Pagi pun tiba dengan kabut yang memenuhi sekitar dan bahkan masih sedikit mendung, seakan matahari masih malu-malu untuk keluar membagikan cahayanya. Aku pun segera turun untuk mandi dan sarapan, dimana saat itu Papa sudah berangkat, karena ada rapat penting dan Kakak ku sudah berada di Parkiran, serta Adik ku yang berada di ruang makan untuk sarapan. Aku pun sampai di ruang makan dan di sambut oleh senyum ceria Mama yang menyiapkan sarapan, aku bergegas mandi, setelah selesai aku duduk di ruang makan dan menikmati roti yang di sediakan Mama untuk ku. Setelah itu aku bergegas naik, memakai seragam, mengambil tas dan turun untuk memakai sepatu, kemudian berpamitan dan berangkat.
Udara pagi itu sangat dingin karena pengaruh hujan tadi malam. Aku pun bergegas karena ingin cepat sampai sekolah. Dalam perjalanan menuju sekolah aku bebarengan dengan banyak siswa lain yang sedang berkendara di jalan yang sama dengan ku, entah dari sekolah yang sama atau dari sekolah lain. Tidak lama aku sampai di parkiran dan aku berpapasan dengan Kak Jerry yang dimana dia masih berada di atas motor nya bersama dengan teman-temannya. Tidak hanya itu Hugo dan Alex juga masih berada di parkiran dan aku pun memutuskan untuk memarkir motor ku sedikit lebih jauh, tidak di kira Yuna menyusul ku dari belakang dengan motornya, karena kami hampir bebarengan.
Aku berharap Yuna peka dengan keadaan. Yuna segera turun dari motor dan menarik ku untuk menuju ke kelas melalui jalan lain yang dimana aku lihat Kak Jerry sedang menuju ke arah ku, namun karena Yuna lebih cepat jadi dia berhenti di tengah jalan dan kembali.
“Sepertinya timing yang tepat,” kata Yuna dengan tiba-tiba seaakan dia benar-benar dapat membaca pikiran dan keadaan.
“Wah, lo kan paling jago,” kata ku bercanda.
“Eemm . . . sepertinya lo lagi marahan dengan Kak Jerry, bahkan ada Alex yang diam-diam lo juga juga sukak sama dia,” kata Yuna seakan tahu dan mengerti apa yang sedang terjadi.
Memang tidak hanya satu dua kali aku menunjukkan raut wajah seaakan panik dan tidak tahu harus berbuat apa.
“Emm . . . yah begitu lah Kak Jerry enggak ngasih kabar dari sore, walaupun dia sudah kasih tahu kalau dia sibuk banget hari itu dan yahh Alex malam-malam ngirimin gue pesan ya seperti biasanya lah,” jawab ku dengan tidak bersemangat, namun tersenyum manis.
“Sudahlah lo harus semangat buat hari ini, berdoa saja semoga semesta memberikan kebahagian lain,” kata Yuna dengan melihat langit dan berjalan di samping ku.
Aku pun hanya bisa tersenyum dan merangkulnya, tidak hanya itu Mila dan Tya sudah melambaikan tangannya menandakan bahwa mereka menyambutku dan Yuna dengan semangat pagi ini.
Pelajaran pertama pun di mulai dan itu adalah pelajaran Prakarya.
“Selamat pagi anak-anak, untuk materi hari ini kita akan membagi kalian ke 5 kelompok yang akan di pilih oleh ketua kelas kalian ya. Ayo mulai Hugo,” kata Bu Asti selaku Guru Prakarya.
Hugo pun menulis nama di papan tulis dengan sesuka hatinya dan dengan tidak di sangka atau memang benar-benar kehendak alam semesta yang di katakan Yuna atau memang Hugo sengaja. Aku sekelompok dengan Alex bahkan Hugo dan Mila juga ikut dalam kelompok ku, aku pun tersenyum merunduk dan menganggkat kepala dengan tenang. Kemudian Mila pun tersenyum bahagia sambil melihat ku, Tya dan Yuna yang terheran-heran, namun akhirnya mengejek dengan membalikkan badannya dan melihat aku dan Mila. Aku pun hanya bisa pasrah dan mengikuti alur yang ada, setelah itu Bu Asti menyuruh kami untuk duduk dengan kelompoknya.
“Oke, jadi hari ini materinya adalah membuat taplak meja yang dimana Ibu mempersilahkan kalian untuk mendesign taplak tersebut dengan tema Flower. Tidak hanya itu kalian juga harus memilih bahan dan warna sendiri, bahkan menjahitnya sendiri. Materi ini atau pekerjaan kalian akan selesai dalam satu semester dan usahakan akhir semester taplak meja nya jadi, sehingga dapat dikumpulkan ke Ibu, mengerti?” kata Bu Asti.
Kami semua pun menjawab iya. Setiap kelompok pun mendiskusikan design yang akan di buat untuk menghias taplak meja. Dimana Hugo menyuruh ku untuk menggambar dan Mila serta Alex berdiskusi. Aku hanya bisa mengiyakan dan memberikan sedikit saran, hari itu pun kami memilih kain dan berakhir dengan kain warna ungu sesuai dengan warna yang aku suka. Setelah selesai kami pun mengobrol membahas beberapa pelajaran bahkan membahas hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan pelajaran.
Entahlah apa yang harus ku tuliskan lagi bahkan untuk melarang diriku menaruh perasaan aku juga tidak bisa, karena sudah seperti alamiah saja mengalir bagaikan air, entah itu tempat yang benar atau justru membuat ku terjatuh pada genangan yang salah. Perasaan itu tiba-tiba saja tumbuh yang dimana seharusnya tidak demikian karena masih ada hati yang harus ku jaga, bahkan untuk tahu ini hanya rasa suka atau benar-benar cinta aku tak bisa memastikannya. Aku hanya berharap keadaan membaik aku dan Kak Jerry bisa seperti dulu dan aku bisa lebih dekat dengan Alex sebagai teman.
Ting-Tong-Ting-Tong, suara bel.
Pelajaran pun segera berakhir, Alex pun pergi dengan menyisakan senyuman manisnya yang selalu menyapa dengan mata yang tidak bisa berbohong, namun tiba-tiba hari itu Kak Jerry memberi ku pesan jika dia ingin bertemu sepulang sekolah nanti dan dia ingin membicarakan sesuatu dengan ku. Tapi aku benar-benar tidak bisa karena mengetahui sesuatu yang membuat ku kecewa.
“Hannn, gawat lihat deh . . .,” Tya memberikan ku hpnya yang dimana ada foto salah satu kakak kelas yang memakai jaket Kak Jerry yang berwarna biru.
“Han, benar kan ini jaketnya Kak Jerry yang sering dia pakai?” kata Mila.
“Bener deh coba sini gue lihat, kok bisa di pakai sih sama Kakak kelas ini aah sebel?” kata Yuna.
Aku pun terdiam bahkan tidak bisa berkomentar apapun, yang akhirnya aku meminta foto itu dan ku kirimkan pada Kak Jerry dan aku memastikan apa benar itu jaketnya.
“Apa benar ini jaket mu Sayang?” kata ku dalam pesan.
“Iya Sayang tadi Sarah pinjem buat foto katanya bagus, emang kenapa sih? Kamu enggak masalahkan?” kata Kak Jerry.
“Oh . . . enggak apa-apa kok,” kata ku.
“Ya udah, kalau enggak masalah nanti jangan lupa luangin waktu sebentar aja ya Sayang,” kata Kak Jerry.
Reaksi itu benar-benar membuat ku kecewa bahkan dia tidak berusaha lebih keras untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi, hanya memberikan jawaban begitu. Aku benar-benar tidak habis pikir, bahkan sudah lelah dan aku pun membalas ajakan Kak Jerry untuk bertemu dan aku jawab tidak bisa.
“Ohh ya, sudah kalau enggak mau, lain kali saja. Aku sebenernya juga ada rapat sih,” kata kalimat dalam pesan Kak Jerry.
Aku benar-benar tidak tahu dengan hubungan ini, apakah harus ku jelaskan jika aku tidak suka jika dia begitu. Apakah dia tidak tahu jika itu menyakiti perasaan ku dan bahkan mungkin jika aku memiliki seseorang yang lain dia tidak akan begitu peduli. Hari itu benar-benar membuat ku tidak bersemangat, bahkan hati ini terasa sakit. Hanya dapat bertanya pada waktu kenapa dan mengapa, Aku benar-benar sudah tidak tahu lagi, hingga aku berpikir masih kah ada aku di hati Kak Jerry atau Kak Jerry sudah benar-benar tidak peduli. Kenapa tidak di pikirkan dulu sebelum melakukan itu, walaupun teman tapikan . . . ahh sudah lah, mungkin juga sudah tidak penting, kata ku dalam hati.
Yuna, Tya dan Mila pun melihat ku dengan tatapan yang menyedihkan bahkan aku tahu walaupun mereka tersenyum, dalam hati mereka juga sedih melihat ku sudah tidak semulus dulu perjalanan cinta dengan Kak Jerry. Jam istirahat pun berdenting dengan lesu dan sedih aku berjalan berdampingan dengan Mila yang selalu memberiku semangat menuju ke Koperasi untuk membeli minuman dan makanan ringan, walaupun aku tidak menghiraukannya karena terlalu kalut akan keadaan yang memaksa ku untuk menganggap tidak ada yang terjadi.
Dalam perjalanan pun kami bertemu dengan Hugo, Alex dan Exel di jalan, kami pun saling menyapa. Alex pun menatapku sambil membalikkan badannya, berjalan menuju tempat duduk di depan Laboratorium. Dari dekat tatapan Alex seakan ingin memastikan apa yang terjadi pada ku, karena ekspresiku begitu menyedihkan dan dari tadi aku tertunduk tidak ingin melihat kedepan karena pahitnya kenyataan. Aku pun menatapnya sesekali dan mata kami pun saling bertemu, Alex menatapku lama dengan tatapan yang berbeda seakan mengkhawatirkan sesuatu dari tempat dia duduk. Aku pun menunggu di dekat Koperasi dan melihat Hugo dan Exel berjalan menuju Kamar mandi, serta menyisakan Alex sendirian duduk di depan Laboratorium. Aku pun tertunduk kembali dan mempersilahkan teman-teman ku untuk jajan. Dengan tidak terduga seseorang memanggil ku.
“Hanna . . ..” Suara lembut itu.
Membuat waktu berhenti, mengecoh ku dan memaksa ku untuk mengikuti suara itu. Aku pun mengarahkan wajah ku untuk menghampiri suara yang berbisik pelan, bahkan memaksa ku untuk mengiyakan keadaan yang tidak seharusnya terjadi dan ternyata suara Alex yang sudah berada tepat di samping ku.
“Kenapa sih sedih amat?” tanya Alex pelan agar tidak di dengar semua orang yang keluar masuk untuk jajan di Koperasi.
Aku pun diam sejenak sambil memandangnya dan berusaha untuk mencerna apa yang Alex tanyakan. Dengan pelan aku menjawab,
“Ohh, enggak apa-apa cuma sedikit lelah aja,” kata ku sambil kembali ke posisi ku yang semula.
“Yakin?” tanya Alex lagi sembari melihat ku.
Lagi-lagi jantung ini tidak bisa di atur, keadaan yang menyebalkan dan benar-benar menyebalkan dengan pelan lagi ku menjawab pertanyaan Alex.
“Iyaaa, enggak papa kok,” kata ku sambil menegakkan tubuh dan tersenyum.
“Hei Hann, bicara sama siapa?” tanya Mila.
“Ohh, ini,” jawabku sambil menunjuk ke arah belakang yang dimana Alex sudah pergi berjalan menuju kursi di depan Laboratorium.
“Eheemm, pasti cowok yang lagi jalan itu?” kata Tya sambil mengarahkan jarinya pada Alex yang sedang berjalan.
“Waaah cie lah,” kata Yuna mengejek.
Entah apa yang ada di dalam diriku tiba-tiba aku menjadi sedikit lebih bersemangat karena melihat Alex tadi. Wah sadar Han, sadar . . ., kata ku dalam hati sambil menegakkan tubuh ku.
“Udah ketemu Alex tuh, bahagia dikit napa?” kata Mila pelan karena banyak orang di Koperasi di ikuti dengan tawa candaan Yuna dan Tya.
“Sudah, sudah. Yuk balik ke kelas,” kata ku sedikit sebal walaupun bahagia.
Setelah kami membeli beberapa makanan dan minuman, kami pun kembali dan sesampainya di depan kelas lagi-lagi kami bertemu dengan Hugo dan Alex. Hugo dan Alex duduk di kursi kami pun menyapa mereka. Mata itu dan senyuman itu mengarah pada ku yang membuat ku semakin goyah, entah apa yang ada dipikiraan ku mungkin lama kelamaan aku benar-benar dalam bahaya jika terus begini.
“Hannn, kenapa sih?” kata Mila.
“Iya nih, ngalamun malahan,” kata Yuna.
“Ohhh, gue tahu pasti gara-gara All . . .,” Yuna pun menutupi mulut Tya yang hampir saja membuat seisi kelas tahu.
“Serius dehh, jangan bercanda aku enggak ngalamun kok, cuma kebayang dikit,” kata ku sambil tertawa mengisyaratkan bahwa aku bercanda.
“Wahhhh . . . hati-hati yaaa jaga satu dulu deh,” kata Mila meledek.
“Enggak papa sih dua juga boleh.” Kata Yuna meledek.
“Wah setuju tuh,” kata Tya mendukung pernyataan Yuna.
“Wah apaan sih kalian tuh . . .,” kata ku tidak menyetujuinya.
Kami pun akhirnya tertawa bersama sampai-sampai Tya tersedak, karena kelucuan kami. Pelajaran selanjutnya pun dimulai dan itu pelajaran Geografi yang dimana Pak Eko hanya memberikan tugas untuk kami dan mengumumkan bahwa minggu depan pelajaran akan diadakan dengan menonton video bersama-sama. Kami pun mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh dan meminjam jawaban sana sini karena ada pertanyaan yang susah untuk di jawab.
Tidak hanya itu Hugo bahkan meminjam jawaban Mila dan menyalinnya tepat di meja ku. Tidak lama Alex pun menyusulnya dan ikut menyalin jawaban yang ada di buku Mila. Karena mereka duduk di arah yang berbeda dengan kepekaan aku meminjamkan catatan ku pada Alex karena kasihan melihatnya menyalin dengan posisi terbalik begitu.
Waktu pun berlalu aku, Mila, Yuna dan Tya hanya bisa melihat meja kami berempat di penuhi dengan cowok-cowok menyalin jawaban dan bukan hanya Hugo dan Alex saja tapi ada Exel, Luky dan Rama, serta yang lain meminjam catatan dari siswi lainnya. Tugas waktu itu benr-benar gaduh bahkan aku tidak tahu bahwa jam pelajaran Geografi sudah usai dan Hugo mengumpulkan buku kami semua serta mengumpulkannya ke Pak Eko ke ruang guru.
Siang itu benar-benar melelahkan, kami pun istirahat selama 30 menit dan akan memasuki pelajaran terakhir yaitu Sejarah. Waktu pun berlalu sangat cepat dan pelajaran pun di mulai Pak Setyo selaku Guru Sejarah mengambil waktu 15 menit untuk mengumumkan sesuatu sebelum pelajaran di mulai.
“Baik jadi anak-anak saya akan mengadakan studi lapangan karena ada materi yang membahas tentang itu dan akan di adakan sebulan sebelum UAS di adakan. Kemudian rencananya kalian akan digabungkan dengan semua anak-anak di kelas lain dan kita berakat sama-sama kesana. Untuk objeknya karena ada pekan raya di Desa Melati maka kita akan studi lapangan disana, menurut pengalaman kemarin pekan raya tersebut berhubungan dengan adat istiadat jadi nanti akan ada tari-tari dan mengunjungi beberaapa makam leluhur yang ada di sana. Tidak hanya itu kita juga akan mengambil beberapa rekaman dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ketua adat disana. Namun di harapkan kalian semua mengikuti studi lapangan ini. Mengerti!” tegas Pak Setya.
Kami pun bahagia karena akan mengunjungi beberapa tempat bersejarah. Kami sangat antusias hingga tidak sabar menantikan hari itu datang. Setelah pengumuman selesai di umumkan Pak Setya pun memulai pelajaran dengan menyuruh kami semua membaca materi pada hari itu dan menjawab soal yang ada di bagian akhir dari materi tersebut.
Waktu pun berlalu dengan cepat dan sudah saatnya kami semua untuk pulang, aku pun melambatkan langkah dan mengambil jalan lain bersama dengan Mila, Yuna dan Tya untuk menghindari pertemuan ku dengan Kak Jerry yang sudah ku batalkan, namun karena ruang rapat Osis berdekatan dengan jalan masuk yang biasanya di lalui oleh kebanyakan murid dan termasuk jalan utama, walaupun sudah ku tolak untuk bertemu namun bisa saja dia tiba-tiba datang, strategi ini hanya untuk berjaga-jaga saja.
Sesampainya di parkiran aku merasa sangat lega karena tidak bertemu dengan Kak Jerry, namun apa daya harus di kata Kak Jerry ada di belakang ku tanpa aku ketahui dan di parkiran masih ada Alex dan Hugo dengan sengaja aku melihat mereka yang buru-buru pergi menaiki motornya. Dengan tatapan Alex yang begitu tidak suka, bahkan serasa dia sadar diri sekaligus karena banyak dari anak siswa kelas dua berada di parkian karena Kak Jerry.
“Hann, bisa bicara sebentar?” kata Kak Jerry.
“Iya Kak, ada apa?” kata ku menjawab dengan melihat Yuna, Mila dan Tya sedikit menjauh sambil melihat aku dan Kak Jerry mengobrol seaakan mengawasi.
“Maaf ya, aku benar-benar sibuk bahkan untuk meluangkan waktu aku bisanya hanya lewat pesan saja. Aku juga minta di ngertiin kalau aku ketiduran terus karena kegiatan ku benar-benar banyak bahkan sekarang ditambah aku terpilih jadi Dewan Ambalan buat Pramuka, jadi tolong ngertiin ya. Aku benar-benar sayang sama kamu Han. Ohh ya sama satu lagi tadi Sarah bilang kalau dia suka sama jaket ku ya udah deh aku suruh dia pakek aja. Kamu tahu kan aku sama Sarah udah deket dari dulu jadi kamu harus bisa ngertiin ya dia sahabat ku soalnya,” kata Kak Jerry dengan wajah yang benar-benar berharap sesuatu terjadi.
Seakan tidak terjadi apa-apa dan menjelaskan bahwa jaketnya di berikan kepada teman perempuan sekelasnya dalam hati ku aku tidak bisa mengatakan apapun, bahkan langitpun mengerti akan keadaan hingga memunculkan awan mendung yang menandakan akan terjadi badai topan.
Serasas panah tajam menghujani ku dan menyerbu ku bahkan menyudutkan ku, waktu itu. Hingga aku hanya dapat mengiyakan segala apa yang di minta Kak Jerry tanpa memikirkan perasaan ku sendiri, bahkan aku tidak bisa menolak apa yang di bicarakannya, bahkan waktu tahu dia memberikan jaket birunya dengan ekspresi biasa dan bahagia dia melakukan itu. Ketika Kak Jerry pergi dia hanya tersenyum dengan puas diiringi dengan teman-temannya yang lain seolah mereka mendukung apa yang dia lakukan. 5 menit setelah itu Mila, Yuna dan Tya pun menyusulku dan mengajak ku untuk segera menaiki motor dan pulang.
“Udah enggak usah di pikirin, lo fokus dulu. Perjalanan nanti kita bahas di grub sama sekalian bahas tugas,” kata Mila dengan bijak.
“Iya udah, yok pulang dulu,” kata Yuna berusaha menyemangati secara tidak langsung.
“Iya, lo fokus perjalanan jangan ngalamun,” kata Tya.
“Iyaa, iya,” kata ku dengan singkat.
Kami pun segera pulang dan setelah sampai rumah karena begitu lelah dengan masalah yang ada aku tidak sempat makan siang dan langsung tidur di kamar. Berharap semuanya cepat berlalu dan sembuh dengan bermimpi, hingga Mama ke kamar ku dan mengambilkan roti lapis dan segelas susu yang tahu aku sudah memejamkan mata. Untungnya Mama tidak banyak tanya mungkin beliau juga sudah peka karena aku begitu lelah saat itu. Sore pun tiba sekitar pukul setengah 6 sore, aku pun bangun dan segera turun untuk mandi. Aku sudah melihat Papa, Kakak dan Adik ku di meja makan dengan Mama yang sibuk menyiapkan makanan. Aku pun bergegas dan menghampiri mereka, duduk dan mengobrol bahkan itu dapat mengobati hari yang begitu kacau ini.
Waktu pun cepat berlalu dan sudah pukul 7 malam. Papa menyuruh kami untuk naik ke kamar dan mengerjakan tugas masing-masing. Aku pun segera masuk ke kamar bergegas ke meja belajar dan menyiapkan jadwa untuk besok, tidak lupa aku membuka hp dan melihat bahwa pesan obrolan sudah di mulai dimana hanya ada aku, Mila, Yuna dan Tya kami pun membahas persoalan yang tadi dan di lanjut dengan tugas-tugas yang ada. Tidak lupa aku juga membalas pesan dari Kak Jerry dengan berusaha untuk tetap seperti biasa dengan sakitnya perasaan ku yang belum dapat ku obati dan Alex yang seperti biasanya, bahkan aku juga tidak bisa merasakan kebahagiaan saat berbalas pesan dengan nya, karena masalah yang ku hadapi dengan Kak Jerry.
Hingga malam itu serasa seperti lama sekali bagi ku, bahkan aku mendengar detik jarum jam yang membuat ku begitu ingin cepat-cepat untuk mengakhiri hari dan berharap esok akan indah. Bahkan sesekali air mata ku jatuh yang mangalir dingin melalui pipi ku. Dengan dukungan rintik hujan yang membasahi jendela, bahkan langit tahu bahwa hati ku sedang sakit demam dan tidak dapat ku obati dengan obat manusia. Aku pun memutuskan untuk tidur lebih cepat, walau masih dengan bayangan yang tidak begitu ku sukai, hal-hal yang dilakukan Kak Jerry sudah benar-benar berubah. Bahkan ketika pembicaraan yang begitu menyakitkan tadi siang Kak Jerry berbicara dengan santai, seolah aku akan baik-baik saja, bahkan sanggup memberikan pesan pada ku seperti biasa.
“Wahh, menyakitkan sekali,” kata ku sambil mengelus dada yang sesak.
Mungkin benar kata orang pacaran lama tak menjamin akan bahagia, apalagi sudah berada di lingkungan baru, kata ku lagi dalam hati sambil memeluk guling dan membenamkan wajah ku.
Dia berubah dan seperti bukan orang yang ku kenal lagi, hingga akhirnya aku menyerah, terlelap dalam dinginnya malam yang seakan ikut merasakan apa yang ku rasakan malam itu.