Read More >>"> Dialog Tanpa Kata (Bab 24) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dialog Tanpa Kata
MENU
About Us  

Sebelum jatuh dari kursi roda, Saphan awalnya hendak masuk ke kamar tamu yang ditempati Rasi. Namun, baru akan mendorong pintu yang memang terbuka setengahnya, pria itu mendengar percakapan antara Rasi dan Yeti. Rasi bilang ingin pindah rumah, hal tersebut jelas membuat Saphan kaget. Pasalnya, ia merasa gagal jadi seorang ayah setelah tahu alasan Rasi ingin pindah adalah karena ingin menghindari Sea.

'Ini salahmu yang tidak mengerti perasaan anak-anak saat itu, Saphan. Harusnya kamu bisa membaca gerak-gerik Rasi yang menyimpan rasa pada Sea. Harusnya kamu peka saat itu, tidak mengedepankan ego dengan menjodohkan Nolan dan Sea. Meski akhirnya mereka bahagia, tetapi ada darah dagingmu sendiri yang terluka.'

Saphan urung masuk ke kamar, dengan perasaan carut-marut ia kembali ke ruang tamu dan mendapati An yang tengah bergerak ke bibir pintu. Saphan bergegas untuk mencegah sang cucu keluar dari rumah. Namun, pergerakan tiba-tiba yang Saphan lakukan, malah membuatnya hilang keseimbangan dan jatuh tersungkur dari kursi roda.

Kini, setelah sampai di IGD pun Saphan belum sadarkan diri. Yeti kira Saphan hanya tertidur, padahal kondisinya makin lemah. Tindakan medis terbaik langsung dilakukan. Jantung Saphan yang sebelumnya sempat berhenti berdetak, kembali berfungsi setelah dilakukan tindakan pompa jantung. Dokter pun memasang alat bantu napas pada Saphan. Keadaan Saphan terus dipantau oleh perawat sebelum dipindahkan ke ruang lain.

"Ma, Aro udah nunggu aku di toko. Kalau aku pergi sebentar enggak apa-apa, kan?"

Setelah keadaan tenang, Rasi bicara pada Yeti yang tengah duduk pada kursi di samping ranjang yang Saphan tempati. Rasi barusan mengecek ponsel, Aro memberi tahu bahwa kedatangannya ke toko dia majukan jadi pukul 13.00.

"Iya, tidak apa-apa. Pergi saja, kasihan temanmu." Yeti menjawab dengan suara parau, wanita itu baru saja dapat meredakan tangisnya.

"Mama, kan, tahu sendiri gimana Aro." Rasi mengingatkan Yeti tentang sifat Aro yang selalu ingin Rasi ada di toko saat dirinya mengambil bahan pesanannya.

"Iya, lagian papa juga kalau sedang sadar, pasti menyuruh kamu mengutamakan pelanggan," ucap Yeti memasang senyum meski dipaksakan.

Sebelum pergi, Rasi berbisik di telinga Saphan. Ia katakan harus pergi sebentar dan akan kembali setelah urusan selesai. Selama ini, Saphan yang mengajarinya harus mengutamakan pelanggan toko mereka. Dalam kondisi apapun, pekerjaan harus digeluti dengan profesional.

Rasi tiba di toko bertepatan dengan Aro yang juga baru sampai. Pria itu datang bersama anak gadisnya yang baru berusia sembilan tahun.

"Kok, elo kayak baru dateng gitu, sih?" tanya Aro.

"Iya, gue abis dari rumah sakit nganter bokap."

Aro kemudian bertanya apa yang terjadi dengan Saphan. Rasi pun menceritakan dengan rinci kondisi yang dialami sang ayah. Aro sempat meminta maaf, dia memaksa Rasi datang sebab tidak tahu temannya tengah diterpa musibah.

"Enggak apa-apa, lagian papa juga yang sering ngajarin gue buat ngutamain pembeli." Dulu saat Saphan masih sehat, Aro pun sering bertemu dengannya saat membeli bahan.

Aro melanjutkan memeriksa bahan yang sudah dipesan beberapa pekan lalu itu. Setelah barang yang ia inginkan sesuai, pria itu segera meminta pekerja Rasi mengemas benda tersebut dan ia pun pamit. Saat tahu Rasi hendak kembali ke rumah sakit, Aro memutuskan ikut dengan Rasi. Aro pun bilang bahwa Nando dirawat di rumah sakit yang sama dengan Saphan.

Aro dan Rasi mengendarai mobil masing-masing, mereka berjanji akan bertemu lagi di lobi rumah sakit. Begitu sampai, keduanya memutuskan ke kamar Nando terlebih dahulu. Keadaan pria itu sudah mulai membaik meski leher dan kakinya dipasangi gips.

Rasi tak bisa lama di ruangan Nando, meski salah satu buah hati sahabatnya itu sempat meminta Rasi menemaninya. Mungkin karena sering berinteraksi dengan An, Rasi dapat dengan mudah membuat anak kecil nyaman di dekatnya. Namun, Rasi merasa cemas dengan keadaan Saphan, karena Nolan pun sudah mengiriminya pesan untuk segera kembali ke IGD.

Begitu sampai di depan IGD, Rasi mendapati Yeti yang tengah menangis meraung-raung dalam pelukan Nolan, dan Sea mengusap punggung wanita itu. Rasi pun melihat, alat pernapasan dilepas dari tubuh Saphan oleh seorang dokter.

"Mas, ada apa?" tanya Rasi.

Nolan menoleh, wajah pria itu pun sudah basah dengan air mata. Rasi kemudian beralih ke arah tempat tidur, di mana ada Saphan yang terlihat kaku. Ia mendekati Saphan, lalu berhamburan memeluk ayahnya itu. Seorang pria tinggi besar yang merupakan dokter memberi tahu Rasi bahwa Saphan sudah tiada.

"Coba periksa dulu yang bener, Dok!" sentak Rasi pada dokter yang berdiri di sampingnya itu.

"Sudah, Mas. Keadaan pasien memburuk beberapa menit lalu. Kami sudah melakukan apa yang seharunya kami perbuat, tapi memang kenyataannya seperti ini."

Pemaparan dokter tersebut membuat Rasi mengguncang bahu Saphan. "Pa, bangun, Pa! Papa, ngomong dulu sama aku, Pa!"

"Rasi, jangan kayak gitu." Sea menegur dengan suara lembut membuat Rasi menoleh padanya.

"Papa udah enggak ada, kamu lebih baik menyingkir biar petugas mudah mengurus jenazah papa." Sea kembali bicara dan membuat Rasi mundur selangkah.

Setelah itu, perawat dan dokter membawa jenazah Saphan ke ruang mayat. Rasi memilih mendekat ke arah Yeti. Ia ingat, dulu saja wanita itu terpuruk ketika suami pertamanya meninggal. Rasi tidak mau kejadian itu terulang.

"Ma, maaf, ya aku tadi maksa pergi dan ngebiarin Mama ngelewatin kepergian papa tanpa aku."

Ucapan Rasi membuat Yeti menarik diri dari pelukan Nolan. Mata Yeti sudah sangat sembab, bahkan air matanya pun masih saja berderai. Rasi segera memeluk Yeti sembari memecahkan tangisannya. Ia sesenggukan layaknya anak kecil yang kehilangan mainan.

"Harusnya aku tadi enggak pergi, ya, Ma. Harusnya aku tetap di samping papa tadi," kata Rasi diiringi isak tangis.

"Kamu abis kerja, Ras. Jangan nyalahin diri sendiri kayak gini," ucap Sea yang kini berganti mengelus punggung Rasi.

Tak bisa Rasi pungkiri, punggungnya terasa hangat disentuh Sea. Perasaannya pun lebih lega.

"Kamu justru bisa buktiin ke papa kalau kamu bisa tanggung jawab sama kerjaan. Papa pasti pergi dengan tenang melihat anaknya ini sudah lebih matang mengelola toko." Nolan ikut menghibur Rasi.

"Nah, bener apa kata Mas Nolan. Papa pasti bangga sama kamu." Sea kembali bicara, ia lalu berpandangan dengan Nolan dan saling melempar senyum.

"Benar apa kata Mas Nolan dan Sea, Ras. Papa pasti bangga sama kamu." Yeti ikut bicara sambil melerai pelukannya pada Rasi.

Yeti tahu, awalnya Rasi tak suka meneruskan bisnis Saphan. Ia ingin meniti karir di bidang musik, pusing katanya mengurusi toko. Harus melayani pelanggan, harus cekatan melihat peluang pasar, dan harus bersaing dengan banyak pengusaha lainnya.

Namun, Saphan terus-menerus memaksa Rasi, hingga ia akhirnya terserang stroke yang membuat Rasi awalnya terpaksa mengelola usaha tersebut. Dari waktu ke waktu, Rasi bisa membuktikan dirinya mampu menjalankan bisnis itu, bahkan tokonya punya lebih banyak pelanggan setelah Rasi membuat iklan pada media sosial.

"Aku cuma nyesel, selama ini kurang deket sama papa. Aku selalu menganggap papa terlalu otoriter sama aku. Aku selalu mikir papa terlalu memaksakan kehendaknya sama aku." Termasuk lebih memilih menjodohkan Sea dengan Mas Nolan, bukan sama gue.

"Orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya, Ras. Dan terbukti, kalau kita menurut sama ucapan orang tua, hidup kita pasti lebih terarah." Sea menimpali ucapan Rasi dengan senyum di bibir.

"Nih, buktinya aku sama Mas Nolan. Andai kami enggak nurut sama papa, mungkin hari ini enggak akan ada An. Aku enggak punya suami yang ternyata sangat memperlakukan wanita dengan baik, meski sempet bikin darah tinggi dulu." Sea niatnya bercanda, tetapi yang tersenyum hanya Nolan dan Yeti. Rasi malah rasanya makin terpukul. Memang bukan salah Sea, wanita itu tidak tahu isi hati Rasi yang sebenarnya.

Rasi memilih tak menimpali ucapan Sea, ia malah mengajak Yeti untuk keluar dari IGD dan membawa wanita itu ke taman rumah sakit selagi menunggu jenazah Saphan diurus. Yeti menceritakan kejadian sebelum Saphan meninggal.

"Tadi kondisi papa terus-menerus menurun. Mama sampai tidak membiarkan perawat pergi dari IGD. Sea dan Mas Nolan juga ikut menunggu."

Rasi kembali dihantam rasa bersalah, tetapi ia berusaha menepis semua itu. Rasi meyakinkan diri bahwa Saphan pun pergi dengan tenang, sebab dirinya kini sudah sangat bertanggung jawab pada toko.

Tadi Yeti tak melepaskan menggenggam tangan Saphan, hingga akhirnya pada pukul 15.15, Saphan dinyatakan meninggal oleh dokter yang memeriksa.

"Apa papa pernah mengeluh soal aku, Ma?" Rasi cukup sadar diri, ia menghabiskan masa sekolah dan kuliah dengan kadar kenakalan yang cukup tinggi, meski tak sampai berurusan dengan polisi.

"Papa hanya pernah bilang, takut kalau Rasi tidak mau melanjutkan bisnisnya. Sebab papa merintis usaha itu dari nol, akan sayang kalau tidak diurus."

Rasi awalnya memang terpaksa mengurus toko dan konveksi milik Saphan, tetapi seiring berjalannya waktu ia pun larut dalam peran itu. Bahkan Rasi bisa mengembangkan ide-ide segar sesuai perkembangan zaman.

'Rasi bakal terus jaga amanah Papa. Rasi bakal kembangin usaha ini, Pa.'

Setelah menunggu beberapa jam, Sea datang memberi kabar bahwa jenazah Saphan sudah selesai diurus. Yeti memutuskan membawa jenazah ke kediaman mereka saja, tidak menggunakan jasa rumah duka sebagai tempat untuk para kerabat dan saudara melayat.

Begitu sampai di rumah, para tetangga, pemuka agama setempat, kerabat dekat, pun saudara Saphan sudah berkumpul. Beberapa orang pria bahkan ikut menurunkan peti jenazah dan menempatkannya di ruang yang telah disediakan.

Keesokan harinya, Saphan baru dikebumikan setelah seluruh saudara datang memberi salam perpisahan. Keadaan rumah masih ramai, beberapa keluarga belum pamit pulang setelah mengantar jenazah Saphan. Karangan bunga masih berjejer di depan rumah, para pekerja pun sedang sibuk bersih-bersih. Namun, entah mengapa keadaan tersebut malah membuat Yeti merasa kosong dan hampa. Ia merasa sepi, bising dari suara anak-anak tidak menghancurkan sunyi dalam hati yang tercipta sedari kemarin.

"Ma, Mama makan dulu, yuk?" Rasi menghampiri Dita di kamarnya. Wanita itu tengah duduk di tepi tempat tidur sambil memeluk kaus Saphan.

"Belum lapar, Ras." Yeti tak menoleh pada Rasi, tetap menunduk seperti sebelumnya.

"Makan dulu, Ma. Biar Mama enggak sakit."

"Sekarang pun Mama udah sakit, Ras."

Rasi menghela napas, ia duduk di samping Yeti dan memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu dari samping. "Mama mau makan apa? Biar aku belikan."

Yeti menggeleng, ia biasa makan bersama Saphan selama pernikahannya. Kini, tiba-tiba harus makan sendiri rasanya pasti akan aneh.

"Tidak penting makan dengan apa, yang penting adalah makan bersama siapa, Ras! Mama bukan hanya kehilangan suami, tetapi juga kehilangan teman makan yang membuat selera makan."

Rasi membiarkan Yeti kembali menangis, ia tak bicara lagi, sebab dalam kondisi seperti itu akan sulit membuka pikiran Yeti. Rasi hanya tetap memeluk Yeti, sembari mengusap bahu wanita itu.

"Setelah ini, apa kamu tetap berniat pindah dari sini? Apa kamu juga bakal pergi seperti papa?" ucap Yeti setelah bisa meredakan tangisan.

"Pindah?" Suara Sea mengalihkan perhatian Rasi dan Dita. "Kamu mau pindah ke mana, Ras?" ucap Sea lagi setelah berdiri di hadapan Rasi dan Yeti.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (14)
  • eka zevi

    Semangat sea

    Comment on chapter Bab 1
  • bubun

    Mangat Sea 💪

    Comment on chapter Bab 1
  • rachma

    Sabar ya Rasi ngadrpin Sea ...

    Comment on chapter Bab 2
  • rachma

    Rasi ...

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
EFEMERAL
90      82     0     
Romance
kita semua berada di atas bentala yang sama. Mengisahkan tentang askara amertha dengan segala kehidupan nya yang cukup rumit, namun dia di pertemukan oleh lelaki bajingan dengan nama aksara nabastala yang membuat nya tergila gila setengah mati, padahal sebelumnya tertarik untuk melirik pun enggan. Namun semua nya menjadi semakin rumit saat terbongkar nya penyebab kematian Kakak kedua nya yang j...
Semu, Nawasena
5653      2464     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
HURT ANGEL
113      89     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
SOSOK
84      75     1     
Horror
Dunia ini memang luas begitu pula seisinya. Kita hidup saat sendiri namun bersama sosok lain yang tak terlihat. SOSOK adalah sebuah cerita yang akan menunjukkan sisi lain dunia ini. Sebuah sisi yang tak terduga dan tak pernah dipikirkan oleh orang-orang
Warisan Kekasih
620      437     0     
Romance
Tiga hari sebelum pertunangannya berlangsung, kekasih Aurora memutuskan membatalkan karena tidak bisa mengikuti keyakinan Aurora. Naufal kekasih sahabat Aurora mewariskan kekasihnya kepadanya karena hubungan mereka tidak direstui sebab Naufal bukan seorang Abdinegara atau PNS. Apakah pertunangan Aurora dan Naufal berakhir pada pernikahan atau seperti banyak dicerita fiksi berakhir menjadi pertu...
Coneflower
2682      1358     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...