Kubaca awal diary ayah Raya yang dimulai dengan kalimat basmalah.
Bismillahirrahmanirrahim.
Nak, ini hari pertama Ayah memulai menulis sejarahmu.
Saat ini kau masih berada dalam rahim ibu
Usiamu masih dini, masuk bulan ke dua.
Segala inderamu belum sempurna.
Ruhmu pun masih dalam genggaman-Nya.
Meskipun demikian, Ayah kerap mengajakmu bicara.
Ayah tak sabar mengajak bercanda
Saat ini Ayah hanya bisa menyapamu
Mencium dan membelaimu dari perut ibumu
Nak, baik-baik ya di dalam sana
Ayah menunggumu
Sampai ALLAH swt meniupkan Ruh-mu
ke dalam rahim ibu.
Aku baru sempat membaca beberapa halaman lalu sang pilot mengumumkan bahwa pesawat yang kami tumpangi beberapa saat lagi akan lepas landas. Akhirnya aku pulang juga dengan pesawat menuju Makassar.
Pantas saja jika Raya rindu, maka dia berbincang dengan ayahnya lewat cerita yang dituliskan ayahnya dalam buku harian. Wajar saja jika Raya selalu merasakan ada kehadiran ayah dalam hidupnya. Sebab aku pun dapat merasakan seperti ada sosok ayah yang sedang bicara pada anaknya. Meski, aku baru membacanya beberapa lembar saja.
Dari tulisan itu pula aku dapat mengetahui betapa cinta seorang ayah pada anaknya. Setidaknya aku mengetahuinya besarnya cinta ayah kepada anak saat beliau menceritakan kondisi Raya yang memasuki usia tiga bulan dalam kandungan ibunya.
Usai mengantar ibumu periksa ke dokter pagi tadi
Ayah cemas, terlebih lagi ibumu.
Denyut jantungmu tak menentu di usiamu yang beranjak ke tiga bulan
Dokter bilang tak ada harapan.
Bahkan kuratase adalah rekomendasi untuk dilakukan.
Ayah dan ibu hanya bisa berdoa tulus dari hati
Agar Allah menguatkanmu dan menjadikanmu hadiah terindah bagi kami.
Alhamdulillah
Allah menunjukkan kuasa-Nya
Setelah beberapa hari ibumu bedrest dengan sempurna
Kondisimu pun makin membaik seperti sebelumnya.
Ayah sangat bahagia
terlebih lagi ibumu yang telah mengganti kering air matanya
dengan senyum paling indah.
Kau harus kuat, Nak
Sebab kelak kau harus menggantikan ayah
Menjaga ibumu saat ayah sudah tidak ada
Benar seperti yang pernah ibunda Raya katakan tentang sosok ayah Raya. Dari cara beliau menyampaikan tulisan itu aku dapat merasakan sosok lelaki yang begitu perhatian dan penyayang. Raya memang tak sempat bertemu dengan ayahnya, tapi dia beruntung masih bisa merasakan kehadirannya meski hanya lewat tulisan.
Kelak saat aku menjadi seorang ayah, maka aku juga akan sebaik ayahnya Raya dan Enre. Bahkan harus bisa lebih baik lagi. Lebih baik dari ayahnya si gadis kembar Alma dan Alya, dan juga ayahnya Kauri.
Kelak, saat aku menjadi seorang ayah aku ingin menjadikan hati ini sebagai tempat untuk anak-anakku menjatuhi cinta pertamanya berkali-kali. Aku ingin menjadi pahlawan dalam hidup mereka. Aku ingin menjadi seorang ayah yang terus melimpahkan perhatian serta kasih sayang hingga akhir hayatnya.
***