Siang itu, begitu panas bahkan aku sangat engan untuk piket. Memang di SMA piket di lakukan setelah semua murid pulang dan itu biasanya pukul 1 atau pukul 2 siang.
“Hanna, ntar lo menyapu bagian meja Guru ke belakang ya?” kata Leoni.
“Oke . . .,” kata ku.
Aku pun segera beranjak dan mengambil sapu yang berada di luar untuk menyapu lantai bagian meja Guru. Entah lah apa yang ku bayang kan, aku berjalan sambil melihat bangku milik Alex karena sejajar dengan meja Guru. Aku menyapu pelan, mengangkat kursi dan mengelap meja Guru. Setelah selesai aku bergegas ke meja paling depan, aku juga melihat Leoni yang sedang sibuk menyapu bagian dekat pintu, aku juga melihat Axel yang sedang mengangkat tempat sampah. Akupun segera mekanjutkan menyapu setelah memperhatikan teman-teman ku yang menjalankan tugas mereka masing-masing. Tidak lama aku berada di meja Alex, namun dengan tiba-tiba suara Leoni mengejutkan ku.
“Hanna, gue ke depan dulu ya, mau menyapu halaman depan,” kata Leoni.
“Ya, baiklah,” kata ku sambil tersenyum.
Aku pun mendekatkan diri ku ke meja Alex dan duduk di bangkunya. Menyentuh mejanya dan menjulurkan tangan ku sembari melihat meja ku dari meja Alex.
Kenapa tidak ada teman-teman yang memperhatikan kami? kata ku dalam hati.
Entah apa yang terjadi di sini, entah apa yang terjadi jika aku benar-benar menyukai mu. Bahkan jika aku tidak bisa mengatakannya Apakah kamu akan tahu?
“Hei, Hanna kenapa? malah duduk di meja Alex sih!” kata Leoni tersenyum.
“Ohh, enggak cuma mengecek sesuatu saja,” kata ku sambil tersenyum dan beranjak melanjutkan menyapu.
Aku hanya melihat Leoni tersenyum dengan jawaban yang aku berikan dan melihatnya pergi untuk kembali menyapu halaman depan. Aku termenung kembali dan melihat pemandangan yang ada di samping kelas dengan mendekatkan diriku pada jendela. Suara Leoni lagi-lagi mengejutkan ku.
“Hann?” kata Leoni.
“Hah, ya gimana Leoni?” jawabku.
“Kalau sudah selesai, bantuin gue ya kita buang sampah bareng,” kata Leoni.
“Oke, gue sebentar lagi selesai kok,” jawab ku.
Tidak lama aku segera meninggalkan meja Alex dan segera menyusul Leoni yang sudah menunggu di luar.
“Yuk, gue sudah selesai,” kata ku sembari mengembalikan sapu pada tempatnya.
“Yuk . . .,” jawab Leoni.
Dalam perjalanan membuang sampah Leoni tiba-tiba menanyaiku yang membuat ku terkejut dengan pertanyaannya.
“Alex keren ya?” kata Leoni.
“Hah . . .?” kata ku yang enggan untuk mendengar dari mulutnya.
“Gimana menurut mu? Alex keren kan? lo harus lihat waktu dia main voli Han. Apalagi kalau main sepak bola, ihh kalau enggak basket deh,” kata Leoni.
“Emang sejago itu ya? sampai di bilang keren,” tanya ku.
“Wah . . ., lo harus lihat makanya, biar enggak kalah sama cewek lain. Apalagi Cantika yang selalu nonton kalau Alex sedang ekskul,” kata Leoni.
“Iyakah? Sepertinya gue memang harus menontonnya, kapan-kapan,” kata ku sambil tersenyum melihat ke depan.
“Nonton saja nanti, kalau kita Class Meeting deh,” kata Leoni.
“Kapan sih?” tanya ku.
“Habis liburan semester, Osis bakalan ngadain Class Meeting antar kelas Han,” kata Leoni menjelaskan.
“Oke deh, gue bakalan nonton besok,” jawab ku sambil tersenyum.
“Iya dong harus, Kan ada Alex! lo harus lihat betapa ahlinya dia dalam bidang itu,” kata Leoni tertawa.
“Wahh . . . apaan sih lo?” Kata ku.
Kami pun mengakhiri pembicaraan dengan tertawa bersama sambil membicarakan beberapa topik yang sangat lucu. Tidak lupa Leoni juga mengajak ku untuk berpartisipasi dalam Class Meeting besok setelah libur semester. Aku hanya mengiyakan ajakan Leoni yang entah aku akan ikut atau tidak hanya waktu yang dapat menjawabnya.
Hari cepat berlalu dan aku segera pulang setelah semua selesai. Hari begitu panas, aku sampai di rumah dan bergegas menuju kamar. Menaruh tas dan membuka jendela untuk mempersilahkan udara masuk. Aku melihat langit yang sangat cerah, bahkan awan yang berjalan seakan bahagia karena begitu cerahnya langit. Aku berkata lagi dalam hati sambil melihat langit, untuk menyukaimu aku memberanikan diriku mengalami berbagai kesulitan, untuk mengagumi mu aku merelakan segala yang aku punya, bahkan perasaan dan pikiran ku. Sesekali tatapan yang baik-baik saja menatapku pelan dan lembut dengan mata itu, namun terkadang aku hanya bisa melihat punggung mu berlalu pergi, dengan aku yang membalikkan tubuhku dan berdiri untuk melihat mu meninggalkan tempat itu.
Terkadang bersembunyi dalam daun, aku lakukan untuk dapat melihat senyuman yang bahkan bukan untuk ku. Namun aku tahu cerahnya langit hari ini tak menutup kemungkinan untuk menumbuhkan perasaan ini, yang pelan-pelan menjahitkan diri atas namamu. Bahkan jendela yang selalu terbuka dan angin yang selalu menghampiri ku tidak cukup untuk merebut posisi indah di hati mu. Tapi tidak apa-apa selagi bisa, aku akan tetap melakukan itu dengan pelan dan tersembunyi, agar kamu tidak tahu bahwa aku menyukaimu.