Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dunia Sasha
MENU
About Us  

            Raisa menghalau kantuk dengan mengkonsumsi permen kopi susu yang diberikan Andre tepat saat gadis itu menguap. Pendingin ruangan di dalam laboratorium kimia organik seakan-akan mendukungnya untuk tidur saat ini juga. Fia yang duduk di sebelahnya memangku dagu dengan lutut, sepasang matanya terpejam. Anak-anak kelas kimia B, yang berjumlah 30 orang, sangat minim berbincang-bincang. Semuanya mengantuk dan kelelahan.

            Kini, Raisa membenarkan ucapan Tasya dan Ria mengenai betapa susahnya kuliah di jurusan ini. Satu bulan mereka kuliah, daftar tugas-tugas telah menumpuk dan meronta-ronta untuk di selesaikan. Hampir setiap mata kuliah membebankan tugas dan kuis. Bahkan beberapa mata kuliah mengharuskan pre-test sebelum kelas dimulai, membuat para mahasiswa harus belajar dan membaca banyak buku terlebih dahulu.

            Semeter satu ini pun telah mengampu tiga praktikum—kimia anorganik, kimia organik, dan fisika dasar—yang mengharuskannya menulis laporan tulis tangan sebanyak 15-20 lembar. Tangan Raisa seringkali ngilu dan mati rasa. Harus dilakukan perenggangan berkali-kali.

            Riska, anak semester lima dengan IPK tertinggi di angkatannya, masuk ke laboratorium. Asisten laboratorium kimia organik tersebut mengumumkan sesuatu.

            “Asisten kita tambah satu lagi. Jadi, kemarin yang satu kelompok 7-8 orang di pecah lagi. Masing-masing kelompok cuma enam orang.”

            Riska memanggil nama satu persatu yang akan dijadikan kelompok baru. Nama Raisa disebut salah satunya. Raisa hanya mengangguk dan tersenyum ramah. Persetan ia berada di kelompok mana, menulis laporan tetaplah sesuatu yang sulit dan menyebalkan.

            “Kelompok baru di bimbing oleh Kak Aran Dinata, ya.”

            Raisa langsung terkesiap. Kantuknya hilang sepenuhnya. Beberapa mahasiswa pun sama terkejutnya.

            Dimas, mahasiswa berkaca mata tebal yang memiliki otak paling encer, mengacungkan tangan. “Kak Aran presiden mahasiswa?”

            Riska mengangguk mantap. “Betul sekali. Sebentar lagi dia demisioner. Itulah kenapa balik lagi ke lab.”

            Baru saja di bicarakan, Aran Dinata bersama beberapa asisten lain datang memasuki laboratorium. Semuanya mengenakan jas laboratorium yang sedikit berkurang kemulusannya. Berbeda dengan anak-anak semester satu yang masih mengenakan jas seputih kapas.

            Raisa tertunduk. Ia tak bisa menahan diri untuk melukiskan senyum.

***

            “Kalian semua nggak belajar?” Aran meninggikan volume suaranya setelah mengajukan lima pertanyaan yang tidak bisa dijawab sama sekali oleh kelompok lima.          Selama satu bulan bersama Riska, membuat mereka lalai untuk mempelajari panduan praktikum terlebih dahulu. Alih-alih bertanya, Riska dengan baik hatinya langsung menjelaskan panjang lebar mengenai teori dasar praktikum yang akan mereka lakukan. Berbeda dengan Aran, lelaki itu langsung menyodorkan beberapa pertanyaan dengan sorot mata yang mengintimidasi.

            “Bahkan perbedaan esterifikasi dan transesterifikasi saja kalian nggaktahu? Itu dasar!”

            Aran menutup panduan praktikum di tangannya. Lalu melirik ke enam juniornya satu persatu. Tatapannya jatuh kepada perempuan dengan poni yang memenuhi dahi. Rambutnya yang lurus sebatas bahu kini dikuncir kuda. Ia tertunduk dan tak bisa berkutik.

            “Kamu!” Aran menunjuk Raisa. Wajahnya nampak tak bersahabat. Raisa sontak mengangkat wajahnya. Menjatuhkan tatapannya ke sepasang mata Aran yang menajam.

            “Waktu wawancara, kamu bilang kamu suka belajar dan baca buku. Sekarang mana?” Raisa membisu sepenuhnya. Aran melanjutkan, “Saya nggak nanya soal teori evolusi dari buku Yuval Noah Harari yang tebel itu. Saya cuma nanya teori-teori dasar dari buku panduan yang kamu pegang!”

            Raisa tidak dapat melakukan apa-apa selain menunduk dan mengatakan ‘maaf’ dengan suara yang lirih. Entah mengapa, Aran hanya memojokannya diantara kelima temannya yang tidak disebut satu persatu seperti dirinya.

            Lelaki itu menurunkan sorot mata tajamnya. “Saya tahu kuliah di jurusan ini nggak mudah. Butuh adaptasi yang besar. Tapi, nggak ada satu mata kuliah atau praktikum yang mau ngalah.”

            Semua anak hanya manggut-manggut. Menurut. Tidak ada yang dapat dilakukan saat ini selain berdoa agar Aran melunak dan berhenti mewawancari mereka dengan suara tinggi.

            “Saya kasih waktu 10 menit untuk baca. Setelah itu, saya tanya lagi dan harus bisa jawab!”

            Tidak ada yang bisa membuat Aran mencair dan berbaik hati. Wawancara panas itu akan tetap berlangsung 10 menit yang akan datang. Keenam mahasiswa semester satu itu tidak ada pilihan selain membuka panduan praktikum dan membaca setiap detail teori pembuatan biodiesel.

***

            Aran memeriksa satu persatu laporan praktikum dari kelompok ‘asuhnya’. Kali ini, ia mulai memeriksa kelompok Raisa Kamila yang enam hari lalu membuatnya naik darah. Untung saja, kelompok tersebut langsung gesit melakukan praktikum tanpa kesalahan. Mengambil KOH menggunakan spatula dengan rapi, menimbang menggunakan neraca analitik dengan benar, dan membuat larutan menggunakan labu takar, bukan gelas beaker seperti yang kebanyakan dilakukan mahasiswa baru. 10 menit waktu yang diberikan Aran, membuat adik-adik asuhnya sontak belajar dengan cepat.

            Lelaki itu membaca analisis data dari laporan setebal 20 halaman yang sedang ia pegang. Laporan milik Raisa Kamila. Gadis berhidung mancung dengan bibir semerah biji delima. Itulah ciri fisik yang Aran ingat. Bentuk bibir dan hidungnya mengingatkan Aran kepada seseorang.

            Aran membaca dengan seksama dan kembali terkesima. Kali ini bukan melalui verbal, melainkan tulisan. Raisa seperti melakukan presentasi melalui aksara yang ia ukir menggunakan pena biru. Berbeda dari anak-anak lain, analisis Raisa sangat tajam. Beberapa kali, ia menghubungkan hal-hal yang terjadi selama praktikum pembuatan biodiesel dengan teori dari buku Ralp J. Fessenden dan Joan S. Fessenden. Bahkan, gadis itu merumuskan mekanisme reaksi esterifikasi dan transesterifikasi sampai akhirnya terbentuk fatty acid methyl ester dan gliserol. Sempurna.

            Laboratorium kimia organik lengang. Hanya terdengar suara dari alat distilasi mahasiswa semester akhir yang baru saja keluar untuk mencari makan malam. Jangkrik tidak bersahut-sahutan seperti biasanya.

            Aran terkesiap mendengar langkah kaki mendekatinya. Ia menutup laporan Raisa dengan cepat, kemudian menoleh ke sumber suara.

            Sumber suara yang tak lain adalah pemilik laporan 20 halaman tersebut.

            Raisa menggeraikan rambut lurusnya. Ia mengenakan kaus rajut panjang seperti kelebaran berwarna kuning kunyit dan rok plisket dengan warna serupa. Ransel rajut berwarna coklat muda masih ia gunakan. Aran hanya melirik sekilas. Mencoba tidak peduli.

            “Saya suka tas ini. Tapi sebagai alternatif, saya bawa jas hujan.” Raisa berujar seperti tahu apa yang Aran fikirkan.

            Aran kembali mengalihkan fokus ke laporan di depannnya. Melihat Raisa datang tanpa menunjukkan wajah yang sungkan dan takut—padahal tadi siang lelaki itu marah besar—Aran merasa aneh.

            “Ada perlu apa? Mau nanya soal pelajaran?”

            Raisa menggeleng, kemudian tak tahan melukiskan senyum. Aran terlihat kaku dan mencoba untuk menampakkan wajah segarang mungkin. Sikap hangatnya saat basah kuyup demi mengantar Raisa ke pintu gerbang kampus waktu itu, sangat kontras dengan sikapnya saat berada di laboratorium.

            Raisa menyerahkan satu kantung berisi jaket parasut Aran. Wangi lavender seketika menyerbak dari benda tersebut. “Makasih banyak, ya, Kak. Sekali lagi.”

            Aran hanya mengangguk dengan muka datar. Tanpa melirik Raisa sama sekali, ia membuka laporan praktikum milik mahasiswa lain dengan asal.

            Raisa menaruh segelas kopi susu hangat di atas meja Aran. “Saya nggaktahu Kakak suka kopi atau nggak. Jadi....”

            “Saya nggak suka. Kamu saja yang minum. Terima kasih.”

            Raisa menggigit bibir mendengar respon Aran yang menukas dan tidak ramah. Hatinya sedikit tersayat. Gadis itu melambung tinggi karena Aran Dinata berkorban basah kuyup demi dirinya seminggu yang lalu. Namun sekarang, sikapnya seakan-akan menegaskan bahwa kedatangan Raisa hanya mengganggu pekerjaannya.

            “Permisi,” ucap Raisa lirih. Kemudian berlalu dari sana dengan langkah lamat-lamat.

***

            Di lorong-lorong laboratorium teknik kimia yang sepi, Raisa melangkah sayup-sayup sambil mengolah perasaannya yang tidak karuan. Tertatih-tatih, ia menurunkan harapannya yang sudah terlanjur melambung. Gadis itu merasa bodoh. Bodoh berani berharap pada seniornya yang hampir dikenal seluruh manusia di kampus. Ia menyadari bahwa ia sangat naif menganggap Aran memperlakukannya sedikit istimewa. Dia tak lebih dari mahasiswi ingusan yang baru beranjak dewasa. Tak lebih dari juniornya yang tidak bisa menjawab soal-soal pre-test dasar tentang biodiesel. Dan tak lebih dari calon anggota BEM yang hasil wawancaranya tidak memuaskan Aran Dinata, kemudian langsung gagal di tahap pertama.

            Raisa menyesap pelan kopi susu yang masih hangat. Kopi susu yang ia bayangkan sedang diseruput Aran sambil tersenyum ramah. Bayangannya justru berakhir menjadi penolakan yang membuat Raisa akhirnya menyeruputnya dengan hati yang dongkol.

            Raisa berpapasan dengan perempuan yang memiliki tinggi badan tak jauh darinya. Mungkin sedikit lebih tinggi. Penampilannya sangat mencolok. Alih-alih menggunakan jas laboratorium, perempuan itu mengenakan baju terusan berwarna putih gading sebatas lutut. Sepatu heels bermerk Manolo Blahnik berwarna hitam pekat mengetuk-ngetuk lantai keramik lorong laboratorium. Tas Bonia klasik nan mungil mengitari lengannya yang telah berisi jam tangan dan beberapa gelang dari emas putih. Rambut panjangnya tergerai bergelombang dan di cat kecoklatan. Gucci Bloom Eau De Parfum yang dikenakan perempuan itu seketika menyerbak di lorong yang tadinya hanya di dominasi oleh bau bahan kimia.

            Raisa tidak tahu persis berapa rupiah yang harus gadis itu habiskan untuk penampilannya malam ini. Raisa melirik dirinya sendiri yang sungguh sangat kontradiktif. Pakaiannya kebanyakan dibeli dari Tanah Abang. Sepatu kets tertutup yang ia kenakan sebagai syarat masuk laboratorium dibeli di Margo City dengan diskon 50 persen. Tas rajutnya diperoleh dari pasar Malioboro, Yogyakarta. Parfurm yang ia kenakan adalah cairan isi ulang yang tak lebih dari 100 ribu. Rambutnya? Ia tak pernah kenal apa itu hairdo. Raisa hanya menggunakan shampoo dengan wangi mentol, disisir, dan terkadang dikuncir seadanya.

            Raisa mencoba tak peduli. Ia kembali melangkahkan kaki keluar dari laboratorium untuk pulang ke rumah. Namun, langkahnya terhenti seketika saat suara yang familiar terdengar di telinganya.

            “Kamu nggak boleh ke lab pakek baju dan sepatu kayak gitu....” Suara lelaki itu terhenti tiba-tiba.

            Raisa membalikkan badan. Sepenuhnya, ia menyaksikan perempuan cantik dan modis itu memeluk lelaki—yang mengenakan jas putih sedikit lusuh—di depan laboratorium kimia organik. Seorang lelaki yang Raisa sadari detik ini juga sebagai cinta pertamanya.

            Aran Dinata tidak membalas pelukannya. Tidak juga melepaskannya. Lelaki itu membiarkannya, sembari menatap Raisa yang kini membeku. Tak kuasa bergerak.

            Raisa menggelengkan kepala. Menyadarkan dirinya. Gadis itu berbalik. Melangkah cepat sejauh-jauhnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I'il Find You, LOVE
6227      1698     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Operasi ARAK
350      252     0     
Short Story
Berlatar di zaman orde baru, ini adalah kisah Jaka dan teman-temannya yang mencoba mengungkap misteri bunker dan tragedi jum'at kelabu. Apakah mereka berhasil memecahkan misteri itu?
Daybreak
4287      1812     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox
Phi
2141      859     6     
Science Fiction
Wii kabur dari rumah dengan alasan ingin melanjutkan kuliah di kota. Padahal dia memutus segala identitas dan kontak yang berhubungan dengan rumah. Wii ingin mencari panggung baru yang bisa menerima dia apa adanya. Tapi di kota, dia bertemu dengan sekumpulan orang aneh. Bergaul dengan masalah orang lain, hingga membuatnya menemukan dirinya sendiri.
Too Sassy For You
1561      704     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
Aku Sakit
5635      1528     30     
Romance
Siapa sangka, Bella Natalia, cewek remaja introvert dan tidak memiliki banyak teman di sekolah mendadak populer setelah mengikuti audisi menyanyi di sekolahnya. Bahkah, seorang Dani Christian, cowok terpopuler di Bernadette tertarik pada Bella. Namun, bagaimana dengan Vanessa, sahabat terbaik Bella yang lebih dulu naksir cowok itu? Bella tidak ingin kehilangan sahabat terbaik, tapi dia sendiri...
Ojek
855      592     1     
Short Story
Hanya cerita klise antara dua orang yang telah lama kenal. Terikat benang merah tak kasat mata, Gilang dihadapkan lagi pada dua pilihan sulit, tetap seperti dulu (terus mengikuti si gadis) atau memulai langkah baru (berdiri pada pilihannya).
Dunia Saga
5995      1531     0     
True Story
There is nothing like the innocence of first love. This work dedicated for people who likes pure, sweet, innocent, true love story.
Let it go on
1144      816     1     
Short Story
Everything has changed. Relakan saja semuanya~
Be Yours.
3064      1444     4     
Romance
Kekalahan Clarin membuatnya terpaksa mengikuti ekstrakurikuler cheerleader. Ia harus membagi waktu antara ekstrakurikuler atletik dan cheerleader. Belum lagi masalah dadanya yang terkadang sakit secara mendadak saat ia melakukan banyak kegiatan berat dan melelahkan. Namun demi impian Atlas, ia rela melakukan apa saja asal sahabatnya itu bahagia dan berhasil mewujudkan mimpi. Tetapi semakin lama, ...