Read More >>"> Negeri Tanpa Ayah (Permintaan Maaf Dari Bapak) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Negeri Tanpa Ayah
MENU
About Us  

Sekitar setengah jam akhirnya kami tiba di tepi Sungai Walanae. Kami turun dari ketinting lalu berjalan menuju mobil Enre. Aku dan Puang Kasii berjalan beriringan di belakang Enre. Langkahku tak terlalu cepat. Namun debar jantungku berdetak seperti tiga kali lipat. Jika biasanya rumah menjadi tempat ternyaman untuk pulang bagi kebanyakan orang tetapi berbeda dengan yang kurasakan. Berjalan menuju rumah masih menyisakan rasa ketidaknyamanan persis seperti belasan tahun lalu saat hidupku dipenuhi dengan penderitaan. Ragaku berjalan dengan terpaksa untuk pulang tetapi entah hatiku tertinggal di mana.

 “Ikhlas, Wellang,” ucap Puang Kasii yang duduk di sebelah Enre di kursi depan saat perjalanan mengantarku pulang, “ikhlaskan segala kepahitan di masa lalu. Itu obatnya agar hatimu menjadi lapang dan bahagia.”

Aku tahu apa seharusnya kulakukakan. Telah berkali-kali nasihat itu masuk ke dalam telingaku dari Raya, Enre. Kali ini Puang Kasii pun memintaku hal yang sama. Namun rasanya tak semudah itu hatiku menghapuskannya. Semua sudah terlanjur mengendap dan menghitam dalam relung hati paling dalam.

“Sulit memang,” lanjut Puang Kasii, “ini bukan semudah perkara meminum susu untuk menghilangkan rasa pedas di lidah.”

“Berat, Puang.”

Puang Kasii mengangguk.

“Ikhlaskan lah semampumu,” ucap Puang Kasii sambil menunjuk ke arah dadanya, “Sejenak tenangkan diri dan berbaik sangka bahwa mungkin lelaki itu tidak tahu cara mengungkapkan perasaannya. Lupa bahwa anaknya berwujud manusia bernyawa yang perlu diajak bicara. Sejenak berpikir yang baik-baik saja bahwa ia tak sempat memelukmu dengan manja sebab lelah bekerja. Ia tak ingin bau anyir tubuh usai menangkap ikan mengotori anak kesayangannya.”

Sekitar lima menit akhirnya kami tiba di depan gang rumahku di jalan Andi Paranrengi. Mobil Enre tak bisa lewat karena jalan masuk yang sempit. Ia memarkirnya di tepi jalan lalu kami masuk ke dalam gang berjalan kaki menuju rumah. Tujuh tahun tak pulang masih tak banyak yang berubah. Para tetangga masih sama, hanya satu dua rumah kontrakan saja yang sudah berganti pemiliknya. Aku masih mengenali mereka satu persatu wajah mereka. Namun mereka sepertinya sudah tak mengenali wajahku.

Kami berhenti di salah satu rumah yang di depannya ada warung kecil yang letaknya berbeda lima rumah dari rumahku. Aku membeli minum air mineral dan beberapa jajanan ringan. Aku tersenyum sambil membayar belanjaanku pada ibu penjualnya lalu ia menyapa Puang Kassi dan Enre. Penjual itu berbincang basa-basi pada Puang Kasii. Sekilas kudengar ia berbisik pada Enre menanyakan orang asing yang baru saja belanja di warungnya yang tidak lain adalah aku. Rasanya ingin tertawa saat ibu itu tak mengenaliku. Padahal dulu aku sering sekali jajan di warungnya. Bahkan ia dulu juga sering memberikanku jajanan secara cuma-cuma. Apa benar seperti yang Enre bilang kalau penampilanku sudah berubah hingga mereka tak sadar kalau aku ini adalah tetangga lamanya.

“Coba ibu lihat dalam-dalam, masa nggak ngenalin?” ucap Enre.

Aku tersenyum saat melihat ibu itu mengerutkan dahinya.

“Masya Allah … Wellang? Anaknya ibu Tenri Sanna yang buruh tenun sutera itu? Iya kamu Wellang, ibu hafal senyuman manis itu dan sekarang jadi makin tampan.”

“Tapi masih lebih tampan saya kan, bu?” ucap Enre tak mau kalah.

Ibu penjual itu tampak kegirangan. Ia melihatku dari ujung kaki hingga kepala. Ia mencubit kedua pipiku gemas dan tak menyangka kalau yang di depannya ini adalah Wellang yang dulu sering jajan di warungnya.

***

Beberapa langkah lagi kami akan tiba di rumah. Aku berjalan dengan gelisah. Aku tak tahu bagaimana rasanya nanti saat aku bertemu dengan bapak dan betatap muka dengannya. Nasihat Puang Kasii tentang ikhlas beberapa saat lalu terasa menjadi beban yang sangat berat. Hati dan pikiranku berkecamuk. Bagaimana bisa aku menumpahkan kasih sayang kepada orang yang tidak pernah memberikan tanggung jawab dan perhatiannya?

Akhirnya kami tiba tepat di depan rumah. Entah mengapa jantungku makin berdetak tak karuan. Aku mematung sejenak melihat rumah tempatku dilahirkan dan dibesarkan. Mataku berkaca-kaca saat terlintas lagi kenangan-kenangan pahit yang kualami sekian lama di sebuah rumah yang ada di depan mata. Puang Kasii menepuk pundakku untuk menguatkan hati seraya meminta agar aku melangkah menuju ke teras rumah.

Setibanya di teras kudengar suara ibu dan Uleng dari dalam rumah. Aku tersenyum mendengar suara. Sekilas kudengar mereka sedang membahas acara pernikahan Uleng yang rencananya akan dilaksakan minggu depan. Hatiku terasa sedikit lega karena tak mendengar sedikit pun suara bapak. Aku yakin hanya ada ibu dan Uleng di dalam rumah. Semoga saja perkiraanku benar. Aku berharap ingin melihat wajah ibu dan Uleng saat pertama kali pintu terbuka.

Aku tak sabar ingin mengetuk pintu lalu bertemu dengan dua orang perempuan kesayangan. Tak lama kudengar ibu meminta Uleng untuk membelikan beberapa bahan makan di warung depan. Aku urung mengetuk pintu. Aku ingin membiarkan Uleng yang membuka pintunya. Aku ingin melihat raut wajah bahagia saat tahu aku memenuhi janji untuk menjadi wali nikahnya. Tak berapa lama pintu rumah pun terbuka. Kekembangkan senyumku yang paling indah. Aku makin tak sabar melihat reaksi Uleng saat melihatku ada di depan rumah.

***

Mendadak senyumku hilang. Napasku pun menjadi tak beraturan saat pintu terbuka dan melihat sosok yang muncul dari baliknya. Bapak dengan langkahnya yang tertatih berjalan keluar rumah. Aku mematung. Sesaat kami saling berpandangan. Kini aku berdiri di hadapan sosok lelaki yang telah membuat hatiku terluka. Ingin rasanya membalas semua sakit hati ini agar hatiku menjadi lega. Namun lagi-lagi aku teringat lagi pesan Raya bahwa aku tak perlu membuat perhitungan atas kesalahan yang telah dilakukannya. Biarlah itu menjadi urusan bapak kelak untuk mempertanggungjawabkan semua di hadapan Tuhan semesta raya.

“We ... We ... Wellang?” ucap bapak terkejut dengan suara tergagap tak segagah dulu saat melihatku ada di depan rumah.

Seketika jantungku pun serasa berhenti berdetak. Kulihat matanya berkaca-kaca. Jala dan peralatan menangkap ikan yang ada ditangannya jatuh ke lantai. Mulutnya bergetar dan seperti hendak mengucapkan kata-kata tapi tertahan. Aku membalikkan badan. Rasanya ingin lari saja dan tak ingin menjejakkan lagi kaki di rumah ini untuk selama-lamanya.

“Maafkan bapak karena tidak bisa menjadi bapak yang baik untukmu. Tidak bisa seperti bapak yang baik hatinya seperti bapaknya teman-temanmu,” ucap bapak terbata sementara aku berpura-pura tak mendengarnya.

Aku tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Kata 'maaf' terucap dari mulut lelaki yang kukenal bengis hatinya. Sebuah kata yang hampir tak pernah kudengar sepanjang hidupku bersamanya. Memang tak akan pernah ada kata terlambat untuk meminta maaf dan aku pun tahu memaafkan adalah suatu perbuatan yang mulia. Namun hati ini begitu berat untuk melupakan segala keperihan yang pernah kurasakan. Terlalu sulit bagiku untuk mengikhlaskan semua yang telah dilakukannya. Bulir air mata pun jatuh tak bisa kutahan. Air mata yang keluar dari rasa sakit hati atas perlakuan kasar seorang bapak kepada anaknya. Puang Kasii menghampiriku dan memegang kedua pundakku. Aku menunduk dan enggan menatap wajah bapak. Lalu turun gerimis dari kedua mataku.

“Jadikanlah hatimu seperti air sebab jika ada luka tertulis di sana ia tak akan pernah meninggalkan bekas luka,” ucap Puang Kasii lembut sambil membalikkan tubuhku menghadap bapak, “Allah telah mengabulkan doa-doamu, Lang. Lihat di hadapanmu itu. Dia adalah doa-doa tulusmu saat meminta seorang bapak yang baik hatinya.”

Aku mengangkat wajahku dan melihat bapak yang semakin tua. Kulihat air mata mengalir di matanya yang mulai tua. Bapak melangkah mendekat. Hari ini untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupku bapak memelukku. Aku merasakan tangisnya di dadaku. Aku merasakan tangannya makin erat memelukku. Aku biarkan tanganku menjuntai tak merespon pelukannya. Tak berapa lama ibu dan Uleng keluar dari dalam rumah dan melihat sebuah drama antara anak dan bapaknya. Aku bergeming tanpa rasa iba.

Aku berusaha tak mempedulikannya meski mataku basah. Ibu dan Uleng hanya bisa menyaksikan dari dekat pintu rumah. Kulihat ada air mata yang tumpah di pipi mereka. Aku berusaha melepaskan pelukan bapak lalu ia tersungkur di kakiku sambil terus memohon maaf dengan tangisnya yang semakin pecah. Pada saat itulah hatiku luluh dan tak tega melihatnya. Meski sebetulnya masih ada rasa perih atas segala perlakuannya. Namun aku teringat ucapan Puang Kasii saat tadi kami di Danau Tempe bahwa seburuk apapun kelakukannya dia tetaplah bapakku. Dalam nadiku mengalir darahnya. Kemarin ia pernah melakukan kekhilafan hingga begitu membekas diingatan. Namun bukan berarti dia berhati baja. Dia tetap manusia yang hatinya bisa berubah. Maka memaafkan dan mengikhlaskan adalah obat mujarab untuk membuat hati menjadi lapang dan bahagia.

“Pak ... aku sudah memaafkanmu bahkan sebelum kau menyakitiku. Aku menyayangimu sebagaimana aku menyayangi diriku. Bagaimana aku bisa tidak memaafkanmu sementara darahmu dan darahku adalah satu.”

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Project Pemeran Pembantu
4018      1333     0     
Humor
Project Pemeran Pembantu adalah kumpulan kisah nyata yang menimpa penulis, ntah kenapa ada saja kejadian aneh nan ajaib yang terjadi kepadanya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam kumpulan cerita ini, penulis menyadari sesuatu hal yang hilang di hidupnya, apakah itu?
Kungfu boy
2299      891     2     
Action
Kepalanya sudah pusing penglihatannya sudah kabur, keringat sudah bercampur dengan merahnya darah. Dirinya tetap bertahan, dia harus menyelamatkan Kamalia, seniornya di tempat kungfu sekaligus teman sekelasnya di sekolah. "Lemah !" Musuh sudah mulai menyoraki Lee sembari melipat tangannya di dada dengan sombong. Lee sudah sampai di sini, apabila dirinya tidak bisa bertahan maka, dirinya a...
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
5832      1832     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
Rewrite
6487      2180     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Matchmaker's Scenario
798      389     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Under a Falling Star
709      434     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
My Dangerious Darling
2877      1204     2     
Mystery
Vicky, mahasiswa jurusan Tata Rias yang cantik hingga sering dirumorkan sebagai lelaki gay bertemu dengan Reval, cowok sadis dan misterius yang tengah membantai korbannya! Hal itu membuat Vicky ingin kabur daripada jadi sasaran selanjutnya. Sialnya, Ariel, temannya saat OSPEK malah memperkenalkannya pada cowok itu dan membuat grup chat "Jomblo Mania" dengan mereka bertiga sebagai anggotanya. Vick...
ARMY or ENEMY?
10406      3247     142     
Fan Fiction
Menyukai idol sudah biasa bagi kita sebagai fans. Lantas bagaimana jika idol yang menyukai kita sebagai fansnya? Itulah yang saat ini terjadi di posisi Azel, anak tunggal kaya raya berdarah Melayu dan Aceh, memiliki kecantikan dan keberuntungan yang membawa dunia iri kepadanya. Khususnya para ARMY di seluruh dunia yang merupakan fandom terbesar dari grup boyband Korea yaitu BTS. Azel merupakan s...
Lenna in Chaos
4638      1702     1     
Romance
Papa yang selingkuh dengan anggota dewan, Mama yang depresi dan memilih tinggal di desa terpencil, seorang kakak perempuan yang kabur entah ke mana, serta kekasih yang hilang di Kalimantan. Selepas kerusuhan demonstrasi May Day di depan Gedung Sate, hidup Lenna tidak akan pernah sama lagi. Sewaktu Lenna celaka di kerusuhan itu, tidak sengaja ia ditolong oleh Aslan, wartawan media sebelah yang...
Zona Elegi
302      196     0     
Inspirational
Tertimpa rumor tak sedap soal pekerjaannya, Hans terpaksa berhenti mengabadikan momen-momen pernikahan dan banting setir jadi fotografer di rumah duka. Hans kemudian berjumpa dengan Ellie, gadis yang menurutnya menyebalkan dan super idealis. Janji pada sang nenek mengantar Ellie menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah, profesi yang ditakuti banyak orang. Sama-sama bekerja di rumah duka, Hans...