Rasi kembali membaca isi kata pengantar pada buku Sea dari baris pertama. Immanuel Nolan Kendrick menjadi nama pertama yang Sea tulis, sebagai suami tercinta yang selalu menjadi spesial dan menempati seluruh ruang hatinya.
Rasi tersenyum, pemilik keseluruhan hati Sea tetaplah Nolan. Pria itu kemudian menutup buku, dan menatap Sea.
"Aku bener-bener minta maaf buat semua yang ud__"
"Traktir aku, dong. Masa udah nyempetin ke sini cuma buat nerima buku doang," ucap Rasi, memotong ucapan Sea dengan cepat.
Sea tersenyum, Rasi memperlakukannya seperti di hari-hari lalu. Wanita itu tentu memenuhi keinginan Rasi. Mereka memesan makan, dan menikmati hidangan sambil mengobrol ringan. Selesai makan, Sea mendapati ponselnya bergetar tanda ada pesan masuk. Wanita itu lekas memeriksa ponsel dan membaca pesan dari Nolan.
Mas Nolan
[Hun, naikkin kepala kamu, deh. Aku di sini, di belakang Rasi. Pakai topi hitam]
Sea refleks celingukan setelah membaca pesan dari Nolan. Benar, ada seorang pria berpakaian hitam tengah duduk sambil memegangi buku menu, seolah-olah tengah sibuk memilih makanan.
"Mas ngapain? Mas enggak percaya sama aku?" Sea membalas pesan Nolan. Tak lama Nolan pun membalas.
Mas Nolan
[Iya, ternyata aku terlalu takut . Bukan enggak percaya, cuma enggak bisa membiarkan kamu berduaan dengan pria lain, sekali pun adikku sendiri]
Sea menghela napas, satu sisi ia bahagia Nolan sedalam itu mencintainya. Namun, di sisi lain ia pun merasa tak enak pada Rasi, bagaimana bila adik iparnya itu tahu keberadaan Nolan. Belum hilang bimbang Sea, Nolan kembali mengirim pesan.
Mas Nolan
[Enggak usah kasih tau Rasi. Kalian santai aja]
Sea menurunkan bahu, ia lega sekaligus waswas juga. Rasi sendiri baru selesai menghabiskan makanan, ia heran melihat Sea yang terus-menerus memeriksa ponsel.
"Ada apa? An baik-baik aja, kan?" tanya Rasi.
"Baik, kok. Barusan Mas Nolan cuma ingetin buat jangan terlalu malem pulangnya," jawab Sea gelagapan.
Rasi mengangguk-angguk. "Oh, iya. Kapan kalian berangkat?"
Sea diam, meski dirinya dan Nolan belum memberi tahu Rasi secara khusus, Rasi pasti sudah tahu dari Dita. Sedikit sesal mencuat ke permukaan diri Sea, ia tak enak belum juga menceritakan niat kepindahannya pada Rasi.
"Mas Nolan kemarin sibuk ngurus-ngurus kelengkapan dokumen keberangkatan kami. Maaf, kami belum kasih tahu kamu," ucap Sea membuat Rasi mengangguk.
"Aku paham, kok." Rasi menjawab perkataan Sea sembari menatap wajah wanita itu. Ia hanya ingin merekam dengan jelas pesona ibu satu anak itu dalam ingatannya. Setelah Sea pergi, Rasi berjanji dalam diri untuk melihat ke arah lain. Biar semua yang pernah ia rasakan pada Sea, menjadi kenangan indah, meski semua tak pernah terucap secara lisan. Hanya sebuah dialog dalam hati Rasi, tanpa mampu ia ungkapkan lewat kata-kata.
"Kami pergi lusa, Ras. Mas Nolan mau nemuin kamu besok katanya. Maafin kita, ya."
"Udah, enggak apa-apa. Pasti berat juga buat Mas Nolan bilang hal ini ke aku."
"Iya, dia juga bilang gitu. Kalau chatting atau telfon sama kamu, berusaha menghindari pembahasan kepindahan kami."
Nolan memang kesulitan bicara pada Rasi perihal kepindahannya. Padahal, Nolan dan Rasi seringkali bertukar pesan, sekadar menanyakan kabar. Rasi pun berusaha paham. Kondisi mereka semua sama-sama sulit. Rasi ingin menahan, tetapi ia juga tahu Nolan melakukan semua ini demi dirinya juga, meski tak mudah bagi Nolan memutuskan hal ini.
"Titip Mas Nolan, ya, Sea. Ingetin buat banyak istirahat dan sering hubungin mama."
Kalimat Rasi itu, menjadi penutup perjumpaan mereka berdua. Rasi memilih pamit lebih dulu, tetapi baru saja ia membalikkan badan, Sea kembali menahannya.
"Ras, kamu harus bahagia, ya!" seru Sea membuat Rasi kembali menoleh ke arahnya. Sea pun tak kuasa menahan diri, ia mendekat ke arah Rasi dan berhamburan memeluk pria itu.
"Sekali lagi, makasih buat semuanya, Ras. Dan maaf, aku terlalu banyak nyakitin kamu." Sea bicara dengan suara bergetar menahan tangis.
"Kamu juga harus bahagia sama An dan Mas Nolan, ya." Rasi balas memeluk Sea, ia hirup dalam-dalam aroma vanilla dari rambut Sea, menuntaskan seluruh rasa yang selama ini dipendam.
Gue janji, ini yang terakhir. Setelah ini, gue harus bisa kelarin perasaan ke Sea.
Setelah beberapa detik berpelukan dengan Rasi, Sea tersadar tentang keberadaan Nolan di tempat itu. Ia menatap ke arah Nolan yang tengah beranjak, lalu pergi ke arah toilet dengan kedua tangan mengepal.
Mas Nolan, aku enggak maksud bikin kamu marah.
Sea melerai pelukan pada Rasi, Rasi pun kembali pamit. Ia pergi setelah Sea mengatakan hati-hati. Setelah itu, Sea mencari keberadaan Nolan. Ia sengaja menunggu di depan toilet pria hingga akhirnya Nolan keluar dari sana.
"Rasi udah pulang?" tanya Nolan bersikap hangat seperti biasanya.
"Udah, Mas. Maafin aku, tad__"
"Enggak usah dibahas. Aku mengerti, aku percaya sama kamu."
"Makasih, ya, Mas. Ak__"
"I love you, Sea." Nolan memotong ucapan Sea, ia tak mau mereka berdua meributkan hal yang tak semestinya jadi perdebatan.
"Love you too, Mas."
"Kita pulang sekarang, kasian An di rumah."
Keduanya lekas meninggalkan restoran, dan sampai di rumah saat An sudah lelap ditemani Yeti yang malam itu menginap. Pagi harinya, Nolan sengaja menemui Rasi, ia datang ke rumah Dita tepat ketika ibu dan adiknya tengah sarapan.
Keadaan awalnya canggung, hingga akhirnya Nolan mengutarakan semua niatnya pada Rasi. Rasi tentu tidak kaget, ia hanya diam menanggapi ucapan Nolan.
"Maaf, ya, Ras. Sebagai kakak, saya enggak bisa berbuat apa-apa untuk kamu," ucap Nolan ketika dirinya dan Rasi duduk di teras rumah.
Rasi menggeleng, sejak kecil Nolan selalu banyak mengalah terhadap Rasi. Perbedaan usia yang cukup jauh, membuat Nolan bisa bersikap lebih dewasa dan mengayomi Rasi. Kali ini, saat Nolan mempertahankan wanita yang ia cintai, tidak bisa dikatakan Nolan egois.
"Gue justru bangga sama elu, Mas. Elu bahkan rela pergi dan jauh dari mama demi gue, demi menjaga perasaan gue."
Nolan merangkul bahu Rasi, lali ia menepuk pelan di sana. Mata Nolan memanas, pun dengan hidung yang tiba-tiba terasa disumbat. Dadanya sesak, membuat leher pun tercekat.
"Saya ingin kamu bahagia, Ras. Tapi, saya enggak bisa mengalah kali ini, itu keegoisan saya yang patut membuat kamu marah," ujar Nolan, air matanya lolos sudah tidak lagi bisa ditahan.
"Maaf, Ras. Maaf," kata Nolan lagi.
Suara Nolan yang bergetar, ditambah dengan air matanya yang menetes, membuat mata Rasi ikut berkaca-kaca. Pria itu sudah merasakan dadanya terasa dihimpit batu besar ketika Nolan datang tadi. Hanya saja, Rasi berusaha menekan perasaan sedihnya itu. Ia tak ingin menunjukkan di hadapan Nolan.
"Enggak ada yang harus dimaafkan, Mas. Semua udah jadi takdir yang harus kita jalani. Gue dengan porsi gue, dan Mas dengan porsi Mas. Semua ini cuma soal waktu."
Perkataan Rasi membuat hati Nolan lega. Adiknya itu memang bijak dan mampu berbesar hati.
"Saya ingin kamu bahagia, kemarin mama cerita tentang perempuan bernama Shaline. Kalau emang kamu merasa suka sama dia, kamu bisa meneruskannya, Ras."
Rasi tertawa, ia geser duduknya membuat Nolan melepaskan bahu pria itu. "Shaline muslim, Mas. Aku belum siap untuk ganti password, Mas ngerti, dong?"
"Semua agama itu baik, Ras. Apalagi kalau tujuan kalian sam_"
"Nah, ini yang harus dilurusakan. Shaline mungkin sekarang udah jadi istri orang, Mas."
Sekarang memang sudah pekan ketiga setelah Rask tahu dari Orin bahwa Shaline pulang kampung untuk menikah. Rasi bisa menebak, mungkin acara itu sudah selesai digelar.
"Coba lagi buat lihat ke arah lain, ya, Ras. Kamu hanya perlu membuka hati."
"Iya, gue paham dan bakal ngelakuin itu mulai dari sekarang."
Setelah merasa perbincangannya dengan Rasi cukup, Nolan pamit. Rasi pun harus pergi ke toko, ada kain yang akan datang pagi ini.
Hingga tiba hari keberangkatan Nolan, Sea, dan An ke Singapura, Rasi dan Yeti tentu saja mengantar kepergian mereka ke Bandara. Beda dengan Dita yang memilih di rumah saja, wanita itu tak ingin melihat punggung Sea meninggalkan dirinya.
Sepanjang perjalanan menuju bandara, An minta duduk di pangkuan Rasi yang tengah menyetir. Sea awalnya melarang, tetapi sikap tenang An membuat Rasi tak kesulitan melajukan kendaraan.
An terus-menerus meminta Rasi bernyanyi, mulai dari lagu anak-anak hingga lagu dewasa yang An tahu. Rasi sampai kaget saat An meminta Rasi bernyanyi lagu "Angel Baby" yang dipopulerkan oleh Troy Sivan.
"Reffnya aja, Ras. Dia ketularan momynya, nih," ucap Nolan yang duduk di kursi depan sambil melirik Sea yang menempati bangku tengah bersama Yeti.
"Annya aja yang ikut-ikutan Momy," ucap Sea sambil mengerucutkan bibirnya.
Sampai di Bandara, Rasi dan Yeti mengantar Nolan dan keluarga kecilnya sampai pintu keberangkatan.
"Hati-hati, ya, Mas. Jaga diri baik-baik. Mama titip An dan Sea," ucap Yeti memeluk Nolan, kemudian beralih memeluk Sea.
"Mama nitip Mas Nolan, ya, Sayang. Tolong ingatkan untuk jaga kondisi," ucap Yeti pada Sea. Dita lalu memeluk An, ia menciumi wajah cucunya itu berkali-kali.
Rasi pun sama, meski tanpa bicara apa-apa, ia dan Nolan berpelukan cukup lama. Keduanya saling mengusap punggung, seraya mendongakkan kepala, menahan air mata yang menggenang.
"Kamu harus bahagia, Ras, agar semua yang saya lakukan ini enggak jadi sia-sia."
Rasi hanya mengangguk menanggapi ucapan Nolan. Ia takut menangis bila membalas ucapan sang kakak. Yeti dan Rasi tak berlama-lama di sana, mereka langsung pamit lagi setelah saling berpelukan.
"Belum apa-apa, Mama udah kangen An, Ras," ucap Yeti saat dirinya dan Rasi dalam perjalanan pulang.
"Lama-lama juga terbiasa, Ma." Rasi berusaha menghibur Yeti. Padahal ia pun merasakan hal yang sama.
Tiba di rumah, Rasi langsung masuk kamar. Ia sengaja tak pergi ke toko. Pria itu merebahkan tubuh di atas kasur tanpa membuka sepatu lebih dahulu. Tatapannya menyapu ke seluruh ruangan, hingga pandangannya berhenti pada jam pasir yang ia letakkan di atas meja. Benda itu seharusnya Nolan berikan untuk Shaline.
Melihat jam pasir, Rasi jadi teringat Shaline. Ia duduk, lalu merogoh ponsel dari saku celana jinsnya. Kemarin Rasi mendapatkan nomor ponsel Shaline dari Attar, ia berniat memberi ucapan selamat pada perempuan itu atas pernikahannya. Rasi dengan cepat mengetik pesan untuk Shaline, kemudian ia pergi dari kamarnya untuk menemui Dita.
"Ma, Mama di mana?" Rasi berteriak memanggil Yeti.
"Mama di kamar, Ras!"
Mendengar teriakan Yeti, Rasi pun segera menuju kamar wanita yang telah melahirkannya itu. Yeti tampak sedang duduk di pinggir tempat tidur sambil melihat foto keluarga Nolan.
"Ma, jangan lama-lama, ya, sedihnya." Rasi duduk di samping Yeti, kemudian meletakkan kepalanya di bahu wanita itu.
"Iya, Ras. Mama hanya belum terbiasa saja. Kamu juga harus membiasakan diri. Eh, kayaknya kamu jarang ke kafe itu lagi. Apa karena pemiliknya belum kembali?"
Perkataan Yeti membuat Rasi kembali mengingat Shaline. "Dia, kan, udah nikah, Ma."
Mendengar ucapan Rasi, Yeti tak lagi menjawab. Padahal dirinya sempat berharap Rasi bisa berpaling pada Shaline. Biar saja mereka berbeda, Yeti akan memberi restu seandainya Rasi yang harus mengalah.
"Ma, aku jahat enggak ke orang?"
"Kamu baik, kok."
"Jadi masih ada harapan untuk aku bahagia ya, Ma."
"Pasti, Sayang."
Rasi hanya berpikir, selama ini dirinya selalu berusaha berbuat baik pada sesama manusia. Ia juga tak berbuat jahat terhadap hubungan Sea dan Nolan. Rasi berharap, Tuhan mengganjar semua yang ia lakukan dengan memberinya kebahagiaan.
Jauh di seberang sana, Shaline tengah duduk di tepi pantai Lampuuk, Aceh. Ia memandangi lama layar ponsel yang menampakkan pesan dari seseorang yang mengaku Rasi.
081235789028
[Hai, ini gue, Rasi. Selamat, ya, untuk pernikahannya. Semoga bahagia. Kado nyusul kalo elo balik lagi ke Jakarta]
Shaline mengulas senyum, ia bingung harus membalas pesan Rasi dengan kalimat apa. Dirinya tak jadi menikah dengan Daud, calon suaminya itu meninggal karena mengalami kecelakaan tunggal saat dalam perjalanan pulang mengajar.
Semoga kamu juga bahagia, Mas Rasi.
-END-
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT