Read More >>"> Bumi yang Dihujani Rindu (Apa Harus Dengan Dia?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bumi yang Dihujani Rindu
MENU
About Us  

“Dari Paman Daud?” ucap Fritz sambil memegang botol kecil air berisi air zam-zam.

Aku menggeleng.

“Dari salah satu jamaah masjid yang baru saja pulang umroh,” jawabku beberapa saat kemudian.

Fritz dan Felix berdiri di sebelah kiri dan kananku sementara tatapan mataku kosong melihat arah jendela. Lalu mereka langsung memberondong dengan pertanyaan sesaat setelah aku masuk dan duduk di kursi belajar.

“Bagaimana pertemuan tadi?” Felix terlihat penasaran.

Fritz menyambung, “Jadi kapan rencana pernikahannya?”

“Kau sudah menentukan tanggalnya?” tanya Felix semakin penasaran.

“Kau sudah menyiapkan cincin untuk acara nanti?” Fritz langsung menyambar.

Secara bergantian mereka menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan seputar rencana pernikahanku dengan Kiara. Sementara aku hanya diam. Pikiranku bercabang-cabang. Aku bingung mesti menjawab apa kepada mereka.

“Fyan, kau tak apa-apa?” tanya Felix sambil menggoyang-goyangkan lenganku.

Aku tersadar dari lamunan.

Astagfirullah,” ucapku sambil mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah.

Felix dan Fritz tampak heran melihat keadaanku. Entah, perasaan apa yang sedang terjadi dalam diri. Sedih, kesal, kecewa menjadi satu. Aku bingung apa yang mesti kuperbuat. Terlebih lagi waktuku di sini sudah tak banyak. Pekan depan aku sudah kembali ke Indonesia. Dalam waktu kurang dari seminggu aku harus memutuskan sikap dan memberikan kepastian.

“Jadi bagaimana keputusan pertemuan tadi, Fyan?” tanya Felix penasaran.

Aku menarik napas pelan. Aku bangkit dari duduk. Dengan perasaan gamang, aku berjalan menuju tempat tidur, lantas merebahkan badan.

“Paman Daud hanya punya waktu sampai hari jumat depan,” ucapku.

“Yeeeaaayy …,” teriak Felix kegirangan, “artinya kau akan menikah minggu depan?”

“Wow … asik, pulang ke rumah tidak hanya membawa ijazah tapi juga dengan istri tercinta,” timpal Felix ikut senang.

Aku hanya tersenyum dingin melihat mereka. Namun, seketika kegembiraan mereka berubah menjadi tanda tanya. Mungkin mereka melihat wajahku seperti orang yang tengah dirundung masalah. Tampak tak bahagia.

“Emak tak menyetujui pilihanku.”

Ucapanku itu mendadak membuat kedua sahabatku mematung. Hanya hening yang mengisi kekosongan beberapa saat. Tanpa bicara. Enam mata di sebuah ruangan yang sama hanya bisa saling menatap satu dengan lainnya.

“Jadi kau sudah bicara dengan Emakmu?” tanya Felix.

Aku mengangguk tak bergairah.

“Kapan?” tanya Fritz penasaran.

“Usai kita tampil di pesta Kiara,” ucapku sambil melihat Felix.

Felix dan Fritz masih tak percaya. Dari tatapannya mereka seperti sedang menungguku untuk menceritakan semua kejadian waktu itu.

“Kau masih ingat saat aku hampir saja tak mengangkat telepon dari ‘Aini ketika di pesta Kiara kemarin, Fel?”

Felix terdiam sesaat. Kedua tangannya dilipat. Ujung-ujung alisnya saling mendekat membuat kerutan di dahinya, seperti sedang mengingat-ingat. Fritz melihat ke arah Felix, lalu mengangkat dagunya. Fritz tak sabar ingin segera mendengar jawaban dari Felix.

“Aaah … ya … ya …,” ucap Felix.

“Apa?” Fritz penasaran.

 

Ingatanku kembali pada suatu kejadian beberapa waktu lalu saat pesta Kiara.

***

Kamis, 5 September 2013

Di pesta yang meriah ini aku merasa seakan tidak ada suara. Seperti dalam keheningan. Terasa sepi di tengah keramaian. Ada yang bergejolak di hati. Entah, apakah cara yang kulakukan tadi itu benar atau salah. Aku masih galau dengan jawaban yang baru saja kusampaikan kepada Om Thimoty tentang kesiapanku menikahi putrinya.

Felix menyenggol bahuku dengan siku. Aku tak sadar kalau ada panggilan masuk ke handphone yang kuletakkan di atas meja. Sengaja tak kuaktifkan suaranya. Hanya mode getar. Kulihat, nama ‘Aini di layar. Aku segera mengangkatnya.

“Lagi di mana Bang, kok kedengeran rame banget?”

“Di acara pesta Kak Kiara.”

Tadinya ‘Aini ingin menceritakan tentang Pak Ramli yang datang ke rumah. Namun, aku meminta ‘Aini menunda dulu ceritanya. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan Emak. Kesempatan kali ini tak boleh terlewatkan. Ini perkara yang harus aku lakukan dengan segera. Tak boleh ditunda-tunda

“Sepertinya penting banget, Bang? Apa ada hubungannya antara Bang Sofyan dengan Kak Kiara?” tanya ‘Aini.

‘Aini memang sudah tahu perihal kedekatanku dengan Kiara. Aku sudah menceritakan semua kepadanya. Tentu saja, adikku sangat menyetujui piliihanku. Sebab ia sudah mengenal Kiara meski belum langsung bertatap muka. Hanya sebatas berbicara via telepon dan melihat aktivitas Kiara melalui media sosialnya. Aku menceritakan juga kepada ‘Aini kejadian di Taman Kampus usai Wisuda. Saat itu aku menjawab pertanyaan Kiara. Menjawab sebuah uangkapan hati yang sudah sangat lama ia ucapkan di tepi sungai Saskatchewan: Aku mencintaimu, izinkan aku menjadi rusuk kirimu. Namun, entah bagaimana dengan Emak.

“Iya,” jawabku.

“Semangat, Bang. Pokoknya ‘Aini dukung Abang.”

Aku bangkit dari tempat duduk dan mencari tempat yang lebih tenang. ‘Aini memberikan teleponnya kepada Emak. Aku berjalan keluar ruangan menuju loby, lalu mencari tempat yang agak tenang. Hampir semua sofa di tengah loby penuh. Aku berjalan lagi mencari tempat. Hingga akhirnya ada satu sofa kosong di sebelah utara resepsionis. Beberapa saat lalu tamu baru saja beranjak dari sana.

Kali ini, seperti ada rasa yang tak biasa. Hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya saat menelpon Emak. Bukan karena takut untuk menyampaikan isi hati. Hanya saja ada terselip rasa kekhawatiran di sana. Jika saja aku belum menjawab pertanyaan Om Thimoty, bisa jadi aku tak segugup ini. Aku khawatir jawaban Emak nanti bertentangan dengan apa yang aku harapkan. Lalu, bagaimana jika itu benar terjadi?

“Ada yang ingin Sofyan bicarakan pada Emak.”

“Iya, Nak,” jawab Emak, “tumben. Kau terdengar gugup. Memangnya ada apa?”

Setelah sekian lama, akhirnya aku berhasil menelepon Emak. Aku ingin menceritakan maksud dan tujuanku menelepon Emak. Kali ini akan kuceritakan semuanya. Tentang cinta. Tentang sebuah perasaan suci anak Kuantan kepada gadis cantik bermata biru keturunan Aceh Rusia yang beberapa waktu lalu mendapat hidayah.

“Sofyan ingin menikah, Mak,” ucapku gugup sambil memjamkan mata, lalu mengutarakan semua rasa.

Aku berusaha menenangkan diri. Detak jantungku yang bergemuruh sejak tadi seolah tak dapat kukuasai. Dengan sangat hati-hati aku meminta restu pada Emak di ujung sana. Jujur aku sangat gelisah. Di ruangan dingin ini, tetapi badanku malah terasa panas. Keringatku mengucur deras. Emak hanya diam usai kuungkapkan semua. Hening agak lama. Aku kira sambungan telepon terputus karena sinyal yang kurang baik seperti sebelum-sebelumnya.

“Mak?” tanyaku memastikan sambil menyeka keringat yang membasi pelipis hingga pipi, “Emak sudah mendengar semua yang aku katakan? Atau ada ucapan Sofyan tadi yang terputus?”

“Ya, Nak. Emak mendengar semuanya.”

Jantungku berdetak tak keruan. Aku ibarat kontestan yang tengah menanti detik-detik pengumuman sang juara dalam sebuah lomba. Kali ini kembali hening. Lebih lama dari hening sebelumnya. Kuatur napas supaya bisa lebih tenang. Hingga akhirnya Emak pun membuka suara.

***

“Lalu apa jawaban Emakmu, Fyan?” tanya Fritz penasaran, “atau jangan-jangan ….”

Fritz tak melanjutkan ucapannya. Seolah ia sudah bisa menerka jawabannya. Atau mungkin ia bisa mengira-ngira karena sikapku akhir-akhir ini yang sering terlihat gelisah.

Aku menarik napas. Sejenak, aku menenangkan diri sebelum memberitahu mereka tentang jawaban Emak kemarin.

Sungguh di luar harapan. Jawaban Emak di telepon seolah membuat impianku hancur seketika. Aku mengira Emak akan memberikan respon seperti apa yang aku mau. Menyetujui apa yang menjadi pilihanku. Nyatanya tidak. Pertanyaan Emak di penghujung pembicaraan kami di telepon membuat hatiku resah. Aku hanya bisa pasrah. Jawaban Emak tentang jodoh pilihanku membuatku bungkam. Ucapan Emak beberapa waktu lalu masih terngiang jelas di telingaku.

“Apa harus menikah dengan gadis dari negeri orang? Sementara masih banyak gadis di negeri sendiri yang cantik juga sholehah?”

 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta Semi
1443      636     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
Demi Keadilan:Azveera's quest
636      343     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...
Salon & Me
2867      898     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
Project Pemeran Pembantu
3645      1271     0     
Humor
Project Pemeran Pembantu adalah kumpulan kisah nyata yang menimpa penulis, ntah kenapa ada saja kejadian aneh nan ajaib yang terjadi kepadanya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam kumpulan cerita ini, penulis menyadari sesuatu hal yang hilang di hidupnya, apakah itu?
Rewrite
5960      2106     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Let's See!!
1368      664     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
SORRY
12998      2584     11     
Romance
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganteng, baik, humoris nyatanya belum untuk terbilang cukup aman. Buktinya dia malah baper sama Kale, salah satu cowok di antara mereka. Hatinya tidak benar-benar aman. Sayangnya, Kale itu lagi bucin-bucinnya sama cewek yang bernama Venya, musuh bebuyutan...
Samudra di Antara Kita
20506      3581     136     
Romance
Dayton mengajar di Foothill College, California, karena setelah dipecat dengan tidak hormat dari pekerjaannya, tidak ada lagi perusahaan di Wall Street yang mau menerimanya walaupun ia bergelar S3 bidang ekonomi dari universitas ternama. Anna kuliah di Foothill College karena tentu ia tidak bisa kuliah di universitas yang sama dengan Ivan, kekasihnya yang sudah bukan kekasihnya lagi karena pri...
Under a Falling Star
657      399     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Lullaby Untuk Lisa
3240      1107     0     
Romance
Pepatah mengatakan kalau ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tetapi, tidak untuk Lisa. Dulu sekali ia mengidolakan ayahnya. Baginya, mimpi ayahnya adalah mimpinya juga. Namun, tiba-tiba saja ayahnya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu, ia menganggap mimpinya itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekalig...