Loading...
Logo TinLit
Read Story - RUMIT
MENU
About Us  

Keesokan harinya.

Di kelas XI IPA-2, Nining bercakap-cakap dengan Ainun di bangku mereka, tiba-tiba Ainun bertanya tentang sosok Azfar, entah di sengaja atau tidak, yang pasti hati Ainun gembira mengetahui sedikit tentang lelaki itu.

“Azfar itu tinggal sekampung denganku. Awalnya aku dan Azfar tidak terlalu akrab, mungkin karena dulu SMA kami berbeda. Aku dan Azfar mulai berteman baik saat masa-masa bencana, sering berkumpul di pengungsian, jadi relawan sama-sama,” tutur Nining.

“Korban? Tapi jadi relawan?” Ainun berdecak kagum.

“Iya. Masa-masa sulit saat itu, aku, Azfar, dan Abimanyu selalu bergabung dengan relawan dari Manado. Itu adalah pengalaman paling berharga bagi kami. Ternyata seru juga jadi relawan, Ainun. Aku tak akan pernah melupakan masa-masa itu,” ujar Nining tersenyum. Ainun menatap Nining dengan mata berbinar.

“Kalian hebat, ya, dalam keadaan berduka, kalian isi dengan hal-hal bermanfaat.”

Nining mengangkat dagunya, tersenyum bangga, seperti telah menjadi superhero yang menyelamatkan banyak orang.

“Nining, jam istirahat nanti kamu makan di kantin mana?” Ainun bertanya.

“Seperti biasa, kantin Mama Nir.”

“Nanti aku ikut.”

Nining mengacungkan jempol pada Ainun. Percakapan mereka terhenti saat guru masuk ke kelas. Pelajaran pertama pun dimulai.

Saat tiba jam istirahat, Azfar, Abimanyu, dan Salman menunggu Nining di depan kelasnya. Jam istirahat kali ini, ketiga remaja lelaki itu mendatangi kelas Nining, mengajaknya untuk ke kantin bersama-sama. Saat Nining keluar dari ambang pintu, kali ini dia tidak sendiri, namun ada Ainun di sampingnya.

“Ayo, perutku sudah lapar,” ajak Nining tak sabar.

Saat Ainun tepat berada di hadapan Azfar, lelaki itu memerhatikan sejenak wajah gadis itu. Cantiknya Masya Allah! Jantung Azfar hampir copot dari tempatnya saat menatap gadis itu, kelopak matanya susah berkedip, rasanya ingin selalu memandang wajah gadis itu.

Selain pintar, Ainun juga memiliki wajah berparas cantik. Alisnya tebal, bulu matanya elok, bola mata hitamnya menawan, bibir merah jambu tanpa sentuhan gincu, jika tersenyum sangat manis. Kulitnya putih bersih. Semua keindahan di wajah gadis itu, sungguh lebih bertambah cantik karena ia memakai hijab, dengan ciput di atas keningnya untuk menutupi anak rambut.

“Hei, ayo!” Nining membuyarkan lamunan Azfar, lelaki itu belum bergerak sama sekali untuk melangkah.

“Eh, i-iya-iya. Ayo.” Azfar tergugu.

Di kantin, sambil menunggu pesanan siap, mereka bercakap-cakap. Ternyata Ainun juga seru diajak mengobrol.

Saat Azfar sedang berbicara, Ainun mendengarnya dengan saksama, gadis itu tak kalah kagum menatap Azfar, sosok lelaki yang tampan, setiap ucapan dari mulutnya adalah ilmu. Seskali ia mengaitkan suatu percakapan dengan buku-buku yang pernah dibacanya. Saat pertama kali masuk sekolah, banyak gadis yang mengincar-incar Azfar, hanya saja Azfar menganggap hal tersebut biasa saja.

 

***

 

Sudah genap satu bulan tinggal di Makassar, Azfar mulai memikirkan banyak hal, termasuk biaya sehari-harinya. Uang Rp.800.000 dari pemerintah yang cair tiap bulan sudah cukup baginya, namun lelaki itu ingin melakukan sesuatu agar bisa mendapatkan uang tambahan, dan bisa mengirimkan uang pada Azizah di Palu. Keadaan Azizah dan Adirah di Palu saat ini hanya bergantung pada Zaldin, ia tak punya penghasilan sendiri untuk biaya hidup. Dulu, sebelum bencana, keseharian Azizah adalah menjual nasi kuning di depan rumah, namun karena bencana, perempuan itu berhenti berjualan. Entah kapan lagi ia akan memulai menjual nasi kuning, modalnya juga belum ada.

Uang Rp.800.000 itu, Azfar dan Abimanyu berpatungan untuk membeli bahan pokok di Panti Sosial, seperti beras, lauk, peralatan mandi, dll.

“Abi,” panggil Azfar. Abimanyu sedang telungkup mencatat tugas sekolah di atas lantai.

“Aaa?” respon Abimanyu

“Kamu mau kita jualan di sekolah?”

Abimanyu bangkit dari pembaringannya, terkejut, “Jualan di sekolah?”

Azfar mengangguk semangat, “Iya. Aku sudah punya ide menu yang akan dijual.”

“Apa itu?” tanya Abimanyu.

Sebetulnya Abimanyu tidak tertarik, karena ia sesekali menerima kiriman uang dari Bapaknya di Palu. Bapaknya selalu mengirim uang ke rekening pengurus Panti, lalu pengurus panti yang memberikan uang padanya. Bapak Abimanyu kerja sebagai supir truk tangki BBM, gajinya terbilang besar. Jika Abimanyu menolak, ia takut akan melukai hati Azfar, akhirnya ia sepakat dengan rencana itu.

“Kentang Arab!” Azfar menjawab mantap.

“Kamu tahu cara membuatnya?” Abimanyu bertanya lagi.

“Belum sih. Tapi kita bisa pinjam HP security panti buat nonton tutorial pembuatan kentang Arab di youtube,” Azfar memberi ide.

“Ide yang bagus.” Abimanyu mangacungkan jempol. “Nining kita ajak bergabung?”

“Boleh, biar lebih ringan kerja kita.”

Saat diberitahukan pada Nining, ia menggeleng, tanda menolak, namun ia memiliki alasannya.

“Bukannya aku menolak, tapi aku hanya ingin agar pembagian hasilnya hanya untuk kalian berdua saja. Walau aku tak bisa bergabung, tapi aku siap membantu kalian; memasak, mempromosikan ke orang-orang,” kata Nining, tersenyum.

Azfar mengangguk, tersenyum, “Terima kasih, Nining.”

Sama seperti Abimanyu, Nining juga selalu mendapatkan kiriman uang dari orangtuanya di Palu. Jika Bapak Abimanyu sebagai supir truk tangki BBM, maka Bapak Nining adalah atasan di kantor BBM-nya, penghasilannya tak kalah banyak.

Bermodalkan uang tigaratus ribu dan ponsel security untuk menonton tutorial, puluhan bungkus Kentang Arab siap dijualkan. Azfar dan Abimanyu juga membuat brend sendiri—diedit pakai ponsel security juga, setelah itu dibawa ke percetakan. Nama brendnya: Anak Rantau. Sore itu, Kentang Arab, pertama mereka tawarkan ke penduduk Panti, besok mereka akan mulai menjual di sekolah.

Hari ini adalah awal Azfar dan kedua sahabatnya berjualan di sekolah. Kemarin sudah ada beberapa penduduk panti yang membeli Kentang Arab yang mereka buat, rasanya enak dan gurih, kata penduduk panti yang membeli.

Usai salat subuh, Azfar memasak nasi goreng. Jarang sekali ia dan Abimanyu sarapan pagi di panti, biasanya selalu di sekolah, namun kali ini, mereka sarapan pagi di panti.

Azfar mulai merubah kebiasaannya, yang biasanya dia sarapan pagi di sekolah, kini sarapan pagi di panti. Ia membuat banyak nasi goreng, separuh ia makan di panti, separuhnya lagi ia isi ke tupperware, sebagai bekalnya di sekolah. Azfar sudah mengira-ngira, jika ia membawa bekal ke sekolah setiap harinya, ia tidak akan jajan yang lain lagi. Yang tadinya uang jajan itu, ia bisa tabung.

“Nasi goreng yang kamu buat enak.” Suapan pertama masuk ke mulut Abimanyu. Kepalanya manggut-manggut karena lezat.

“Terimakasih, Abi,” Azfar tersenyum.

“Omong-omong, tumben kamu buat sarapan pagi ini?”

“Bosan saja sarapan di sekolah terus.” Azfar membuat alasan.

Usai makan, kedua remaja itu bersiap-siap berangkat ke sekolah. Abimanyu melihat Azfar menaruh tupperware ke dalam tasnya, lantas bertanya: “Apa isi tupperware itu?”

“Nasi goreng yang kubuat tadi,” jawab Azfar.

“Kamu bawa bekal?”

Azfar mengangguk.

“Berarti selesai salat Zuhur nanti, kamu tidak makan di kantin lagi?”

Azfar mengangguk lagi.

Abimanyu juga manggut-manggut, ia tidak ingin bertanya lagi. Jika belum berangkat, mereka akan terlambat.

Kebiasaan sebagian siswa di sekolah: membeli makanan di kantin, tapi makannya di kelas, alasannya karena meja kantin penuh. Terkadang Azfar dan Abimanyu juga seperti itu, namun pagi ini mereka berdua tidak sarapan pagi di sekolah, karena di panti tadi sudah selesai.

Banyaknya siswa sarapan di dalam kelas, bagi Azfar, itu adalah kesempatan untuk mempromosikan Kentang Arab jualan mereka. Sepertinya nasi bungkus sangat pas ditemani dengan Kentang Arab.

Azfar dan Abimanyu mendatangi setiap temannya yang sedang sarapan, menawarkan Kentang Arab. Banyak yang membeli. Harganya murah meriah: satu bungkus tujuhribu rupiah.

“Anak Rantau?” gumam salah satu siswa saat membaca brend yang ada di pembungkus Kentang Arab. “Aku mau rasa balado,” pesan Siswa itu.

Ada dua rasa yang Azfar dan Abimanyu buat, yakni balado dan jagung bakar.

“Umm, enak! Ini kamu yang buat?” seru salah satu siswa saat jajanan kentang arab pertama kali masuk ke mulutnya. Siswa itu mencoba memakannya dengan nasi, pas, enak sekali.

Azfar tersenyum lebar, “Aku, Abi, dan Nining yang membuatnya,” lapornya.

Ada duapuluh bungkus yang mereka bawa ke sekolah, enam sudah terjual di kelas mereka. Sebagian lagi akan mereka promosikan ke siswa-siswa di kelas lain. Salman juga ikut membantu mereka berjualan di sekolah. Salman sudah tak seperti orang pendiam lagi, ia mulai berani bersosialisasi, berani menawarkan kentang arab ke siswa-siswa dari kelas lain.

Jam istirahat, Nining juga membawa lima bungkus ke kelasnya, dan laku terjual, malah siswa-siswa XI IPA-2 bertanya lagi, apakah masih ada. Ternyata duapuluh bungkus itu telah laku terjual. Azfar, Abimanyu dan Nining sangat gembira. Ternyata banyak yang menyukai jualan mereka. Besok-besok mereka akan melebihkan jualan mereka, yg hari ini duapuluh  bungkus, mungkin besok empatpuluh bungkus. Pulang dari sekolah nanti, semakin semangat mereka bertiga untuk membuat Kentang Arab, jiwa bisnis mereka mulai menjalar di tubuh. Azfar memang hebat di bidang jual-menjual, ia terbiasa saat di kampung menjual jualan ibunya, Azizah.

Beberapa jam telah berlalu, waktu zuhur telah tiba. Saat selesai berwudhu, hendak masuk masjid, Azfar berpas-pasan dengan Ainun, kedua remaja itu berhenti sejenak. Ainun menatap berbinar butir-butir air bekas wudhu di wajah dan rambut Azfar.

Wajahnya tampan dan bercahaya, Ainun berucap dalam hati.

“Kentang Arab-nya enak.” Ainun memuji, tersenyum.

“Oh, tadi kamu juga memesannya? Terima kasih, Ainun.” Azfar balas tersenyum.

“Iya. Besok aku pesan lagi, ya.”

“Baik, Ainun.”

“Tapi harus kamu langsung yang mengantarkan padaku.” Ainun menyeringai lebar, ia jadi tersipu malu karena berani berucap seperti itu.

“Hahaha. Baik. Besok aku langsung yang antarkan padamu.”

Azfar kembali berjalan masuk ke Masjid. Ainun ke tempat wudhu, disusul Nining dibelakangnya. Dari belakang Azfar, ada Abimanyu yang juga berjalan masuk Masjid—lelaki itu juga selesai berwudhu, dan kini ia berpapasan dengan Nining dan Ainun.

Melihat Abimanyu yang sudah selesai berwudhu, Nining sengaja menyentuh bahu lelaki itu, lalu tertawa puas.

“Niniiiiingg!! Wudhu-ku jadi batal!” tegas Abimanyu, wajahnya kesal.

“Wudhu lagi sana.” Nining terpingkal, mendorong-dorong bahu Ainun saking lucunya.

Kejailan Nining seperti itu memang tidak pantas untuk dilakukan. Ada sebuah hadist, kurang lebih bunyinya seperti ini: ditusuknya kepala seseorang dengan besi lebih baik daripada menyentuh lawan jenis yang bukan mahram. Sudah sangat jelas hadist itu, bahwa menyentuh lawan jenis yang bukan mahram itu tak boleh, hukumnya haram! Apa lagi sampai berniat ingin membatalkan wudhu seseorang. Ilmu agama mereka masih dangkal, jadi hal seperti itu masih saja mereka ulang-ulang, dan teguran mesti selalu ada.

Ada beberapa pendapat ulama tentang persoalan bila setelah berwudhu lalu bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram, apakah batal atau tidak. Ada yang mengatakan wudhu-nya batal, ada juga yang mengatakan tidak sampai membatalkan selagi tidak menimbulkan syahwat bagi kedua lawan jenis yang bersentuhan. Tak ada sedikit syahwat pun timbul pada diri Abimanyu, namun lelaki itu memilih untuk tetap berwudhu kembali, karena ia merasa was-was, siapa tahu wudhunya batal.

Usai salat Zuhur, Azfar tak ada di kantin, karena ia membawa bekal. Teman-temannya yang sedang berkumpul di kantin bertanya-tanta di mana keberadaannya.

“Azfar tidak ikut ke kantin, karena dia bawa bekal,” Abimanyu memberitahu. “Tapi aku tidak tahu dia ada di mana sekarang. Dia tidak bilang padaku,” lanjut Abimanyu.

Ketidakhadiran Azfar di kantin, Ainun merasa ada yang berbeda. Saat Azfar tak ada, gadis itu merasa seperti kesepian, padahal ia sekarang berada satu meja dengan Abimanyu, Nining, dan Salman di kantin.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hyeong!
187      162     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
7537      2515     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
Are We Friends?
4028      1219     0     
Inspirational
Dinda hidup dengan tenang tanpa gangguan. Dia berjalan mengikuti ke mana pun arus menyeretnya. Tidak! Lebih tepatnya, dia mengikuti ke mana pun Ryo, sahabat karibnya, membawanya. Namun, ketenangan itu terusik ketika Levi, seseorang yang tidak dia kenal sama sekali hadir dan berkata akan membuat Dinda mengingat Levi sampai ke titik paling kecil. Bukan hanya Levi membuat Dinda bingung, cowok it...
Different World
976      498     0     
Fantasy
Melody, seorang gadis biasa yang terdampar di dunia yang tak dikenalnya. Berkutat dengan segala peraturan baru yang mengikat membuat kesehariannya penuh dengan tanda tanya. Hal yang paling diinginkannya setelah terdampar adalah kembali ke dunianya. Namun, ditengah usaha untuk kembali ia menguak rahasia antar dunia.
Perhaps It Never Will
5729      1709     0     
Romance
Hayley Lexington, aktor cantik yang karirnya sedang melejit, terpaksa harus mengasingkan diri ke pedesaan Inggris yang jauh dari hiruk pikuk kota New York karena skandal yang dibuat oleh mantan pacarnya. Demi terhindar dari pertanyaan-pertanyaan menyakitkan publik dan masa depan karirnya, ia rela membuat dirinya sendiri tak terlihat. William Morrison sama sekali tidak pernah berniat untuk kem...
Selepas patah
203      167     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Lily
1882      862     4     
Romance
Apa kita harus percaya pada kesetiaan? Gumam Lily saat memandang papan nama bunga yang ada didepannya. Tertulis disana Bunga Lily biru melambangkan kesetiaan, kepercayaan, dan kepatuhan. Lily hanya mematung memandang dalam bunga biru yang ada didepannya tersebut.
Lazy Boy
6926      1644     0     
Romance
Kinan merutuki nasibnya akibat dieliminasi oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa pulang medali emas, dia bisa meraih impiannya kuliah gratis di luar negeri melalui program Russelia GTC (Goes to Campus). Namun di saat keputusasaa...
Cinta Pertama Bikin Dilema
5017      1383     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Lenna in Chaos
6951      2089     1     
Romance
Papa yang selingkuh dengan anggota dewan, Mama yang depresi dan memilih tinggal di desa terpencil, seorang kakak perempuan yang kabur entah ke mana, serta kekasih yang hilang di Kalimantan. Selepas kerusuhan demonstrasi May Day di depan Gedung Sate, hidup Lenna tidak akan pernah sama lagi. Sewaktu Lenna celaka di kerusuhan itu, tidak sengaja ia ditolong oleh Aslan, wartawan media sebelah yang...