama Mama," ujar Nolan lagi membuat Yeti membalas genggaman tangan Nolan.

"Iya, Mama mengerti. Mama hanya berharap kalian semua bisa menemukan kebahagiaan masing-masing."

Nolan mengangguk, ia lepas tangan Yeti dan beralih memeluk wanita itu. Keduanya saling mengusap bahu satu sama lain.

"Tapi, nanti kalau Natal kalian bisa, kan, pulang kemari?"

Nolan melerai pelukan Yeti, ia lalu tertawa sambil menyelipkan rambut pendek Yeti ke balik telinga wanita itu.

"Kita pasti bakal kumpul di hari-hari spesial, Ma."

Yeti mengangguk, ia kembali memeluk Nolan. Setetes air mata mulai mengalir di pipi, meski berat menerima keputusan Nolan, tetapi ia berusaha memahami kondisinya.

Nolan pamit dari rumah Yeti sore harinya setelah Sea menyelesaikan urusan di rumah Dita. Ia sengaja tak menunggu Rasi pulang sebab tak mau membuat adiknya itu kembali bersikap dingin dan membuat Sea sedih.

Saat keluar dari gerbang rumah Yeti, mobil Nolan berpapasan dengan mobil Rasi. Keduanya sempat saling melempar pandang dengan Nolan yang tersenyum sambil melambai, sementara Rasi malah diam saja. Rasi kaget melihat keberadaan Nolan di area rumah. Ia berpikir, pasti Nolan habis mengunjungi Yeti. Akan tetapi, kenapa dirinya malah pulang sebelum Rasi tiba.

"Mas Nolan ke sini dari kapan, Ma?" tanya Rasi begitu sampai di dalam rumah.

"Tadi siang," jawab Yeti sambil fokus pada layar ponsel. Wanita itu sedang melihat susunan kegiatan acara bakti sosial yang akan diselenggarakan di gereja pekan depan.

"Kok Mas Nolan enggak nunggu aku pulang, ya? Aku, kan, pengen ketemu An."

"Pengen ketemu An, apa pengen ketemu mommy An?" Yeti bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.

"Mama ngomong apa, sih?" Rasi memekik keras, dia memang sedang banyak menghindari pertemuan dengan Sea. Yeti malah menuduhnya yang tidak-tidak.

"Mas Nolan hanya berpesan sesuatu untuk kamu." Yeti mengakhiri kegiatannya bermain ponsel. Ia taruh benda pipih itu ke atas meja yang ada di hadapannya.

"Mas Nolan nitip pesan apa?" Rasi jadi penasaran, ia menunggu jawaban Yeti dengan penuh minat.

"Mas Nolan berpesan agar kamu selalu jagain Mama." Yeti sebenarnya berdusta, Nolan tadi tidak menitip pesan apa-apa untuk Rasi. Pria itu bahkan belum siap memberi tahu Rasi soal kepindahannya.

"Ya, kan, selama ini juga aku selalu jaga Mama," ujar Rasi seraya menautkan kedua alis hitamnya.

"Mas Nolan mau melanjutkan studi ke Singapura."

Rasi diam, ucapan Yeti laksana petir yang tiba-tiba menyambar.

"Mas Nolan akan mengajar di sana setelah lulus, dia, Sea, dan An akan menetap di sana."

Rasi merasa tubuhnya tiba-tiba melayang. Ia merasa jadi seperti kapas yang tengah ditiup angin kencang, terlempar ke sana ke mari.

"Maaf, Mama tidak bisa menyembunyikan apa yang kamu alami pada Mas Nolan. Sebagai pria, Mas Nolan bisa menebak apa yang kamu rasakan terhadap Sea."

Selanjutnya, Yeti juga katakan alasan utama Nolan memutuskan pindah. Selain karena memikirkan kesehatannya, Nolan pun memikirkan perasaan Rasi.

"Aku harus temuin Mas Nolan. Tega sekali dia enggak kasih tahu aku hal sepenting ini." Rasi beranjak, tetapi sebelum pergi lengannya dijegal Yeti.

"Tunggu saja sampai urusan Mas Nolan selesai. Biar dia fokus mengurus kepergiannya dulu."

Rasi tak bisa membantah, meski ia tetap pergi pada akhirnya sebab ingin menenangkan pikiran. Rasi tidak mau emosinya malah tersalur pada Dita. Akhirnya pria itu memilih pergi ke kafe Shaline. Selain ingin berterima kasih, Rasi pun ingin menikmati kopi buatan Shaline.

Sebelum sampai di kafe, Rasi mampir sebentar ke toko pernak-pernik. Ia membeli jam pasir untuk diberikan pada Shaline. Namun, sayang saat tiba di tempat tujuan, yang membuat dan menghidangkan kopi untuk Rasi bukanlah Shaline.

"Aku enggak tahu rasanya apa akan sama seperti racikan Kak Shaline atau enggak. Soalnya, kopi yang biasa dia suguhkan ke Mas Rasi enggak dia jual sebagai menu," ucap Orin, gadis yang tempo hari berduet dengan Rasi.

"Maksudnya gimana?" Rasi tak paham, kalau tidak ada dalam menu jualan, kenapa sering kali Shaline menghidangkan kopi itu untuk Rasi.

"Kak Shaline cuma meracik kopi yang sering Mas Rasi minum itu untuk abunya dan orang-orang terdekat aja," papar Orin membuat Rasi mengerutkan kening.

"Maksudnya gue dianggap orang terdekat juga?" Rasi menunjuk wajahnya sendiri.

"Iya, kali."

"Terus orangnya sekarang ke mana?" Rasi celingukan, ia belum melihat keberadaan Shaline sedari datang tadi.

"Kak Shaline lagi pulang ke Aceh. Baru siang tadi perginya."

Rasi mengangguk-angguk. Ia kemudian menarik cangkir kopi ke hadapannya. Rasi paling suka menghirup uap tipis dari minuman tersebut.

"Kenapa pulang, apa ada acara?" Pertanyaan Rasi, membuat Orin yang hendak beranjak mengurungkan niat.

"Atau orang tuanya sakit?"

Orin lekas menggeleng, ia akhirnya duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Sambil memeluk nampan dengan mata menerawang.

"Kak Shaline mau menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Acaranya dua pekan lagi, tetapi udah sibuk dari sekarang."

Kopi yang sudah ada dalam mulut Rasi hampir keluar lagi. Ia jelas kaget. Jadi cincin itu mungkin cincin  tunangan Shaline.

"Prianya orang Aceh juga?" tanya Rasi berusaha tak menampakan kekagetan.

"Iya udah dijodohin dari mereka kuliah," ucap Orin membuat Rasi memupuk kecewa dalam hati.

Setelah itu, Orin pamit. Rasi pun menikmati kopi buatan Orin dengan perasaan berkecamuk. Ternyata semesta kali ini lagi-lagi tidak mendukungnya. Selain beda kepercayaan, Shaline pun sudah terikat janji dengan pria lain.

Kopi yang Rasi minum tak membuatnya tergugah. Sepanjang menghabiskan minuman itu ia pun tak menikmati sajian musik yang tengah dipertontonkan. Niat hati mencari hiburan, Rasi malah makin merasa keadaannya tak baik-baik saja.

Rasi memilih pulang, berharap tidur dapat mengikis pikirannya yang carut-marut. Hingga tiga pekan setelah kejadian itu, Rasi mendapat pesan dari Nolan. Ia diminta datang ke sebuah restoran untuk makan malam.

Saat tiba di tempat, bukan Nolan yang ada di sana, melainkan Sea. Wanita itu tampak cantik, seperti biasanya. Memakai rok plisket mustard dengan paduan blus broken white berkerah sabrina sebagai atasan.

"Apa kabar, Ras? Lama banget kita enggak ketemu." Sea berdiri menyapa Rasi.

"Mas Nolan mana?" tanya Rasi langsung duduk tanpa menjawab pertanyaan Sea.

"Maaf, aku terpaksa bohong buat bisa ketemu kamu. Aku yang minta Mas Nolan buat bikin kamu datang ke sini," papar Sea.

"Mas Nolan di mana?" Rasi bicara penuh penekanan.

"Mas Nolan enggak ada, dia ngasih waktu ke kita berdua untuk bicara sebelum kami pergi."

"Kayaknya enggak ada yang harus kita bicarakan." Rasi kembali berdiri, ia membalikkan badan bersiap pergi. Namun, Sea segera menahan lengan pria itu.

"Maafin aku, Rasi. Maaf untuk semua salah yang aku perbuat."

"Maaf untuk apa? Kamu enggak salah apa-apa." Rasi bicara tanpa menoleh ke arah Sea.

"Maaf karena selama ini aku enggak peka sama kamu."

Satu pekan yang lalu, akhirnya Sea mendesak kenapa Nolan kukuh untuk menetap di Singapura. Padahal Sea tahu, Nolan sangat tak ingin jauh dari Yeti. Pengakuan Nolan membuat Sea kaget.

"Apa kamu enggak bisa melihat sorot mata Rasi saat dia menatapmu, Hun?" ucap Nolan saat itu.

Sea banyak merenung setelah itu. Ia mulai mengingat semua perlakuan Rasi padanya. Rasi yang begitu telaten menemaninya saat melahirkan An. Rasi pula yang mengenalkan naskah novelnya pada Zarin dan kini sudah berhasil diterbitkan menjadi buku. Juga perhatian-perhatian kecil yang Rasi berikan padanya.

"Tapi, maaf, Hun. Aku egois, aku enggak mau mengalah dari Rasi. Aku pilih kita pergi saja dari sini, agar Rasi punya banyak waktu melihat ke arah lain."

Sea menghargai keputusan Nolan, ia pun meminta waktu pada suaminya itu untuk menemui Rasi. Sea hanya sekedar ingin membuat hubungannya dengan Rasi membaik sebelum mereka tinggal berjauhan.

"Terima kasih untuk semuanya, Ras." Sea mengeluarkan novel pertamanya dari dalam tas. "Ini buat kamu, terserah mau kamu baca atau enggak. Yang jelas, impian sederhana aku ini bisa terwujud berkat kamu."

Rasi menerima buku yang masih dikemas rapi itu. Ia perlahan membuka plastik yang membungkus benda tersebut. Di lembar kedua, pada bagian pengantar kata tercetak dengan jelas nama Rasi di sana. Sea memberikan ucapan terima kasih khusus pada Rasi.

'Terima kasih untuk orang spesial yang selalu akan menempati ruang khusus di hatiku, Ezhar Gabrian Harasi.'

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (14)
  • rachma

    Namanya Rasi bagus ya ...

    Comment on chapter TAMAT
  • rachma

    Rasi nanti ma Lala aja ya

    Comment on chapter Bab 29
  • rachma

    Semoga papanya Rasi ga apa-apa...

    Comment on chapter Bab 23
  • rachma

    Rasi ma akuh aja mau ga 🀭🀭🀭🀭

    Comment on chapter Bab 22
  • rubi_adawiyah

    Hai Rasi & Sea

    Comment on chapter Bab 1
  • rachma

    😭😭😭😭😭😭😭

    Comment on chapter Bab 20
  • rachma

    Rasi ma akuh aja y πŸ€—πŸ€—πŸ€—πŸ€—

    Comment on chapter Bab 19
  • rachma

    Sakit banget ya Rasi ,,,, sabar ya

    Comment on chapter Bab 15
  • rachma

    Kasihan Rasi, cinta tak terucap ...

    Comment on chapter Bab 14
  • rachma

    Sabar y Rasi ...

    Comment on chapter Bab 13
Similar Tags
EFEMERAL
90      82     0     
Romance
kita semua berada di atas bentala yang sama. Mengisahkan tentang askara amertha dengan segala kehidupan nya yang cukup rumit, namun dia di pertemukan oleh lelaki bajingan dengan nama aksara nabastala yang membuat nya tergila gila setengah mati, padahal sebelumnya tertarik untuk melirik pun enggan. Namun semua nya menjadi semakin rumit saat terbongkar nya penyebab kematian Kakak kedua nya yang j...
Semu, Nawasena
5651      2463     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
HURT ANGEL
113      89     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
SOSOK
84      75     1     
Horror
Dunia ini memang luas begitu pula seisinya. Kita hidup saat sendiri namun bersama sosok lain yang tak terlihat. SOSOK adalah sebuah cerita yang akan menunjukkan sisi lain dunia ini. Sebuah sisi yang tak terduga dan tak pernah dipikirkan oleh orang-orang
Warisan Kekasih
620      437     0     
Romance
Tiga hari sebelum pertunangannya berlangsung, kekasih Aurora memutuskan membatalkan karena tidak bisa mengikuti keyakinan Aurora. Naufal kekasih sahabat Aurora mewariskan kekasihnya kepadanya karena hubungan mereka tidak direstui sebab Naufal bukan seorang Abdinegara atau PNS. Apakah pertunangan Aurora dan Naufal berakhir pada pernikahan atau seperti banyak dicerita fiksi berakhir menjadi pertu...
Coneflower
2682      1358     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." β€” β€” β€” Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...