Read More >>"> RUMIT (Menu Jualan Baru) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RUMIT
MENU
About Us  

Malam hari di Panti Sosial.

Saat awal mula Abimanyu sekamar dengan Azfar di kamar panti, akhir-akhir ini ia mulai menjaga salat lima waktunya. Namun, untuk salat Subuh, Abimanyu sesekali meninggalkannya karena susah dibangunkan. Abimanyu pernah berpesan pada Azfar: jika ia sulit dibangunkan saat waktu subuh, ia meminta agar Azfar menyiram mukanya dengan Air, agar bisa terbangun.

Bukan hanya salat lima waktu yang mulai Abimanyu jaga, ia juga meminta agar diajarkan Al-Quran oleh Azfar. Azfar terkejut sekaligus bersyukur saat Abimanyu memintanya diajarkan Al-Quran.

Setiap hari, Abimanyu mendengar lantunan merdu suara Azfar membaca ayat-ayat Al-Quran, hatinya tersentuh mendengarnya, sehingga ingin sekali belajar Al-Quran. Azfar juga pernah bilang padanya: jika salah membaca surah Al-Fatihah di dalam salat, maka salat akan batal. Azfar mengucapkan hadist yang pernah ia dengar dari seorang Ustad di sebuah majelis di salah satu pondok pesantren di kota Palu: tidak sah salat seseorang bila bacaan surah Al-Fatihah-nya tidak betul. Sebab itu juga, Abimanyu mulai bersemangat belajar Al-Quran, karena akan sia-sia jika salat tak diterima hanya karena bacaan Al-Fatihah yang salah.

Setiap selesai salat magrib Azfar mengajarkan Abimanyu Al-Quran.

Hampir semua penghuni panti tahu Azfar pandai mengaji—seorang qori yang sering mendapatkan juara di ajang MTQ dan STQ, hingga akhirnya murid mengaji bukan hanya Abimanyu seorang, anak-anak kecil juga mulai berdatangan pada Azfar untuk belajar mengaji. Lokasi mengaji juga sudah dipindah, bukan di kamar mereka lagi, tapi di lobi utama panti.

Dua bulan menjadi guru mengaji, kini murid mengaji Azfar kian bertambah—bukan hanya anak-anak di dalam panti yang belajar mengaji, di luar panti pun ada.

Suatu malam, seorang Bapak-bapak mendatangi Azfar dan Abimanyu di panti. Ditilik dari wajahnya, umur Bapak itu barang tak kurang dari empatpuluh tahun. Bapak itu mengobrol dengan kedua remaja itu. Bapak itu adalah orang tua dari salah satu murid Azfar dari luar panti. Dari penampilan Bapak itu, sepertinya dia orang kaya. Bapak itu juga datang ke panti dengan mobilnya.

Cukup lama bercakap-cakap, hingga akhirnya Bapak itu mengeluarkan sebuah amplop dari saku celananya, memberikannya pada Azfar.

Azfar terkejut saat tangannya dan Bapak itu bersalaman. Bapak itu tersenyum lembut ke arah Azfar.

“Nak, ini ada sedikit rejeki dari bapak, karena kamu mengajari anak bapak belajar Al-Quran.... Akhir-akhir ini, bapak mendengar anak bapak mengaji di rumah, dan bacaannya sangat bagus, dia juga mulai berlatih membaca Al-Quran dengan nada-nada yang indah.” Bapak itu tersenyum.

Azfar menggeleng, ia tak ingin menerima amplop berisi uang itu. “Mohon maaf, Pak, bukannya saya menolak, tapi saya tidak ingin menerima uang ini. Saya mengajar semua anak-anak dengan ikhlas, tak pernah berniat ingin mendapatkan imbalan.”  Azfar balas tersenyum.

“Nak, kamu anak yang baik. Anak bapak selalu bercerita di rumah kalau guru mengajinya sangat baik, mengajarnya seru, banyak tersenyum. Dari penuturan anak bapak, bapak percaya kamu ikhlas mengajar, tapi bapak mohon, tolong terima uang ini, sebagai rasa terima kasih bapak ke kamu.”

“Terima saja, Azfar. Anggap saja rejeki anak sholeh.” Abimanyu menyeringai.

Bapak itu mengangguk, setuju dengan ucapan Abimanyu.

Azfar menunduk. Sebetulnya ia tetap tak ingin menerima uang itu. Karena Bapak itu mendesak, memohon agar ia menerimanya, akhirnya amplop berisi uang itu Azfar terima.

“Terima kasih banyak, Pak,” kata Azfar kemudian.

“Sama-sama, Nak.” Bapak itu mengusap bahu Azfar.

Tak lama kemudian, Bapak itu berpamitan pulang  pada Azfar dan Abimanyu, kedua remaja itu menyalami tangan Bapak itu.

Saat di dalam kamar, Azfar dan Abimanyu duduk bersisian di atas ranjang, hendak membuka amplop pemberian Bapak tadi. Mata Abimanyu tertuju pada amplop itu, tak sabar mengetahui berapa jumlah uangnya.

Rupanya jumlah uang di dalam amplop itu lima-ratus-ribu rupiah.

Alhamdulillah, limaratusribu, Azfar,” kata Abimanyu, tersenyum.

“Untuk kamu.” Azfar menyerahkan selembar uang seratusribu ke Abimanyu sambil tersenyum.

“Eh? Jangan Azfar, itu rejeki untuk kamu.” Abimanyu menggeleng cepat.

“Aku memberikannya dengan ikhlas, berarti sudah menjadi rejeki kamu juga.”

Abimanyu tetap berkeras menolaknya.

Azfar tak bisa memaksanya. Lelaki itu terdiam sejenak, sedang memikirkan sesuatu.

“Bagaimana kalau kita menambah menu jualan baru? Modalnya pakai uang ini.” Pandangan Azfar kembali ke arah Abimanyu, menatap teman di sampingnya itu dengan serius.

“Menu apa?” Abimanyu bertanya semangat.

“Jalangkote?” Azfar tersenyum. “Kita jual di panti dan sekolah.”

Jalangkote adalah salah satu kuliner khas Makassar yang bentuknya serupa dengan kue pastel. 

“Mmm.... Kalau di panti, aku setuju, tapi kalau di sekolah, sepertinya tidak. Sebab Jalangkote mesti ditaruh di tupperware ukuran besar. Kamu mau berjualan di sekolah dengan menenteng tupperware besar? Apa lagi jika harus ditaruh di kelas. Ribet bagiku,” kata Abimanyu.

“Bukan kita yang menjualnya, tapi kita titipkan di kantin sekolah. Nanti separuh hasilnya kita berikan ke pemilik kantin. Dari semua kantin di sekolah, tak ada satu pun yang menjual Jalangkote. Jalangkote rasanya sangat enak, dan itu makanan kesukaan samua kalangan orang-orang Makassar, bahkan makanan itu terkenal sampai ke luar Makassar. Aku yakin, pasti akan laku.” Azfar semangat berbicara.

“Setuju, itu ide brilian, Azfar.” Abimanyu tersenyum lebar.

“Baiklah, besok kita akan mulai membuatnya.”

Azfar sudah berencana, uang yang diberikan Bapak tadi itu separuh untuk modal pembuatan Jalangkote dan separuhnya lagi akan ia transfer ke rekening pamannya Zaldin di Palu, untuk keperluan Azizah dan Adirah. Azfar sudah mendapatkan nomor rekening Zaldin, ia memintanya melalui telepon video call beberapa hari yang lalu memakai ponsel security panti. Saat bertelepon, setengah jam Azfar bercakap-cakap dengan Azizah dan Adirah. Rasa rindu terbayarkan antara mereka bertiga saat saling tatap wajah, walau hanya dari layar ponsel.

Kabar Azizah dan Adirah baik. Hunian sementara masih dalam proses pembangunan. Kondisi daerah bencana juga sudah mulai pulih, infrastruktur-infrastruktur mulai beroperasi kembali, pembersihan daerah terdampak bencana terus berjalan, para pekerja mulai aktif. Nelayan, tani, mulai menghasilkan hasil alamnya kembali.

Adirah memberi tahu pada Azfar bahwa dirinya sudah aktif bersekolah. Setiap sekolah yang ada di kota Palu, Sigi dan Donggala telah membuat sekolah-sekolah darurat. Banyak dari instansi-instansi, yayasan, juga Kementrian Pendidikan memberikan ribuan tenda-tenda ukuran besar untuk sekolah darurat. Adirah bercerita bagaimana rasanya belajar di sekolah darurat, belajar di dalam tenda besar.

 

***

 

Keesokan harinya.

Saat siswa berkunjung ke kantin, mereka terkejut, karena adanya Jalangkote dijual di sana. Mereka berbondong-bondong membelinya. Rasanya sangat enak. Hanya butuh waktu sampai selesai jam istirahat, Jalangkote itu laku terjual. Azfar dan Abimanyu begitu gembira. Besok mereka berdua akan membawanya lagi ke sekolah untuk dijual. Kentang Arab mereka juga selalu laku terjual hari itu.

Saat makan siang tiba, matahari menyengat panas di luar. Abimanyu, Salman, Nining dan Ainun berjalan di koridor sekolah, hendak menuju ke kantin. Hampir setiap hari tak ada Azfar mengikuti mereka ke kantin, lelaki itu selalu membawa bekal ke sekolah. Mereka berempat juga sudah tahu di mana tempat andalan Azfar saat makan siang: di taman samping Masjid sekolah, di sana ditumbuhi beberapa pohon, menjadikan suasana terasa adem, walau matahari siang menyengat panas.

Akhir-akhir ini Azfar dan Ainun mulai terlihat dekat. Dekat sudah melebihi sahabat, begitu kata siswa-siswa di sekolah, bahkan sahabat terdekat mereka, Abimanyu, Salman, dan Nining seringkali menggoda-godai mereka berdua.

Bertemunya Azfar dan Ainun pasti selalu ada ketiga sahabat mereka. Jarang sekali kedua remaja itu bertemu di sekolah dalam keadaan berduaan. Sesekali saja Azfar dan Ainun bisa bertemu berduaan, yakni saat jam pelajaran kosong: pertemuan diisi dengan mengerjakan tugas bersama-sama. Kadang Azfar yang membantu Ainun mengerjakan tugas-tugas tentang IPS. Sebaliknya, Ainun juga mengajarkan Azfar tentang IPA.

Azfar pernah ditegur seorang gadis, dia teman sekelas Ainun. Kata gadis itu, bahwa Azfar adalah lelaki pertama yang berhasil menaklukkan hati Ainun. Semua teman-teman Ainun mengira bahwa Ainun adalah perempuan yang tidak suka dengan yang namanya pacaran, hatinya sulit ditaklukkan oleh lelaki manapun, kecuali Azfar, lelaki itu mampu membuat hati Ainun terbuka untuknya.

Hari ini, di kantin, Ainun berinisiatif untuk besok membawa bekal, agar bisa makan siang bersama Azfar. Inisiatifnya itu belum ia beri tahu pada Abimanyu, Salman, dan Nining.

Esok harinya, usai salat Zuhur, Ainun tidak mengikuti Abimanyu, Salman dan Nining ke kantin. Niatnya ingin makan bersama Azfar ia laksanakan.

“Aku bawa bekal,” kata Ainun saat ketiga sahabatnya itu bertanya kenapa tidak ikut ke kantin.

“Tumben?” kata Nining menyelidik.

“Bosan makan di kantin. Ingin merasakan masakan rumah lagi, hehehe,” balas Ainun hati-hati.

“Terus kamu makan di mana?” Abimanyu tak kalah menyelidik.

Ainun tertegun, lidanya kelu, bingung ingin menjawab apa.

Melihat Ainun yang cukup lama termangu, Abimanyu berkata lagi: “Hahaha, tidak usah malu-malu, Ainun, kami tahu kalau kamu hendak makan bersama Azfar,” Abimanyu tertawa menggoda.

Ainun tersipu malu, jantungnya berdetak cepat akibat godaan sahabat-sahabatnya. Gadis itu sangat senang jika berada di dekat Azfar. Sepertinya yang Ainun rasakan saat ini seperti yang Aya Sofia rasakan saat itu. Eh, kenapa malah mengingatkan tentang gadis itu?!

Tiba di taman samping Masjid, Ainun menemukan Azfar seorang diri sedang duduk di kursi paling sudut taman. Azfar belum menyentuh sedikit pun makanan di tupperware-nya, lelaki itu masih tenggelam dalam bacaan novelnya. Di taman itu hanya ada segelintir siswa yang duduk-duduk santai.

Assalamualaikum,” sapa Ainun. Gadis itu tepat berada di hadapan Azfar duduk.

Waalaikumussalam. Eh, Ainun?” Azfar menutup novel, menyilakan Ainun duduk.

“Kenapa belum makan?” Ainun bertanya saat sudah duduk di samping Azfar, matanya melihat ke arah tupperware yang masih utuh isinya.

“Aku masih ingin menyelesaikan bab terakhir dari novel ini. Ceritanya seru sekali,” jawab Azfar. Sebetulnya Azfar ingin bertanya, ada perlu apa Ainun ke sini, pasalnya baru kali ini gadis itu menemuinya di waktu siang seperti ini. Namun, niat itu ia urungkan, karena boleh jadi akan membuat hati Ainun terluka. Memangnya, apa salahnya jika Ainun menemuinya di taman siang ini?

Ainun mengangguk. Gadis itu mengeluarkan tupperware dari dalam tasnya. Melihat itu, Azfar tak terkejut, karena ia sudah yakin: tujuan gadis itu menghampirinya di taman, yakni menemaninya makan siang.

“Aku boleh gabung sama kamu makan di sini?” Ainun bertanya saat Azfar menatapnya.

“Boleh, Ainun,” balas Azfar tersenyum.

Desir angin menerpa lembut wajah kedua remaja itu. Azfar membuka penutup tupperware miliknya, aroma lezat nasi goreng tercium—nasi goreng saja, tak ada menu tambahan.

Ainun juga membuka penutup tupperware-nya, isinya nasi dengan lauk ikan goreng, saus tomat, dan telur dadar. Ainun memotong setengah telur miliknya, hendak menaruhnya ke tupperware Azfar.

Azfar menggeleng cepat, “Tidak usah, Ainun.”

“Kamu alergi telur?”

“Tidak.”

“Terus kenapa ditolak? Kamu takut aku racuni?”

“Eh?... bukan begitu, Ainun.”

“Ya sudah, terima!” Ainun kembali menyodorkan telur goreng pada Azfar, dan lelaki itu pun menerimanya.

Azfar tersenyum, “Terima kasih, Ainun.”

Sambil makan, mereka berdua bercakap-cakap santai, membicarakan apa saja yang terlintas di kepala.

“Kamu sudah baca novel trilogi karangan Ahmad Fuadi?” Ainun bertanya. Gadis itu juga sangat suka membaca Novel.

“Belum. Itu novel tentang apa?”

“Kisah seorang remaja yang bercita-cita menjadi seperti Bj. Habibie. Nama remaja itu Alif Fikri. Saat lulus dari MTs, Alif ingin melanjutkan pendidikannya di SMA terbaik di kota Padang. Namun, Ibunya melarang dia untuk melanjutkan pendidikan di SMA. Ibunya ingin agar Alif melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren, karena Ibunya ingin Alif harus menjadi seperti Buya Hamka.” Ainun menjelaskan.

Azfar berhenti mengunyah makanan. Penjelasan dari Ainun sangat bagus, Azfar jadi tertarik ingin membaca novel trilogi itu.

“Terus, Alif melanjutkan pendidikan di mana, SMA atau pesantren?” tanya Azfar, tak sabar ingin mengetahuinya.

“Aku tak ingin memberitahunya, supaya kamu makin penasaran membacanya.” Ainun menyeringai. “Kalau kamu ingin meminjamnya, besok aku bawakan novelnya.”

“Sungguh? Terima kasih banyak, Ainun.”

“Sama-sama. Aku memang ingin meminjamkan untukmu, karena kisah Alif hampir sama seperti keadaanmu sekarang; menjadi anak rantau. Tapi Alif merantau karena ingin memenuhi kemauan Ibunya, belajar ilmu agama, menjadi seperti sosok Buya Hamka.” Ainun tersenyum, mulai menyendok kembali makanan ke mulutnya.

“Aku sudah tahu, berarti setelah lulus dari MTs, Alif melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren, hihihi.” Azfar terkikik.

“Yaahh, aku sudah salah bicara. Padahal aku ingin membuatmu lebih penasaran lagi.” Ainun menyesal.

Azfar tertawa sejenak. Mereka berdua kembali melanjutkan makan. Sepuluh menit, tupperware mereka sudah tandas. Azfar dan Ainun akan meninggalkan taman saat bel masuk sudah berbunyi. Sambil menunggu bel berbunyi, mereka berdua bercakap-cakap lagi.

“Alif merantau jauh karena ingin menjadi seperti Bj. Habibie atau Buya Hamka. Kalau kamu ingin menjadi apa nantinya?” Ainun bertanya, membahas topik yang tadi.

“Aku belum tahu akan menjadi apa nantinya. Tapi, sebagai sampingan, aku ingin menjadi penulis juga,” Azfar berkata mantap.

“Semoga berhasil. Aku mendukungmu.” Ainun tersenyum lembut. “Kamu tahu, kisah Alif Fikri di novel trilogi itu merupakan kisah nyata si penulis, Ahmad Fuadi, perjalanan beliau dari masa remaja hingga dewasa; pengalamannya di dunia pendidikan, bahkan sampai kuliah ke Amerika.”

“Oh ya? Hmm, aku jadi tidak sabar ingin membaca kisahnya.”

Bel pertanda masuk sudah berbunyi, Azfar dan Ainun pun menuju kelas.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Selepas patah
129      110     0     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Kungfu boy
2426      942     2     
Action
Kepalanya sudah pusing penglihatannya sudah kabur, keringat sudah bercampur dengan merahnya darah. Dirinya tetap bertahan, dia harus menyelamatkan Kamalia, seniornya di tempat kungfu sekaligus teman sekelasnya di sekolah. "Lemah !" Musuh sudah mulai menyoraki Lee sembari melipat tangannya di dada dengan sombong. Lee sudah sampai di sini, apabila dirinya tidak bisa bertahan maka, dirinya a...
Are We Friends?
3028      929     0     
Inspirational
Dinda hidup dengan tenang tanpa gangguan. Dia berjalan mengikuti ke mana pun arus menyeretnya. Tidak! Lebih tepatnya, dia mengikuti ke mana pun Ryo, sahabat karibnya, membawanya. Namun, ketenangan itu terusik ketika Levi, seseorang yang tidak dia kenal sama sekali hadir dan berkata akan membuat Dinda mengingat Levi sampai ke titik paling kecil. Bukan hanya Levi membuat Dinda bingung, cowok it...
Fix You
643      389     2     
Romance
Sejak hari itu, dunia mulai berbalik memunggungi Rena. Kerja kerasnya kandas, kepercayaan dirinya hilang. Yang Rena inginkan hanya menepi dan menjauh, memperbaiki diri jika memang masih bisa ia lakukan. Hingga akhirnya Rena bersua dengan suara itu. Suara asing yang sialnya mampu mengumpulkan keping demi keping harapannya. Namun akankah suara itu benar-benar bisa menyembuhkan Rena? Atau jus...
SEMPENA
2898      1038     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
Love Like Lemonade
3273      1231     3     
Romance
Semula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Neraka bagi cewek itu. Bagaimana tidak? Cowok bernama Alvin Geraldy selalu melakukan segala cara untuk membalas Vanta. Tidak pernah kehabisan akal...
START
259      167     2     
Romance
Meskipun ini mengambil tema jodoh-jodohan atau pernikahan (Bohong, belum tentu nikah karena masih wacana. Hahahaha) Tapi tenang saja ini bukan 18+ 😂 apalagi 21+😆 semuanya bisa baca kok...🥰 Sudah seperti agenda rutin sang Ayah setiap kali jam dinding menunjukan pukul 22.00 Wib malam. Begitupun juga Ananda yang masuk mengendap-ngendap masuk kedalam rumah. Namun kali berbeda ketika An...
TO DO LIST CALON MANTU
1149      509     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.
Blue Island
94      81     1     
Fantasy
Sebuah pulau yang menyimpan banyak rahasia hanya diketahui oleh beberapa kalangan, termasuk ras langka yang bersembunyi sejak ratusan tahun yang lalu. Pulau itu disebut Blue Island, pulau yang sangat asri karena lautan dan tumbuhan yang hidup di sana. Rahasia pulau itu akan bisa diungkapkan oleh dua manusia Bumi yang sudah diramalkan sejak 200 tahun silam dengan cara mengumpulkan tujuh stoples...
Manuskrip Tanda Tanya
4177      1401     1     
Romance
Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui karya yang diasuh sedemikian rupa agar menjadi sempurna. Sayangnya, rasa gembira itu mendadak berubah menjadi serba salah ketika Bu Maya menugaskan Katya untuk mengurus tulisan pengarang t...