Senja:
Masa muda yang telah dikunjungi keagungan langit,
dan yang dengan dahaga serta lapar melindungi cinta, adalah anak-anak Tuhan yang sejati.
Akan tetapi, orang selalu berkata:
“Ia orang gila! Ia tidak mendapatkan apa pun dari cinta,
dan yang dicintainya juga sama sekali tidak cantik, dan ia selalu tenggelam dalam duka sengsara!”
Kasihan orang-orang bodoh itu!
Jiwa-jiwa mereka telah rusak sebelum mereka melahirkan di ranjang si budak!
Belia:
Bukan tukang puji atau tukang cela yang ditampung oleh sang padang,
dan tiada rahasia yang dipendam oleh alam.
Anak kijang yang melompat gembira tatkala senja mulai tiba dan rajawali tak pernah senyum atau berkerut dahi, tapi semua yang ada di haribaan padang itu terlihat, bernyanyi,
dan melalui jiwaku, biarkan lagunya bernyanyi,
karena cinta adalah karunia hati yang amat berharga, kenikmatan surgawi,
dari kehilangan ciuman dari-Nya.
Senja:
Kita lupa keagungan sang penakluk, dan hanya mengingat kebrutalan dan kegilaannya.
Dari hati Alexander, nafsu berkembang tumbuh,
dan melalui jiwa Qais, maka kebodohan dapat dikalahkan.
Kemegahan Sang Alexander hanyalah kekalahan.
Siksaan bagi Qais adalah kemewahan dan keagungan.
Dari hati Alexander, nafsu berkembang tumbuh,
dan melalui jiwa Qais maka kebodohan dapat dikalahkan.
Kemegahan Sang Alexander hanyalah kekalahan.
Siksaan bagi Qais adalah kemewahan dan keagungan.
Melalui sang jiwa, bukan lagi raga, cinta ditampilkan, untuk menghidupkan dan bukan mematikan yang ada ketika anggur dituangkan.
Belia:
Kenangan sang pencinta melayang di atas padang, tapi perilaku seorang tiran menghasilkan pemikiran, karena kejahatannya diabaikan dalam buku sejarah.
Karena cinta, segala benda menjadi kuil suci.
Berikan aku kecapi dan biarkan aku bernyanyi, dan melalui jiwaku, biarkan musiknya bernyanyi.
Lupakan kejahatan si kuat.
Hanya kepada alam semuanya terikat.
Bunga lilia diciptakan sebagai piala embun anggur manis suguhan pagi.
Senja:
Kebahagiaan di dunia hanyalah serangga.
Hantu yang lewat, hasil buatan manusia dengan biaya emas dan hitungan masa.
Dan ketika bayangan itu jadi kenyataan, manusia segera mengenakannya.
Sungai-sungai berpacu bagaikan kuda jantan, melesat di rerumputan, menerbangkan debu-debuan.
Usaha-usaha manusia dengan menggunakan tubuh sebagai bahannya adalah hal terlarang, ketika dilakukan maka hasratnya menjadi berkuasa.
Ketika engkau menyaksikan seorang manusia berbolak-balik dari yang dilarang yang membawa kejahatan yang sangat kepada diri,
lihatlah kepadanya dengan mata cinta, sebab ia menyimpan Tuhan di dalam dirinya.
Belia:
Kosong dan kering dari harapan dan perhatian adalah padang yang indah.
Ia tak peduli kepada hasrat, dan tak pernah berusaha membuat apa pun dari apa pun,
karena Tuhan yang Maha Kuasa telah menyediakan segalanya.
Berikan aku kecapi dan biarkan aku bernyanyi, dan melalui jiwaku, biarkan musiknya bernyanyi.
Nyanyian adalah cinta, harapan sekaligus hasrat, kecapi yang berdenting menjadi api dan sinarnya.
Senja:
Tujuan jiwa di dalam hati telah dihentikan, dan dengan penampilan, ia tidak dapat dinilai.
Orang seringkali mengatakan,
“Saat jiwa telah mencapai kesempurnaan, maka ia akan terlepas dari kehidupan, sebab jika jiwa adalah buah, maka jika ia masak ia akan terjatuh dari pohon dengan kekuatan angin Tuhan.”
Dan yang lain menimpali,
“Ketika tubuh terbaring, kematian jiwa akan terpisah darinya, seperti bayangan di wajah danau yang menghilang kala panen musim mengeringkan airnya.”
Tapi, oh, tidak pernah lahir untuk mati, melainkan akan hidup selalu dan berkembang.
Sebab bagaikan angin udara yang bertiup dan menggugurkan bunga ke pangkuan bumi, maka datang pula angin Selatan untuk mengembalikan keindahan.
Belia:
Sang padang tidak membedakan jiwa dengan badan.
Lautan dan awan, embun dan kabut, semuanya satu adanya, baik yang bening maupun pekat.
Berikan padaku seruling dan biarkan aku bernyanyi, dan melalui jiwaku, biarkan musiknya bernyanyi, karena lagu adalah kesatuan badan dan jiwa anugerah mangkuk emas dan kedalamannya.
Senja:
Tubuh adalah rahim bagi ketenteraman jiwa, dan di sana, ia terlelap hingga cahaya terlahir.
Sang jiwa adalah benih di dalam tubuh manusia, dan hari kematian adalah hari kebangkitan, karena ia adalah hari kebesaran kerja dan jam kekayaan kreasi.
Tapi kejahatan yang telanjang selalu menyertai manusia,
dan merusak kesuburan dari kehidupan jiwa.
Betapa banyak bunga yang tak punya aroma semenjak hari penciptaannya! Betapa banyak mendung. Berkumpul di angkasa, kering dan hujan. Tak melahirkan tetes-tetes mutiara.
Belia:
Tak satu pun jiwa yang kering dalam padang yang baik,
dan para pengacau tak akan dapat merusak kedamaian kita.
Benih yang ketika hari panen terkandung dalam hatinya adalah rahasia pohon palem.
Sejak awal masa penciptaan alam.
Berikan padaku seruling dan biarkan aku bernyanyi, dan melalui jiwaku, biarkan lagunya bernyanyi,
karena musik adalah hati yang tumbuh bersama cinta, bagaikan mata air yang tak tersentuh.
Senja:
Maut adalah akhir bagi anak-anak bumi, tapi bagi jiwa, ia adalah awal, keagungan kehidupan.
Ia yang memeluk fajar kebenaran dengan mata hatinya,
maka ia akan meraih ekstase, bagaikan gemerecik anak sungai,
tapi siapa yang terlelap sepanjang hari-hari bercahaya surgawi pasti habis
dalam kegelapan cinta yang abadi.
Jika kepada bumi ia berpegang saat tersandar,
dan jika ia menyentuh alam yang dekat dengan Tuhan,
maka anak Tuhannya akan menyeberangi lembah maut, bagaikan melangkah di atas parit.
Belia:
Tak ada maut di padang yang baik atau lahan untuk penguburan atau doa untuk dibaca.
Ketika batu nisan telah tanggal, kesenangan tetap terus hidup, karena maut hanya menghapuskan belaian, dan bukan kesadaran dari segala kebaikan.
Dan siapa yang telah hidup satu musim semi atau lebih memiliki kehidupan spiritual dari mereka yang telah menghabiskan seribu musim semi.
Berikan aku seruling dan biarkan aku bernyanyi, dan melalui jiwaku, biarkan musiknya bernyanyi.
Karena musik membuka rahasia jiwa, membawa damai, mengusir segala nestapa.
Senja:
Sang padang sangat kaya, dan manusia hanya punya sedikit.
Manusia adalah roh dari penciptaan di dunia, dan segala padang diciptakan untuk manusia,
tapi manusia dengan kehendaknya sendiri menghindari, lari dari cinta dan keindahan Tuhan, padang yang sangat indah.
Belia:
Berikan aku seruling dan biarkan aku bernyanyi.
Lupakan yang pernah kita bicarakan selama ini.
Bicara adalah debu, mengotori udara dan hilang diri di keluasan cakrawala.
Apakah perbuatan baik yang pernah kau lakukan?
Mengapa tidak kau ambil padang sebagai perisai?
Mengapa tidak engkau kosongkan istana dari kota yang penuh bahaya dan mendaki bukit kecil,
dan menemukan anak sungai, dan menghirup aroma, dan merayakannya bersama matahari?
Mengapa tidak kau minum anggur fajar dari piala agung kebijaksanaan dan merenungkan gugusan buah-buah ranum anggur, bergayutan bagaikan manik-manik emas?
Mengapa engkau tidak mengenakan jubah keabadian langit, dan sebuah ranjang dari bunga-bunga dari mana terlihat hamparan tanah Tuhan?
Mengapa tidak engkau tinggalkan masa depan dan lupakan masa lalu?
Tidakkah engkau memiliki hasrat untuk hidup sebagaimana engkau dilahirkan untuk hidup?
Usirlah deritamu dan tinggalkan segala benda substansi, karena masyarakat hanyalah beban, derita dan kedukaan.
Ia adalah jaring laba-Laba – lubang tikus.
Alam akan mengangkatmu sebagai bagiannya sendiri, dan segala kebaikan akan lahir di dirimu.
Anak sang ladang adalah anak Tuhan.
Senja:
Tinggal di padang adalah harapanku, kerinduan dan dambaan, serta untuk keindahan serta kedamaian hidup seperti itulah aku ingin.
Tapi kehendak takdir bagai besi yang mengguratkan gagasan, tindakan dan ucapan, dan tidak mencukupi, melangkahkan kakinya ke tempat tujuan yang tak dikehendaki.
Cinde:
Merpatiku di celah-celah batu,
di persembunyian lereng-lereng gunung,
perlihatkanlah wajahmu, perdengarkanlah suaramu!
Sebab merdu suaramu dan elok wajahmu.
Kekasihku kubukakan pintu,
tetapi kekasihku sudah pergi – lenyap,
seperti pingsan aku ketika ia menghilang.
Katakanlah, bahwa sakit asmara aku!
Dengarlah suara jeritanku, kekasihku!
Bangunlah, duhai – bangunlah sayangku.
Musim dingin telah usai, hujan telah berhenti, dan yang tinggal hanya bau tanah –
semua itu sudah lalu dan bunyi burung tekukur terdengar di tanah kita.
Bangunlah, rinduku!
Katakanlah, bahwa sakit asmara aku!