Keesokan harinya aku bangun pukul 5 pagi dan mengulas kembali materi ujian hari ini. Pagi ini sedikit mendung, namun aku bersemangat untuk menjalani ujian hari ini. Aku bersiap untuk mandi dan sarapan, setelah itu aku berangkat. Dalam perjalanan aku merasakan rintik hujan yang sudah semakin banyak, aku segera mempercepat laju motor ku agar tidak kehujanan sampai di sekolah.
Sesampainya di sekolah aku bertemu dengan Mila, Yuna dan Tya yang masih berada di parkiran.
“Pagiii . . ., Hann,” kata Tya dengan penuh semangat.
“Pagi . . ., kalian enggak kehujanan kan?” tanya ku.
“Enggak dong, kan sebelum hujan sudah datang,” kata Yuna.
“Ya udah, masuk yuk,” kata Mila.
Kami pun berjalan bersama menuju ke kelas. Tidak lupa Mila memberikan beberpa bocoran soal yang dia yakini akan keluar dalam ujian jam pertama. Akupun sangat antusias mendengarkan penjelasan Mila dalam perjalanan, walaupun Tya dan Yuna sedikit bercanda saat Mila sedang menerangkan salah satu soal yang akan keluar, namun kami terlihat senang dan bersemangat. Kamipun akhirnya masuk ke kelas masing-masing dan berdoa bersama agar semua berjalan lancar.
Ujian pun dimulai dan ternyata benar apa yang sudah di jelaskan Mila saat perjalanan tadi. Aku melihat Tya dan Yuna yang sangat bahagia dengan soal yang sama persis seperti yang di jelas kan Mila dan aku pun sangat bersemangat untuk mengerjakannya. Setelah selesai aku masih duduk dan memeriksa jawaban ku tiba-tiba Kak Sarah membuka Hpnya, tanpa sengaja aku melihat ada pesan dari Kak Jerry yang akan di balasnya. Aku pun kaget dengan pesan yang ku baca bahwa Kak Jerry meminta Kak Sarah untuk menemuinya sepulang sekolah. Aku hanya bisa terdiam dan membuat seolah semua baik-baik saja. Aku segera mengalihkan pandangan ku dan melihat Yuna yang mengajak ku keluar, dan aku segera beranjak keluar bersamaan dengan Yuna dan Tya. Aku masih bertanya-tanya apa yang akan mereka lakukan sepulang sekolah nanti.
Akupun berjalan menuju kelas Mila yang dimana Mila belum keluar dan siswa di kelas Mila masih terlihat penuh. Aku pun duduk didepan kelas dengan Yuna dan Tya membantu Mila dengan kertas jawaban yang sudah mereka catatkan. Tiba-tiba dengan tidak terduga suara itu lagi-lagi terdengar, suara yang selalu menggoyah kan hati ku dengan lembut.
“Hei, Han,” kata Alex sembari memasukkan alas ujian dan tempat pensil di tasnya.
“Heii . . .,” kata ku sembari tersenyum.
“Wah . . . capeknya!” kata Alex yang duduk di dekat ku.
“Gimana, bisakan?” tanya ku.
“Bisa lah, masa enggak bisa,” kata nya sembari memegangi kepalanya. Ketika aku masih mengobrol dengan Alex, tiba-tiba Kak Sarah pun melihat ku dengan tatapan tidak suka.
“Wah, siapa Han? sadis banget ngliatinnya,” kata Alex.
“Ohh itu, Kak Sarah anak Kelas 2,” jawab ku.
“Ohh . . . ku kira siapa!” kata Alex.
“Wahh, sampai dimana tadi ya?” tanya Alex memotong pandangan ku yang dari tadi melihat Kak Sarah berbisik dengan teman Kak Jerry yang lain.
“Ohh ya Han, tadi lo bisa kan?” tanya Alex sambil memandangku.
“Bisa kok . . .,” kata ku.
“Kenapa lihat-lihat?” tanya ku.
“Ihhh . . . GR amat!” kata Alex yang wajah nya sudah memerah.
Tidak lama kemudian Mila keluar disusul oleh beberapa teman Alex.
“Lex ke Koperasi yuk, beli obat kepala Gue pusing nih,” kata Hugo.
“iyaa deh, ayokkk!” jawab Alex.
“Ya udah ya Han, gue temenin Hugo dulu,” kata Alex pada ku.
“Ohhh, yaa . . .,” jawab ku.
Aku pun segera ke kelas Mila yang sudah sangat gaduh, karena anak-anak lain sedang berusaha menghibur diri.
“Gimana Mil, bisa kan tadi?” tanya ku.
“Bisa lah, Gue lama karena Gue pengen hasil ujian Gue 100,” kata Mila dengan sangat optimis.
“Wiihhhh . . . gila-gila, gue dukung mimpi lo,” kata Yuna.
“Aminnnn . . . moga Mila dapat 1000,” kata Tya sambil tertawa.
“Bukan 1000, Tyaaa aaah . . .,” kata Mila kesal.
“Wahh, sorry deh . . . iya-iya 100,” kata Tya memeluk Mila.
Mereka pun akhirnya berpelukan bersama diikuti Yuna dan aku.
“ya udah duduk-duduk,” kata Mila. Tidak lama cowok Tya dan Yuna pun datang ke kelas karena mereka adalah juga teman seangkatan jadi mudah untuk akrab.
“Hei, Han,” kata Hito.
“Hei . . .,” jawab ku dengan senyuman.
“Hei, Han,” kata Fadi dengan senyuman.
“Hei . . .,” jawab ku.
Aku melihat sekeliling yang dimana Tya dan Yuna belajar bareng dengan pasangan mereka masing-masing. Tidak lama Alex pun masuk kekelas dan duduk di samping ku karena bangku miliknya selalu ku tempati.
“Wahh, Lex seharusnya lo sama Hanna biar bisa jalan bareng ntar,” kata Hito.
“Yoi, iya kan Han?” tanya Fadi.
“Wahh, enggak lah apaan sih kalian!” sahut Alex tiba-tiba.
“Ya elah, lo Lex diam-diam tapi mau aja!” kata Hugo.
“Wahh, dasar lo!” jawab Alex.
“Sorry Han, temen-temen gue emang pada suka bercanda gitu enggak usah di dengerin!” kata Alex.
“Ohh, santai kok,” jawab ku.
Mila pun melihat ku dengan sangat serius, karena jawaban Alex tiba-tiba. Aku hanya bisa kembali menunduk dan berpura-pura belajar, entah apa yang aku harapkan, memang sejak awal sudah tidak ada harapan, hanya aku saja yang bodoh.
Ting . . . Ting . . ., Bel pun berbunyi.
Aku pun segera beranjak dan berpamitan dengan Mila serta berjalan menuju kelas dengan Tya dan Yuna,
“Sorry ya, Han tentang omongan Hito tadi,” kata Yuna.
“Iya Han, gue jadi enggak enak,” kata Tya.
“Santai kali, enggak papa toh juga bukan masalah serius,” jawab ku dengan fakta yang sebaliknya. Kami pun segera menuju bangku masing-masing dan mulai mengerjakan setelah pengawas datang,
Han, kamu harus fokus, kata ku dalam hati. Akupun segera menyadarkan diri dan melupakan masalah yang terjadi serta berusaha untuk fokus. Terkadang aku memikirkan perkataan Alex, sembari mengerjakan soal ujian yang membuat ku berkali-kali bimbang memilih jawaban. Waktu terus berjalan yang berakhir dengan aku, Tya, Yuna dan beberapa siswa yang lain. Mila pun sudah terlihat di depan pintu serta Hugo diikuti oleh Alex. Aku hanya bisa melihatnya tanpa bisa memilikinya, hingga dia datang dan menempatkan diri seenaknya. Bahkan untuk tidak pun aku kesusahan apalagi itu mencerna semua, serasa bagi ku terbang tinggi lalu jatuh ratusan kali lebih sakit,
“Hei . . ., Hanna, nomor berapa yang belum?” suara Alex memecahkan lamunan ku.
“Ohh sudah kok, gue sudah selesai,” kataku, karena faktanya aku memang sudah selesai dari tadi namun enggan untuk keluar. Aku pun segera beranjak dan pergi menghampiri Mila di luar.
“Lo tuh kalau udah selesai jangan ngalamun, buruan keluar! Bikin panik orang aja,” kata Mila.
“Iya nih, gue tungguin tau!” kata Tya.
“Iya, gue kira kamu diem aja belum selesai, ternyata udah dari tadi,” kata Yuna.
“Sorry-sorry deh . . .,” kata ku sambil tersenyum.
“Ya udah, balik yuk capek nih aku,” kata ku lagi.
Kami pun turun dan menuju parkiran dengan semangat yang sudah mulai menipis.
“Hati-hati, yaaa kalian . . .,” kata Tya dengan senyuman.
“Iyaaa, dada . . .,” balas Yuna.
“Yaa, oke,” kata Mila.
“Okee . . .,” jawabku.
Dalam perjalanan aku masih saja memikirkan Alex, sesekali aku melihat sekeliling, beberapa kali aku melihat langit untuk mengalihkan pikiran ku. Kemudian aku kembali fokus untuk segera tiba di rumah. Sesampainya di rumah aku segera naik ke kamar membuka jendela dan merebahkan diri. Wahh sesak sekali, kata ku sambil mengelus dada. Akupun memejamkan mata sembari merasakan hembusan angin yang datang dan pergi. Tidak mengira mata ku terasa sangat pedih. Ketika mata ku masih terpejam air mata ku pun menetes dari sudut, mengalir dan terperosok ke dalam rambut kepala ku.
Sesak itu tidak mau pergi, yang membuat ku terduduk dan menangis sesuka hati tanpa bersuara. Menetes dan membasahi rok yang masih ku pakai, jika dapat ku tepis semua, aku mungkin akan melakukan berbagai cara agar aku tidak jatuh hati pada mu. Jika aku bisa mengulang waktu aku akan mencegah hati ku memasukkan mu dan menempatkan diri. Jika aku bisa aku akan mencoba sekuat tenaga untuk mencegah mu baik pada ku, kata ku dalam hati sambil menangis dan merebahkaan diri.
Tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 6 aku segera turun dan melihat Mama, Papa, Kakak dan Adik ku sudah berada diruang makan. Aku segera mandi dan menyusul mereka, tidak ada yang mereka tanyakan serasa mereka sudah paham, mungkin mereka berpikir aku belajar atau tidur karena lelah. Aku hanya bisa tersenyum palsu menyembunyikan kepedihan yang terjadi hari ini. Setelah selesai aku kembali ke kamar dan menyiapkan materi untuk ujian besok dan seperti biasanya aku mengirim pesan kepada Kak Jerry, setelah itu melanjutkan belajar hingga pukul 10 malam. Sisanya aku merebahkan diri tidak lupa menutup jendela dan tidur. Aku selalu berharap dalam tidur malam ku agar hari esokku selalu cerah dan bahagia.