Read More >>"> Garuda Evolution (Bab 4: Asian Festival Cosplay) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Garuda Evolution
MENU
About Us  

Margana cs melayani pelanggan di studio. Selesai melayani pelanggan, mereka menuju dapur. Sena, selesai makan langsung bersendawa. Aji menatap lauk dan nasi di bekalnya habis tanpa sisa. Karena bekal Aji adalah masakan kedua Wanda.

"Kamu yang habisin lagi?"

Sena meringis.

"Maaf, Bang, habis enak," akunya.

Mereka duduk, menyantap bekal. Aji menyeret bekal Samudra.

"Hei, itu bekalku!" serunya. "Mana bekalmu?"

"Dihabisin si Sena," kata Aji, akan menyuap ayam dibekal Samudra namun segera diseret Samudra lagi."Enggak mau! Ambil tuh punya Sena!"

Aji mendengus, menatap bekal Sena yang telah habis.

"Habis juga?"

"Iya, Bang."

"Kamu lapar banget, Sen?"

"Iya, hari ini masakannya cocok dengan seleraku."

"Jadi, aku makan apa nih? Perutku masih lapar. Kemarin juga sama karena habis pertarungan-"

"Pertarungan apa?" timpal Erza sehabis dari kamar mandi.

"Eh? Pertarungan... pertarungan... "

"Bukan pertarungan. Sena Mencoba pedekate sama Wanda, Oom!" lanjut Margana menutupi.

Aji mendelik ke arahnya.

"Oh, kamu masih lapar, Nak? Tuh, di gantungan jok sepeda melayang saya ada bento. Kebetulan pas pergi ke rumah teman saya ada restoran Jepang yang mengadakan diskon..."

Aji berdiri, beranjak ke arah salah satu sepeda melayang, mengambil bento itu.

"Yang ini Oom?"

"Iya."

"Terima kasih," ucap Aji. "Rezeki anak sholeh... hehehe." membuka bento itu.

Samudra mengambil salah satu lauk di bento yang sekarang milik Aji. Aji memukul tangannya.

Plaak!

"Aduh!"

"Ini punyaku! Enak saja!"

Margana, Sena, dan Erza tertawa.

Aji menyantapnya sambil memamerkannya.

"Enak tenaan!"

Samudra mendengus.

"Kemarin mereka itu siapa ya?" kata Margana.

"Siapa, Bang?"

"Kemarin itu pertarungan..."

"Enggak tahu."

Erza menggeser kursi, duduk.

"Pertarungan apa sih yang kalian maksud?"

"Bukan," Margana mengalihkan obrolan, tidak jadi. "Tapi ini ngomongin orang lain Oom."

"Terus?"

"Kami penasaran. Ibu pemilik kost cowok paling tahu..."

"Mirna?"

"Oom kenal sama Bu Mirna?"

"Kenal."

"Saya kebetulan kenal sama salah satu anak kost di situ. Pernah, waktu mengambil peralatan buat fotografi di rumahnya Oom, waktu itu saya jatuh dari sepeda melayang, saya ditolong sama namanya Bang
Yudha..."

"Yudha?"

"Iya. Kayaknya seumuran sama kalian, Bang."

"Yudha siapa?"

"Yudha Wijaya?"

"Enggak tahu. Pokoknya dia bilang Yudha namanya. Untungnya, peralatannya enggak ada yang rusak."

Margana mengangguk. Seketika Evolution Entity mereka menyala terang. Mereka berdiri.

"Oom, kami pergi dulu sebentar."

"Boleh?"

"Ke mana?"

"Ada urusan."

"Boleh. Jangan lama-lama." ada Whatsapp masuk di handpone-nya. Dia membuka, membacanya.

Mereka keluar berlari, berbelok ke Jalan Mawar lalu berubah.

"Aruna Evolution!"

Mereka berubah lalu meraih kartu Blumbangan, mereka terisap di lingkaran sihir itu menuju Wedhi. Sinetra, mendongak menatap sesuatu yang muncul di atasnya.

"Mereka!"

Ia segera bersembunyi namun kakinya keburu terkena besetan keris menyala merah.

Breet!

"Ugh!"

Ia terjatuh tapi bisa bangkit lagi.

"Dia yang kemarin. Kalian bereskan!" perintah Margana kepada Aji dan Samudra. Mereka langsung melayang ke arah Sinetra. Aji mengeluarkan sihir bola merah-api, melesat ke arahnya.

"Fire Ball!"

Sinetra mengeluarkan pedangnya, melayangkannya ke bola-bola itu.

Sreet!

Sreet!

Samudra melayangkan keris menyala ke arahnya.

Set!

Tring!

Trang!

Margana merasakan daya kartu di sekitar tempat itu. Melayang turun, tangannya diletakkan di atas pasir. Muncul sinar kemerahan lalu padang pasir itu pelan-pelan retak dan menyebar. Aji dan Samudra yang melawan Sinetra mengetahui retakan, langsung melompat bersamaan-Sinetra tak sempat melompat, terperosok jatuh.

"Aaah!"

Jedug!

"Ah!" pekik Eka, kepalanya terbentur meja. Ia meraih pensil yang terjatuh di bawah meja.

"Bullshit!"

Ia memegangi kepalanya yang sakit. Molly, memasuki kamar. Dia melihat Eka, mengeong.

"Apa? Minta makan lagi?" katanya. "Kan sudah dikasih makan tadi. Nanti sore minta sama Sine sana..." ia mencoba menulis novel di buku catatan kosong, diambilnya dari lemari.

"Meong."

"Apalagi?"

Molly naik ke ranjang, menggulung badan, mencoba tidur.

"Tuh, kan sampai mana aku tadi?"

Sebelum menulis novel yang awalnya enggak sengaja itu ia membuka salah satu akun sosial media, dan mencoba berkenalan hingga kontak ke Whatsapp dengan salah satu penulis bernama Lisa Massivecore.

"Nanti, aku tanya Kak Sasa saja," gumamnya, melanjutkan menulis.

Perasaannya mulai tak enak. Ia berhenti menulis. Menoleh ke tas batik milik Sinetra. Beranjak dari kursi, membuka tas-memperlihatkan Evolution Entity-nya menyala terang.

"Huh!"

Ia meraihnya langsung berubah membuat Molly terbangun, membuat kedua matanya silau.

Eka pun terisap kartu Gapuran berpindah ke tempat di mana Sinetra bertarung melawan Margana cs. Melihat sekeliling tempat berpasir itu. Ia menunduk, melihat retakan yang lebar. Perasaannya mengatakan, kalau Sinetra berada di sana. Ia melesat turun, masuk ke dalam retakan namun Margana tahu kehadirannya segera melemparkannya keris kecil menyala.

Set!

Set!

Eka berbalik menghindar, meliuk ke Margana dengan merentangkan salah satu kakinya menendang.

Buaak!

Margana terjungkal.

"Ugh!"

Eka melesat lagi ke arah retakan, masuk mencari Sinetra. Di antara puing-puing itu ia melihat tangan yang tertutupi oleh debu. Ia turun, menariknya. Tampak pemuda itu tak bergerak. Mengibas-ngibaskan debu yang melekat di tubuhnya.

"Sine!"

Pemuda itu tersadar.

"Ka...?"

Eka menggotongnya keluar melesat dari retakan.

"Lihat! Ada Pahlawan Garuda satu lagi!" Aji melihat mereka.

"Mereka mau ke mana?"

"Kita kejar, Dra!"

Samudra menurut bersama Aji mengejar mereka.

Eka melesat terbang ke arah tiga bukit kecil di situ, turun lalu meletakkan Sinetra pelan.

"Kamu enggak apa-apa?"

Sinetra memegang kepalanya.

"Iya..." ia melihat Samudra dan Aji mengejar mereka."Eka, mereka!"

Eka menoleh, berdiri, merentangkan tangannya di atas. Di tengah mereka, keluar dua lingkaran sihir mirip kartu Gapuran tapi ukurannya berbeda.

"Trap Magic Circle!"

Cliing!

Aji dan Samudra terkena lingkaran itu. Tubuh mereka terperangkap.

"Lingkaran apa ini?"

"Kita enggak bisa bergerak!"

Muncul lingkaran sihir di belakang mereka. Dewa, menangkal sihir Eka menggunakan Bunga Api Racun-nya. Keluar sulur-sulur bunga api itu ke arah Eka. Ia melompat menghindar ke bawah, tangannya mengeluarkan lingkaran sihir lagi ke arah Dewa.

Cliing!

Dewa menghindar, sulur-sulurnya membebaskan Aji dan Samudra tanpa mengeluarkan racun.

Bet!

Bet!

Dewa melayangkan sulur-sulur Bunga-nya pada Eka.

"Awas!"

Eka melesat menarik Sinetra, melompat menghindari sulur-sulur itu tetapi Dewa melayangkannya bak angin membentuk pusaran.

"Kita terkejar!"

Sinetra mengeluarkan pedang, dari pedangnya mengeluarkan sihir mencoba menangkisnya.

"Garuda of Oclussion!"

Sihir di pedangnya membentuk lingkaran ombak lalu membentuk Burung Garuda!

Kaak! Kaak!

Wuur!

Garuda di pedangnya menyala, meliuk terbang menangkis sihir Bunga Racun milik Dewa. Sulur-sulur itu langsung terbabat habis tak bersisa.

"Apa?"

"Bagus, Sine!"

Aji dan Samudra yang terbebas dari lingkaran sihir, melesat terbang ke arah mereka mengeluarkan sihir bersamaan.

"Particle Fire!"

"Shooter of Earth!"

Dua sihir bersamaan menghujani mereka sekaligus.

Pteees!

Duaar!

Asap menyeruak di bawah mereka. Samudra melebarkan mata.

"Mereka hilang!"

Di belakang mereka sekelebat muncul dua lingkaran sihir. Eka dan Sinetra muncul menyerang mereka bergantian. Mereka menoleh, terjadi ledakan lagi.

Duaar!

Aji dan Samudra terpelanting ke bawah.

Buaak!

Margana melihat dari kejauhan.

"Mereka dikalahkan?" dia masuk ke dalam retakan, mencari kartu Mandura. Tidak memedulikan mereka.

"Hallo," sapa suara seseorang.

Dia menoleh, terkejut siapa di belakangnya. Seseorang itu menyengir lebar, memperlihatkan giginya. Dia merentangkan tangan, mengeluarkan sihir.

"Sulur Api!"

Sesorang itu menghindar, berbalik menyerang-memukulnya dengan satu pukulan.

Bruuak!

Margana melesat jatuh ke dalam pasir. Seseorang itu ikut melesat arah lain, mencari kartu Mandura. Dalam puing retakan, melihat sebuah cahaya putih, menyambarnya melesat ke atas lagi.

"Called?" Dewa bangkit, melihat dari kejauhan. Tangannya direntangkan ke samping, memanggil Called.

Muncul cahaya merah-api di depannya. Sekelebat di depannya seseorang bertubuh tinggi, memakai baju mecha mirip cyborc berwarna hitam metalik, memakai penutup kepala mirip mahkota wayang jawa, berwajah sangar.

"Hanoman," kata Rahwana.

"Eh?"

Rahwana melesat, merentangkan satu kakinya menendang mengarah Hanoman. Hanoman mengetahuinya berbalik menghindar ke bawah.

"Oh!"

Rahwana meliuk ke bawah, memutar badannya mencoba menendangnya lagi namun kera-manusia itu berputar menghindar. Rahwana merentangkan dua tangannya menyerupai sarung tangan tinju ke depan lalu meninjunya brutal hingga padang pasir itu timbul retakan hebat di mana-mana.

"Rahvana Punch!"

Muncul lingkaran sihir kartu Gapuran di belakang Sinetra dan Eka. Keluar Aksa dan Yudha.

"Kalian enggak apa-apa?" tanya Aksa.

Mereka mengangguk.

"Tapi, siapa dia?" kepalanya menunjuk dua Called itu.

"Hanoman," kata Yudha,"tenang saja. Sebelum ke sini, dia memang kusuruh."

"Kalian lama banget, sih!"

Aksa dan Yudha meringis.

"Soalnya..."

Aksa, di kamar mandi sedang ada panggilan darurat yang tidak bisa ditunda sembari membaca koran yang dibeli abangnya tadi pagi sementara Yudha melayani para tamu di hotel tempatnya berkerja sedang diadakan rapat. Evolution Entity mereka menyala dalam kondisi ini.

"Begitu," kata Aksa, selesai bercerita. "Maaf ya."

Eka mendengus.

Rahwana masih meninju Hanoman. Hanoman tak membalas serangannya sama sekali. Dia menghilang lalu berpindah tempat.

Ke mana dia? Batin Rahwana.

Rahwana menunduk ke bawah namun Hanoman sudah di belakangnya. Dia menoleh, dua tangannya berubah menjadi senapan raksasa mecha.

"Rahvana Jet Attack!"

Tangan senapan raksasa itu mengeluarkan sinar kuning-menembak langsung ke arah sasaran.

Vroom!

Duaar!

"Garuda Provective Ball!"

Aksa mengeluarkan pelindung menyerupai bola, melindungi semuanya termasuk musuh mereka.

"Ini..."

"Kita dilindungi!"

"Tunggu, mana Gana?" kata Dewa."Kita harus mencarinya! Rahwana, cepat tolong Gana!"

Pemuda yang dicari Dewa malah tertimbun pasir akibat retakan hebat tadi tak sadarkan diri. Rahwana sama sekali tak mendengarkan panggilannya karena terfokus pada pertarungan.

"Dia enggak mendengarkanku!"

Duaar!

Asap menyeruak lagi. Rahwana mengerahkan seluruh tembakannya. Hanoman hanya menghindar. Dia melayang turun tak jauh di belakangnya.

"Hanoman."

"Ya?"

"Kenapa daritadi kamu terus menghindar?"

"Aku malas saja," kata Hanoman tak minat.

"Aku serius! Seranganku meleset terus. Kalau kamu enggak serius melawanku sampai kapan pun kamu terus kutantang walaupun berkali-kali!"

"Jadi kamu tadi serius?"

Rahwana menghela napas kemudian merentangkan dua tangannya.

"Rahvana—" perkataannya terpotong, terkejut menatap Hanoman sudah di depan wajahnya, merentangkan satu tangannya meninjunya dengan satu pukulan.

Bruak!

Dia pun terpental menjauh sampai menubruk lempengan pasir membentang luas hingga jebol menyeluruh. Hanoman berbalik, melayang ke arah mereka-melihat Margana tertimbun pasir, menyambarnya. Dia melihat bekas pukulan lebam di pipi kiri pemuda itu.

"Apa pukulanku sesakit itu ya?" gumam Hanoman melayang ke arah mereka.

Aksa membuka pelindungnya kembali.

"Gana!" Dewa menghampirinya.

"Dia cuma pingsan, kok," kata Hanoman.

Terdengar suara berdering di saku mecha-nya. Merogohnya, mengangkatnya. Handpone di tangannya tertera tulisan call "Mama".

"Ya, hallo?" ucapnya, terdengar dari sana suara mamanya.

"Iya, Ma, aku tadi dipanggil sama Master. Hanila nelpon aku? Handpone-ku ku non aktifkan... Aku pulang sekarang..." menatap Yudha. "Eh, Ma, aku sama Master, nih!"

Suara dari sana terdengar terkejut.

"Iya. Master, ada salam dari Mama Anjani..."

Pip!

Sambungan terputus.

Hanoman memasukkan kembali handpone-nya lalu memberikan kartunya kepada Yudha.

"Nih, Master," katanya. "Aku pulang dulu! Soalnya Mama bikin kue bolu pisang. Kapan-kapan aku kenalin Master sama yang lain ke Mama," janjinya.

Yudha menerimanya.

"Iya, Sukmasun."

Tubuh Hanoman bersinar, menghilang.

Yudha meletakkan kartu Mandura di Evolution Entity.

Dewa mengangkat tubuh Margana dikuti Aji dan Samudra di belakangnya.

"Kamu mau membawanya pulang dalam keadaan seperti itu?"

Mereka menoleh.

"Apa urusanmu?"

"Lihat, keadaannya. Kalian enggak kasihan? Maaf, pasti Called-ku memukulnya."

Samudra meraih kartu Blumbangan di Evolution Entity-nya, kartu itu menyala, muncul lingkaran sihir di bawah kaki mereka lalu terisap.

"Egois banget," kata Aksa sebal."Percuma aku melindungi mereka tadi." menatap Eka dan Sinetra lantas teringat sesuatu.

"Ah, apa kamu berdua mau enggak ikut di AFC?" tawarnya.

"AFC?"

"Apa itu?"

"Asia Festival Cosplay," jelasnya. "Kalian mau?"

"Maksud kamu ikut jadi pesertanya?"

"Iya. Tapi kalian harus ikut cosplay juga."

"APA?!"

"Aku enggak mau!" tolak Eka cepat.

"Aku juga!"

"Tuh kan, Sa, apa kataku kemarin? Mereka enggak mau," celetuk Yudha.

"Sebentar, dengerin dulu. Aku tahu kamu enggak mau. Maksud aku kamu ikut di acara itu biarpun enggak bisa dandan, kamu nanti didandani sama temanku," jelas Aksa.

Sinetra dan Eka bergeming.

"Mau?"

Mereka tampak ragu.

"Cuma kami doang?"

"Nih, Yudha juga ikut. Aku juga."

"Aku cuma dipaksa. Ketimbang kasihan..."

Aksa mendengus.

Mereka pun mengangguk setuju.
Sebelum pulang, Aksa meminta nomor whatssap mereka masing-masing. Dia tersenyum, karena berhasil membujuk mereka.

                            **

Besoknya, pagi buta sekali, Eka terbangun karena mendapat telepon dadakan dari Aksa.

"Yang bener kamu?!" pekik Eka dengan setengah sadar. "Aku masih ngantuk... jam enam saja lho..."

Suara Aksa yang lantang seperti alunan screamo menggema memaksa.

"Sekarang? Iya, iya!"

Sinetra terbangun. Ia mengucek dua matanya.

"Ada apa, Ka?"

Eka menatapnya. Tangannya ditepis, bermaksud melarangnya bicara.

"Iya. Sine? Dia sudah bangun! Kamu mau menjemput kami? Enggak usah, pakai kartu Gapuran bisa..."

Eka memutuskan sambungan.

"Ada apa?" ulang Sinetra.

"Buruk, Sine! Kita harus secepatnya ke rumah temannya dia..."

"Dia siapa?"

"Aksa," kata Eka. "Dia menyuruh kita ke rumah temannya karena acara yang dia bilang kemarin ternyata hari ini!"

Sinetra berdiri, beranjak dari ranjang.

"Ayo!" serunya, menarik tangan Eka.

Mereka buru-buru ke kamar mandi namun bergantian. Mama terbangun melihat Eka dengan handuk hijau muda melilit di lehernya menunggu di ambang pintu.

"Kok berisik banget? Kamu mau ke mana?"

"Temanku mengajak kami ke acara, Ma, katanya buru-buru. Padahal kemarin bilangnya tiga hari besoknya. Tuh orang kampret memang!"

"Ya sudah. Mandi sana!" perintah Mama."Mama mau belanja dulu." beliau menghampiri pintu, membukanya.

Sambil menunggu, ia memainkan handuknya. Ayah keluar dari kamar setengah mengantuk.

"Sapa ing jeding?" tunjuk Ayah ke arah kamar mandi.

"Sine, Yah," jawab Eka.

"Sinetra! Sinetra!" panggil Ayah.

Suara air terhenti dari dalam kamar mandi.

"Apa?!" seru Sinetra.

"Lak adus cepetan! Selak kebelet ngeseng!"

"Sebentar!"

Suara keran menyala lagi. Beberapa jam kemudian, ia keluar dengan memakai handuk kuning melilit di pinggangnya.

"Lak adus suwene!" ejek Ayah meraih majalah di dekat pot bunga, masuk ke kamar mandi.

Sinetra cuek, berbelok menuju kamar.

Pintu tertutup, lalu terdengar suara bagaikan bom atom dari kamar mandi.

"Bakal lama deh!"

Selesai berganti pakaian rapi, Sinetra menghampiri dapur.

"Belum mandi?"

"He-eh. Ada emergency call dari kamar mandi," kata Eka. "Kamu mau ngapain?"

Sinetra menghampiri rak sepatu. Mencari sepatu snikers-nya.

"Ambil sepatu."

Molly turun dari kursi di meja makan, dia habis bangun tidur. Meong menghampirinya. Sinetra hapal dengan kebiasaan kucing itu.

"Makan?"

"Meong."

Sinetra langsung memberinya makan dengan ceki khusus kucing. Meletakknya di kedua wadah mungil.

"Sudah, nanti minta makan lagi ke kakak ya," kata Sinetra. "Aku mau pergi."

Molly meong, menyantap makanannya.

Beberapa menit, Ayah keluar dari kamar mandi, mengelus perutnya yang buncit.

"Ah, legaaa!"

Eka menerobos masuk ke kamar mandi, berteriak,"IIH, BAUUUU!!"

"Masa wangi? Ya, baulah!"

Ayah kembali ke kamar.

Setelah semuanya sudah siap, mereka pergi menuju ke rumah teman Aksa dengan menggunakan kartu Gapuran. Lingkaran sihir mengisap mereka, berpindah ke rumah teman Aksa—Yamamoto bersaudari. Di depan pagar sudah terpakir mobil melayang warna hitam milik Pranaja.

"Apa ini rumahnya?"

"Mungkin."

"Kita coba periksa dulu. Siapa tahu keliru."

Mereka masuk saat pagar bergeser otomatis. Ada interkom hologram di samping pintu.

"Permisi," ucap Sinetra.

Terdengar suara seorang wanita di interkom hologram itu.

"Ya, ini siapa?"

"Kami teman Aksa. Apakah dia ada di sini?"

Suara wanita itu berganti suara yang dikenal mereka.

"Hei, aku di sini! Masuklah!" perintah suara itu.

Mereka masuk seraya melepas sepatu. Berjalan ke arah ruangan khusus di situ. Mereka terkejut karena disambut oleh wanita memakai cosplay karakter gadis iblis di salah satu Sinetra mengenali karakter itu, karakter favoritnya sampai tak bisa berkata saking kagetnya. Wanita itu melambaikan tangan pada mereka. Sinetra langsung memeluknya. Wanita itu mengelus rambutnya.

"Kami teman Aksa," ucap Eka.

Wanita itu mengangguk. Dia menggumam"hm" karena mulutnya menggigit bambu hijau di bibirnya. Menyuruh mereka masuk ke ruangan khusus. Sinetra tak melepas pelukannya, mengikutinya.

Ruangan itu tampak kecil. Ada kamar ganti dan dua lemari ukuran sedang di sebelahnya. Sisanya ada meja rias dan cermin, satu kursi dan dua sofa kecil.

Aksa mendongak dari handopne-nya.

"Kalian sudah datang," katanya, sekarang dia ber-cosplay karakter teman Harry Potter di Asrama Gryffindor.

"Ron!" seru Eka, matanya berbinar. Ia menatap Aksa sudah di dandani duluan dengan sangat mirip dengan karakter asli.

"Kamu Ron atau Aksa?"

"Aku Aksa!"

"Beneran mirip! Mana Yudha?"

Aksa menunjuk ke arah bilik kamar yang tertutupi gorden ungu. Mereka menoleh. Di balik gorden itu keluar Gatra bersama Yudha-ber-coplay salah satu karakter dari anime Naruto.

Sinetra menatapnya tak percaya. Yudha melompat berjingkrak heboh layaknya anak kecil.

"Bli, de moto cang biin!" seru Yudha menepis tangan kakaknya yang memotretnya lagi dengan handpone di tangannya.

Gatra tertawa.

"Miih, Sasuke! Dija, Sharingan ci..."

"Sing!"

Mereka menghampiri sofa, duduk.

Sinetra menatap Gatra. Gatra menatapnya gantian.

"Lho, kamu kan yang di kampus itu?"

Sinetra tersenyum.

Gatra mengulurkan tangan kepada Sinetra.

"Pas kita ketemu, kita belum kenalan kan? Saya Wayan Gatra," dia memperkenalkan diri. "Abangnya Yudha."

Sinetra membalas uluran tangannya.

"Sinetra, Bli."

Gatra bergantian mengulurkan tangan ke Eka.

"Eka."

Dhanni dari dapur bersama Bumi dan Pranaja membawa camilan dan minuman. Masuk ke dalam ruangan. Pranaja meletakkannya di meja kecil. Bumi mengetahui Eka dan Sinetra melayang ke arah mereka menubruk wajah Eka, mengelus pipinya.

"Temanmu sudah datang, Sa?" tanya Dhanni, yang sudah berdandan salah satu karakter berkuncir kupu-kupu.

"Nih, Sis," Aksa menunjuk mereka.

Pranaja membisikkan sesuatu di telinga Aksa, menanyakan siapa mereka.

"Iya," katanya.

Dhanni melihat mereka
bergantian-melihat Sinetra memeluk kakaknya.

"Kamu kenapa meluk Anee-san? Kamu suka banget sama karakter itu?"

Sinetra tampak malu, melepaskan pelukannya dari pnggang Dea.

"I-iya. Maafkan saya," ucap Sinetra meminta maaf.

"Oh, enggak apa kok." Dhanni menghampiri meja rias, meraih sebuah buku bersampul cokelat menghampiri mereka.

"Ini, silakan kalian lihat. Kalian ingin ber-cosplay karakter seperti apa," ujarnya memberikan buku itu.

Sinetra menerima, membukanya.

Di buku itu banyak daftar karakter yang ingin dipakai. Termasuk karakter favorit Eka, Lee Jordan, dari asrama Gryffindor.

"Waah!"

Sinerta membalikkan halaman berikutnya. Ada kumpulan karakter dari komik Marvel DC. Ia membalikkannya lagi kumpulan dari manhwa, manga dan anime.

"Kita yang mana nih?"

"Aku jadi bingung!"

"Bagaimana? Kalian pilih yang mana?"

"Terpaksa, Kak, yang ini!" tunjuk Eka heboh, pada gambar karakter Harry Potter!"

"Saya enggak tahu."

Sinetra akan menutup bukunya namun ia menjatuhkannya dan buku itu memperlihatkan karakter apa yang dipilihnya. Ia tersenyum merekah, membungkukkan badan, meraih buku itu.

"Nah, karakter ini saja!" serunya, menunjuk gambar itu.

"Yang ini?"

"Iya."

"Mana cocok kamu pakai karakter ini?"

Pundak mereka seketika ditepuk oleh Dea.

"Cocok kok. Asalkan itu ada di tangan kami," kata Dhanni, memainkan tangannya.

Dea mengangguk setuju.

Dan, dengan dua jam lamanya dan susah, mereka menurut saat didandani oleh Yamamoto bersaudari. Dhanni melengkapi mereka kostum yang dipilih mereka. Menyuruh mereka keluar duluan dari bilik kamar.

Aksa dan lainnya yang sedang menyantap camilan menoleh menatap mereka dengan kagum dari atas sampai bawah.

"Woow!"

"Apa kamu Sinetra sama Eka?" tanya Yudha, camilan di mulutnya sampai terjatuh.

Aksa menyeruput teh gelas ternganga.

"Iya, ini kami."

Dea dan Dhanni keluar dari bilik kamar.

"Coba kalian bercemin," suruh Dhanni.

Mereka menurut, menghampiri cermin besar itu. Mereka tidak percaya melihat tampilan mereka sekarang. Mata mereka berbinar-binar.

"Apakah ini beneran aku?" kata Sinetra.

"Enggak bisa dipercaya... kita bisa seperti ini karena dua tangan dewa mereka..."

Dhanni tersenyum, Dea terharu.

"Oke, kita berangkat sekarang!" Aksa membuang teh gelasnya yang sudah kosong di tempat sampah di sampingnya. Dia berdiri, beranjak keluar dari kamar itu.

Sinetra dan Eka berbalik, terdengar bunyi perut mereka.

Krucuuk!

Mereka meringis.

"Kalian lapar? Makan dulu camilannya. Nanti di sana kita beli makan," kata Dhanni, "Anee-san, mobil melayang kita sudah siap?"

"Kakak orang Jepang?"

"Iya, enggak usah kaget begitu."

Dea menunjukkan jempol, menandakan sudah siap. Dia mengangkat tas kotak kayu berukuran besar di samping meja di ruang tamu, menyuruh Sinetra untuk memakainya.

"Memangnya harus pakai itu?" tanya Eka.

Dea mengangguk. Membantu Sinetra memakainya.

"Soalnya tas ini buat kakak ini," kata Sinetra, mengucapkan terima kasih.

"Apa maksudmu?"

"Entar aku kasih tahu di acara itu. Ayo," ajaknya kepada Dea dan Eka.
Mereka keluar dari ruangan menuju teras.

Aksa bersama yang lain memasuki mobil melayang Pranaja sementara Sinetra menurunkan tas kotak kayu dicangklongnya, memasukkannya ke garasi mobil melayang milik Yamamoto bersaudari. Dea menepuk pundaknya, menawarkan ia naik ke mobil mereka.

"Enggak, saya ikut Aksa," tolaknya halus.

Dea mengangguk, menyusul adiknya masuk ke mobil.

Sinetra menghampiri mobil melayang
Pranaja. Ia masuk saat pintu bergeser, duduk di sebelah Gatra. Tangannya menutup mulut karena ia menguap.

"Aku mau tidur sebentar, Bli," menyambar boneka Grizzly dari Kartun We bare Bears di belakang kursinya. Ia melongok ke belakang, Eka dan Yudha sudah jauh tertidur. Ia pun mencoba tidur.

"Iya," kata Gatra, membuka handpone.

"Sudah siap?" Pranaja mendongak ke arah cermin mobil.

"Sudah."

"Sudah, Brot."

Dea, menyetir mobil merah melayang keluar pagar, melenggang duluan disusul mobil melayang Pranaja di belakang. Handpone Aksa berdering, mengangkatnya.

"Yeah, hallo?"

Suara dari seberang menjelaskan.

"Sudah berangkat nih, Sir."

Dia terdiam sebentar. Menjawab,"Baik."

Aksa mematikan handpone.

"Kenapa, Sa?"

"Sir Devian nelpon. Mereka juga dalam perjalanan. Aku tidur dulu, Brot." dia meraih bantal, memejamkan kedua mata.

Pranaja fokus menatap ke depan mengikuti mobil melayang di depannya. Dua mobil melayang itu berbelok ke jalan raya, menyalip pelan mobil-mobil melayang lain hingga di depan lampu lalu lintas dua mobil itu berhenti. Di belakang mereka, mobil melayang putih juga berhenti. Di dalam mobil melayang itu tampak Erza dan Sena memborong peralatan berupa kamera dan lainnya di bangku belakang. Sama seperti Sinetra dan Eka, dia ikut didandani. Waktu di rumah Maria, seorang make up artis, dia terpaksa didandani mirip karakter Levi Ackerman. Mereka disuruh menyusul di acara itu. Dia masih emosi gara-gara itu.

"Padahal kan aku enggak mau!"

"Sudahlah, Oom Levi—eh Oom Erza. Penampilannya sudah bagus, kok." Sena menenangkannya.

"Bukan masalah itu, dia itu tukang maksa! Enggak ada yang lain apa selain aku yang didandani kayak siapa itu... Lepi siapa..."

"Lepi eh Levi Ackerman!" Sena membenarkan.

Lampu lalu lintas berganti warna hijau, mobil-mobil melayang mulai berjalan. Pranaja menjalankan lagi mobilnya perlahan lalu meluncur mengikuti mobil melayang di depannya. Mobil melayang merah di depan mobilnya berbelok ke salah satu jalan menuju taman. Dari arah taman, ada sebuah stadion olahraga, STADION CYBORC. Stadion itu tampak ramai dikunjungi setiap pengunjung yang hadir. Pranaja membelokkan mobilnya masuk ke arah parkir sambil menempelkan kartu pembayaran ke dada dua robot yang berjaga. Setelah membayar, memakirkannya tepat di dekat mobil melayang Yamamoto bersaudari.

"Kita sudah sampai," ucap Pranaja, menoleh ke belakang. "Kok pada belum bangun?"

Gatra mematikan handpone-nya ikut menoleh.

"Hei, bangun semuanya! Kita sudah sampai!" serunya.

Mereka terbangun.

"Su-sudah sampai ya?"

Pranaja dan Gatra turun duluan diikuti mereka. Eka turun terakhir terjeduk pinggiran atas mobil.

"Aduh!"

Ia mengusap kepalanya yang sakit.

Mereka menghampiri pintu masuk. Di dalam stadion itu, ada peserta yang memakai kostum seperti mereka. Tinggal Sinetra memakai kembali tas kotak kayu di punggungnya diikuti Dea dan Dhanni masuk. Sinetra terpana saat melihat di sekeliling stadion itu penuh dengan orang-orang yang memakai kostum seperti dirinya sebagiannya pengunjung hanya melihat-lihat dan mampir ke beberapa stand yang menjual makanan dan aksesoris. Erza dan Sena sudah sampai masuk ke stadion. Erza menghubungi Maria. Sena menggotong peralatan. Dia memutuskan sambungan. Membantu menggotong peralatan lain di tangan Sena.

"Dia sudah menunggu. Ayo," kata Erza.

Mereka berjalan terburu-buru hingga Erza menabrak Sinetra.

Bruuk!

Mereka terjatuh. Peralatannya bersamaan ikut jatuh.

"Oom Levi eh Oom Erza!"

Sena meletakkan peralatannya. Menolong keduanya. Dhanni dan Dea sudah lebih dulu meninggalkan Sinetra, tidak tahu pemuda itu tidak bersama mereka.

"Aduh..."

"Oom Levi eh Oom Erza, enggak apa-apa?" Sena meraih tangan Erza, membantunya bangun.

Erza menggeleng, bokongnya sakit.

Sena bergantian membantu Sinetra bangun.

"Maaf, Bang ya, kami terburu-buru!" kata Sena, meminta maaf.

"Enggak apa-apa kok."

"Maaf, Nak, menabrakmu." Erza ikut meminta maaf.

Sinetra mengangguk.

"Anda juga ikut ya?"

"Sebenarnya sih. Tapi dipaksa. Kamu ke sini sendiri?"

"Enggak. Saya sama—" Sinetra menoleh."Lho, aku kok ditinggal!"

Sena tertawa.

"Kalau begitu, ikut kami saja, kebetulan kami mencari teman. Dia juga ke sini," tawarnya. "Tapi cosplay Abang mirip banget sama karakter utamanya. Karakternya pakai anting hanafuda!" pujinya.

"Terima kasih," ucap Sinetra,"kamu pernah nonton anime-nya? Siapa nama kamu?"

"Iya. Seru anime-nya! Namaku Sena. Nama Abang siapa?" Sena mengulurkan tangan ke Sinetra.

"Sinetra." membalas uluran tangan Sena. Menatap ke arah Erza.

"Erza," pria itu memperkenalkan diri, menjabat tangan Sinetra.

Mereka melangkah, mencari teman masing-masing. Sinetra dan Sena melanjutkan obrolan mereka yang terlihat seru. Erza sama sekali tak paham apa yang mereka obrolkan. Terlihat Aksa dan lainnya bersama Devian dan teman band-nya juga teman fotografer Erza. Dia mengajak teman cosplay-nya. Juga Di antara mereka, Eka khawatir.

"Tenang. Nanti dia bakalan nongol." Yudha menenangkannya.

Bumi di pundaknya ikut khawatir, matanya membulat melihat sosok Sinetra. Dia melompat-lompat. Eka mengetahuinya buru-buru memarahinya.

"Kamu ke mana saja! Dicariin malah menghilang!"

Sinetra meringis.

"Bikin khawatir saja!"

"Maaf."

Gantian Erza yang memarahi Maria masih tak terima jika dirinya didandani. Maria yang memakai kostum mirip Hange Zoe, meminta maaf. Sebagai gantinya akan mentraktirnya makanan. Sena menatap mereka, mengenal suara yang tak asing diantara mereka.

"Bang Yudha?"

Yudha terkejut, menutupi mukanya dengan satu tangan.

"Bener, kan ini Bang Yudha?"

"Iya, Dek." Gatra membenarkan.

"Keren!"

Gatra menepis tangan Yudha yang menutupi mukanya.

"Kamu dipuji, tuh! Sudah enggak usah ditutupi mukanya..."

Devian menatap jam dipergelangan tangan kanannya.

"Sudah jam tujuh. Cepat kalian bersiap," kata Devian kepada anak-anaknya.

Aksa dan teman band-nya menurut. Sebelum pergi, dia mengenalkan Sinetra kepada teman band-nya.

"Ini Sinetra. Dia penggemar kita. Dia saudara Eka—tepatnya Deejay Eka."

"Oh."

"Kamu suka metal?"

"Kamu suka lagu kami?"

"Terima kasih, sudah menjadi penggemar kami."

Aksa dan teman band-nya bersama Devian pamit meninggalkan mereka menuju belakang panggung yang tak jauh dari arah mereka.

Erza masih kesal dipaksa berpose layaknya Levi Ackerman.

"Cukup! Aku enggak mau lagi!"

"Ayolah, Alzaki! Ini demi prefesionalitas!" bujuk Maria, memeluk pinggangnya.

"Aku enggak peduli! Foto saja sendiri!"

Maria membujuknya lagi.

"Kumohon Alzaki... Nanti aku traktir lebih! Kamu mau apapun aku turuti..."

Erza terdiam, berpikir.

"Mau, kan?"

Dia mengeratkan pelukannya membuat yang lain dan para pengunjung melihat ke arah mereka.

"Bener?"

"Iya!"

"Baik. Aku pegang omonganmu."
Maria merenggangkan pelukannya.

"Terima kasih. Alzaki cakep, deh!"

Erza siap dengan posenya, jubah hijau tuanya tertepa angin memperlihatkan replika manuver 3D-nya di belakang punggung.

"Ya sudah. Cepetan kalau mau foto!"

Maria menyiapkan kamera di lehernya, menyetelnya mulai memotret. Sena menyiapkan tripot serta peralatan lainnya.

Acara di mulai dengan Hard Core Band menyapa para pengunjung dan membawakan lagu "Spirit of Garuda" andalan mereka. Suara Aksa mulai mengalun. Para pengunjung heboh. Dea dan Dhanni bertemu teman sesama make up artis yang ber-cosplay karakter anime sama.

"Katanya kamu mau jelasin tas kotak kayu itu?" kata Eka.

"Itu ya, tas kotak kayu ini aslinya buat karakter yang kakak itu cosplay-kan. Karakternya iblis tapi aslinya manusia. Dia dimasukkin ke sini," kepalanya menunjuk ke belakang. "Dia ditaruh di sini karena dia takut kena sinar matahari, tubuhnya bisa mengecil. Tapi dia enggak makan saudaranya. Terus, yang dia lakukan tidur di dalamnya," jelas Sinetra.

"Oala. Kenapa dia jadi iblis?"

"Dia diserang sama musuhnya yang juga iblis."

"Kenapa musuhnya jadi iblis?"

"Kalau dijelasin panjang, Ka."

"Kalian ngomongin apa? Kayaknya seru," kata Yudha nimbrung.

"Bukan apa-apa. Kita enggak makan dulu? Aku sudah lapar banget! Tadi rumah belum sempat sarapan."

"Iya, ayo," ajak Yudha, diikuti yang lain beranjak ke arah banyaknya stan. Sinetra pamit kepada Sena. Mereka beranjak menuju banyaknya stan menghampiri salah satu stan yang menjual makanan. Mereka masuk, mencari bangku berada di ujung. Pranaja meraih daftar menu yang sudah disediakan. Menatap daftar itu. Pelayan robot menghampiri mereka.

"Kalian mau pesan yang mana?" tanya Pranaja.

Eka di sebelahnya, menatap macam-macam makanan dan minuman.

"Nasi goreng saja," katanya,"Kamu yang mana, Sine?"

Sinetra menompang dagunya dengan tangan.

"Samaan deh."

"Minumannya teh es, samaan," kata Eka lagi.

Pranaja mengangguk.

"Kamu Tra, Yud?"

Gatra meraih menu itu. Memilih apa yang akan dipesan.

"Bebek goreng," kata Gatra.

"Aku juga."

"Maaf, kalau bebek goreng sudah habis. Karena sudah dipesan sama pelanggan di sebelah meja ini," jelas robot pelayan.

"Yang lain." tangan Gatra menelusuri, menunjuk. "Lalapan. Kamu, Bagos?"

"Iya."

"Minumannya samaan."

Robot pelayan itu segera mengaksesnya melalui hologram yang muncul di dadanya. Dia pun melayang pergi.

Terdengar suara ribut dari meja sebelah.

"Abang! Aku mau duduk di sini, di sini!" seru bocah kecil, berkuncir satu berpita warna hijau muda, berambut panjang, memakai baju lengan panjang, celana berwarna hijau senada tampak tomboi.

"Ck, siapa duluan duduk di sini? Aku kan?! Ya sudah, cari bangku lain sana! Hei, itu bebek gorengku!" tangannya merebut kembali makanannya dari bocah kecil itu.

"Abang Jahat!"

Bocah itu langsung menangis, hingga gadis berambut gaya bob, memakai jepit kuning di rambut kanannya memeluk, menenangkannya.

"To, jangan begitu! Dilihat orang tuh!" peringat pria berambut acak-acakan.

Pemuda ber-headband Batik Gatotkaca, berkulit hitam itu cuek, menoleh saat dirinya dilihat Sinetra di meja sebelah. Dia meringis.

Sinetra tersenyum sambil menunggu pesanan, ia memandangi sekeliling stan itu. Suara Aksa menyanyi menggema stadion. Para pengunjung mengangkat tangan tinggi-tinggi saat dia ber-screamo kencang.

Beberapa jam kemudian robot pelayan tadi melayang menghampiri meja mereka meletakkan satu per satu pesanan mereka di meja.

"Silakan menikmati," ucapnya, meninggalkan mereka.

Mereka mulai menyantap makanan masing-masing.

Siing!

Tiba-tiba saja suara berhenti, semua orang termasuk Bumi, Pranaja dan Gatra tidak bergerak kecuali mereka bertiga.

"Apa yang terjadi?"

"Kenapa semua enggak bergerak?"

"Enggak tahu."

Sinetra menatap mereka yang tidak bergerak. Pemuda ber-headband batik Gatotkaca tak bergerak dalam posisi menggigit paha bebek, bocah kecil dipelukan sang gadis menangis dengan mulut menganga.

"Kita harus pastiin dulu," kata Eka.

Mereka beranjak dari kursi, berlari keluar dari stan. Di salah satu spanduk raksasa, di atasnya, satu Pahlawan Aruna duduk terkikik.

"Haha, mereka bodoh!" kata Aji, menjentikkan jari lalu di bawah kaki Sinetra dan Eka muncul dua lubang, mereka terjatuh di lubang itu.

"Aah!!"

Yudha menoleh, menatap dua lubang itu.

"Sinetra! Eka!"

"Aah!!"

Lubang itu terhubung ke dalam suatu dimensi berbeda. Mereka terjatuh saling tumpang-tindih, lubang itu sekejap menghilang.

Mereka merintih sakit, mengusap kepala dan bokong. Mereka melihat dimensi itu berwarna biru mengkilat seperti cermin. Kosong.

"Di mana ini?"

"Sepertinya ini dimensi," kata Sinetra. "Tapi kita harus keluar dari sini!"

"Aku tahu! Sekarang kita mencari portal tadi, siapa tahu ada di sekitar sini... Jangan berpisah!"

Mereka mencoba mencari portal tadi hingga menyeluruh. Mereka meraba setiap dinding dimensi itu. Dua jam lebih, mereka kelelahan dan berhenti mencari. Mereka duduk bersandar di dinding dimensi.

"Enggak ketemu!"

Sinetra terdiam sebentar, ia teringat sesuatu—Evolution Entity. Merogohnya di balik haori berwarna bermotif kotak hijau-hitam, memperlihatkannya.

"Kita coba pakai ini!"

"Memangnya bisa pakai itu?"

Sinetra menekan tengah tombol di pinggir benda itu namun tak berhasil. Mencobanya lagi, hasilnya tetap sama.

"Enggak bisa!" serunya."Masa kita enggak bisa keluar dari sini?"

Eka menatap Evolution Entity di tangan pemuda itu. Ia merogoh saku di balik jubah. Melakukannya seperti Sinetra.

"Punyaku juga enggak bisa."

"Bagaimana dong?"

"Padahal kita melakukan sebisa kita... Apa dimensi ini menyerap daya di benda ini?"

"Mungkin. Aku sudah enggak tahu lagi..."

"Mau enggak mau, kita menuggu pertolongan."

Sinetra menekuk kedua lututnya, membenamkan mukanya. Eka meluruskan ke dua kakinya ke depan.

"Dimensi ini memang beda ya dari dimensi sewaktu kita berubah..."

"Beda?"

"Iya, beda. Aku rasa kalau dalam dimensi ini seperti kita itu dalam kekosongan. Bebas dari apa yang mengekang diri kita. Kamu sebelum ada aku, perasaanmu bagaimana?"

"Sakit," ucap Sinetra.

"Sakit? Pasti sakit dulu kamu pernah di-bully kan?"

Sinetra menampakkan wajahnya sedikit.

"Memang aku pernah di-bully. Sewaktu di sekolah dulu..."

Eka diam.

"Soalnya, aku dulu anaknya polos, sering disuruh-suruh mau bahkan yang menyuruhku itu anaknya tergolong pintar... Aku masih ingat betul waktu SMA dulu, aku enggak bisa pelajaran Fisika pas bimbel, guruku sudah pusing mengajariku hingga ketiga temanku tergolong pintar menertawaiku diam-diam di toilet. Jujur saja, aku memang bodoh dalam pelajaran dan enggak terlalu menonjol," ceritanya.

"Tapi kamu punya bakat," puji Eka tulus. "Aku enggak sengaja melihat isi map-mu yang isinya sketsa gambarmu di handpone-mu gambarnya kamu warnai..."

Ia terkejut lalu tersenyum.

"Terima kasih," ucap Sinetra. "Itu cuma hobi. Gara-gara hobi gambarku itu aku pernah enggak naik kelas waktu SD. Mama sampai marah, dan membakarnya."

Eka tertawa mendengarnya.

"Sejak kapan kamu suka menggambar?"

"Dari TK. Sewaktu lulus dari SMA, aku sempat punya cita-cita menjadi animator. Tapi enggak kesampaian terus mutusin masuk desain grafis, mengambil studi setahun. Kamu bagaimana?"

"Aku ya? Aku suka banget baca buku, terutama novel. Paling favorit ya, Harry Potter."

"Pantas. Kalau lihat Aksa dandan karakter Ron, kamu heboh. Aku memang belum mengenalmu sepenuhnya tapi sepertinya kamu kenal banget sama aku." Sinetra mendongak, menatap sekeliling dimensi.

"Masa?" kata Eka."Tapi, aku lihat, kamu tuh orangnya baik. Beda sama orang lain."

"Kamu bilang aku baik?"

"Iya, aku tahu sendiri dari awal kita pertama bertemu."

Terdengar suara ledakan disertai guncangan hebat di sekeliling dimensi.

"Ada apa ini?"

"Saguplo, tolong temukan Sinetra dan Eka! Biar aku yang urus di sini!"

NB:

*Miih, Sasuke! Dija, Sharingan ci... = Wuih, Sasuke! Coba mana Sharingan-mu... (Bahasa Bali kasar)

*Sing!= Ogah! (Bahasa Bali kasar)

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ansos and Kokuhaku
2992      870     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
Gloomy
534      343     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
Chloe & Chelsea
7048      1532     1     
Mystery
30 cerita pendek berbentuk dribble (50 kata) atau drabble (100 kata) atau trabble (300 kata) dengan urutan acak, menceritakan kisah hidup tokoh Chloe dan tokoh Chelsea beserta orang-orang tercinta di sekitar mereka. Menjadi spin off Duo Future Detective Series karena bersinggungan dengan dwilogi Cherlones Mysteries, dan juga sekaligus sebagai prekuel cerita A Perfect Clues.
Unending Love (End)
14852      2023     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Army of Angels: The Dark Side
29821      4499     25     
Fantasy
Genre : Adventure, Romance, Fantasy, War, kingdom, action, magic. ~Sinopsis ~ Takdir. Sebuah kata yang menyiratkan sesuatu yang sudah ditentukan. Namun, apa yang sebenarnya kata ''Takdir'' itu inginkan denganku? Karir militer yang telah susah payah ku rajut sepotong demi sepotong hancur karena sebuah takdir bernama "kematian" Dikehidupan keduaku pun takdir kembali mempermai...
Gareng si Kucing Jalanan
6562      2773     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
Shane's Story
1997      744     1     
Romance
Shane memulai kehidupan barunya dengan mengubur masalalunya dalam-dalam dan berusaha menyembunyikannya dari semua orang, termasuk Sea. Dan ketika masalalunya mulai datang menghadangnya ditengah jalan, apa yang akan dilakukannya? apakah dia akan lari lagi?
TRISQIAR
7359      1407     11     
Fantasy
Aku memiliki sesuatu yang berbeda. Ibuku bagaikan monster yang memelihara anak iblis. Teman hanyalah kata kiasan untuk mengutuk mereka Manusia bagiku hanyalah bayangan yang ingin aku musnahkan aku tidak pernah sama sekali memperdulikan hidupku karena aku tidak akan pernah bisa mati dan hal itu membuatku senang membunuh diriku sendiri. tapi karena kebiasaanku, sesuatu itu memberikanku kek...
Blue Island
91      78     1     
Fantasy
Sebuah pulau yang menyimpan banyak rahasia hanya diketahui oleh beberapa kalangan, termasuk ras langka yang bersembunyi sejak ratusan tahun yang lalu. Pulau itu disebut Blue Island, pulau yang sangat asri karena lautan dan tumbuhan yang hidup di sana. Rahasia pulau itu akan bisa diungkapkan oleh dua manusia Bumi yang sudah diramalkan sejak 200 tahun silam dengan cara mengumpulkan tujuh stoples...
Azzash
268      218     1     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...