Aku menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghias kembali brownies-brownies kukus cantik ini tahap ke dua. Aku melelehkan cokelat batang kemudian aku mengukus kembali adonan brownies-brownies yang sudah aku mixer dan mencampurkannya dengan cokelat-cokelat. Minggu ke dua ini pesenan brownies tidak sebanyak Minggu lalu, mungkin karena banyak aku cancel karena aku sedikit tidak enak badan di hari-hari kemarin.
Yah, pasti kalian tahu aku memikirkan ayahku. Tetapi resolusi masa depanku tidak boleh hancur karena aku terfokus masa lalu. Aku meyakini aku harus menggapai masa depanku walaupun di kemudian hari aku tidak bertemu dengan ayah kembali.
Waktu kecil nenek pernah bilang kepadaku, aku harus mencintai apa yang aku buat dan menghargai bahan-bahan yang sudah aku beli. Yah, sekarang aku harus fokus dan menjadi bagian dari Brownies-brownies cantik yang akan aku buat dengan penuh cinta.
Karena balasan cinta saat membuat kue adalah rasa, merasakan rasa menyentuh makna.
Aku menghias kembali brownies-brownies yang sudah di rias. Kali ini pesenan brownies ketan hitam khas nenek. Sungguh rasanya membuatku menjadi lapar. Aku merasa ada nenek disampingku yang tersenyum menyenangkan bahwa aku sudah bisa mewujudkan sebagian mimpi-mimpuku menjadi chef pastry.
Seperti biasa di belakangku, ibu membantuku membuat brownies- brownies cantik. Dia sangat pekerja keras dan gigih. Mungkin ini pekerjaan baru untuk ibu yang dulu terbiasa di kantor.
Ibu mengambil pisau kue. Dia mengiris pelan-pelan brownies ketan hitam. Sepotong demi sepotong ia masukan ke atas piring-piring kecil.
"Ini tester dicoba Lita," Ibu memberikan piring kecil berisi brownies itu padaku.
"Enak sekali ibu, luar biasa." Aku sumringah. Kemudian aku bekerja kembali mempercantik hiasan brownies.
"Iya donk siapa dulu yang ngemixer ini," jawab Ibu girang.
"Brownies ketan hitamnya luar biasa, rasa ketan hitamnya yg kompleks dan sedikit cokelat blok nya menyatu dalam paduan rasa, jangan lupa pake margarin dulu Bu hiasannya." Aku mengupas Kitkat dan memotongnya satu-satu.
"Apa kau mau keju-kejunya. Kau kan sangat menyukai keju Lita."
"Keju...?" kataku aneh.
Aku tidak pernah menyentuh keju dalam makanan apapun karena aku alergi.
Aku terkejut saat ibu bilang keju. Ayahku yang sangat menyukai keju.
Aku menggeleng dan hening di sekeliling kami berdua mulai terjadi. Apakah ibu ingat tentang Ayah. Dalam hatiku aku ingin menanyakan tentang Ayah, hanya saja aku dibuat bingung. Aku harus memulai pembicaraan darimana. Aku hanya takut ibu tersinggung saat aku bertanya. Tetapi aku yakin ibu sangat mengingat ayah.
"Ibu aku mau ke mall kokas jumat depan mau ikut tidak?" Aku mengalihkan pembicaraan.
"Mau dong ibu kalau mau belanja ke mall asyik." Ibuku girang. Dia bejoget-joget di depanku.
"Hahaha..ini selendangnya Ibu," aku memberikan selendang yang tergeletak di samping nenek. Kemudian aku memutar lagi India.
Lagu India mengalun begitu indahnya di dapur kami. Ibu berjoget riang aku hanya memotret ibu saja. Wajah bahagia ibuku kelaur. Aku memfoto-foto ibuku yang sedang berjoget riang. Sungguh ibu sangat cantik, badannya yang langsing memang sangat pantas memakai selendang itu. Celemek yang melingkari pinggang ibu langsung terkena tepung. Ia mengambil tepung terigu kemudian ia mengolesi pipiku sedikit dengan terigu.
"Ibu udah udah...Hahaha ibu.. " aku dibedaki oleh ibu dengan terigu-terigu segitiga sisa bahan kue.
"Hahaha.. kau sedikit seperti badut Lita coba liat wajahmu itu di cermin dapur."
"Hush..ibu malu akh. " Aku mengusap pipiku dengan lap secepat kilat.
Ibu tertawa geli.
"Lihatlah dirimu Lita, selain kau cantik kau pintar juga membuat kue, ayo ciis."Ibu Lagi-lagi Ibu memotretku pada handphonenya.
Aku nyaris seperti badut mainan. Tapi ya sudahlah untuk membahagiakan ibuku aku menuruti saja.
"Ibu- ibu ini browniesnya takut gosong." Aku mengalihkan apa yang ibuku buat.
Secepat kilat ibuku langsung menuju dapur kemudian ia melihat jam dinding di atas kompor.
"Akh, masih lima belas menit Lita. Ya udah ayo kita packing-packing dulu yang udah. Ibu segera cuci tangan kemudian mengambil beberapa kresek.
Akhirnya aku lega tidak dikerjai ibu lagi.
-!!-
"Ibu jadi mau ikut aku ke Mall kokas?"
"Ya jadi dong Lita, masa ibu nggak diajak?"
"Ibu aku mau ikut lomba bikin kue boleh ga?" Aku mengelap tanganku kemudian membantu ibu lagi mempacking brownies.
"Luar biasa kamu nak, bolehlah. Kamu harus membawa apa yang kamu butuhkan ya jangan lupa." Desak ibu meyakinkanku. Iya menata brownies-brownis yang sudah di packing.
"Kurang PD aku Bu," aku frustasi.
"Harus semangat dong sayang. Pasti kamu bisa kok. Ibu yang temenin kamu nanti okay." Ibu menuju dapur mematikan kompor.
Tiba-tiba aku merasa lebih lega karena sudah mencurahkan isi hatiku kepada ibuku.
Malam itu adalah malam yang hebat. Aku menjadi sangat dekat lagi dengan ibuku. Kami makan malem di jam sepuluh malem. Benar-benar sudah tidak ada konflik lagi dengan ibuku. Sebelum brownies terkahir di packing. Ibu mematikan seluruh lampu dapur.
Langit pasti sudah sangat gelap, hiruk pikuk suara motor sudah sangat jarang di dengar.
"Duuut.. " suara kentut ibu keluar begitu saja setelah semua selesai.
Aku terlonjak kaget, karena aku kira ada bom meledak di dapur. Ya Tuhan.
"Ibu...bau banget. " Aku mual.
"Hahaahha... Dari kecil kamu sudah terbiasa kan kentut ibu." jawab Ibu girang.
"Iya tapi kan bukan begitu caranya Ibu, Ibu Bisa kentut dikamar mandi. Huh" aku membuka kamar tidurku.
"Lita...Lita... Semoga kamu sukses selalu nak." Jawab Ibu pelan.
-!!-
Aku merapikan kasurku sebelum tidur. Kemudian aku langsung memakai handbody di tangan karena kulitku terasa kasar.
Aku membuka lagi ponselku. Ternyata ibu sangat tulus senyumnya. Senyumnya lebar memamerkan gigi putihnya yang rapih. Senyumnya menyejukkan hati, setulus dan sesabar hati ibu. Ibu seperti artis India. Pretty Shinta. Lesung pipi di wajahnya membuat ibu semakin cantik. Apalagi badannya yang selalu langsung walau aku sudah besar ibu masih saja menjaga berat badannya tetap ideal. Semoga Tuhan selalu menjaga ibuku. Aku memeluk ponselku didada.
Yang anehnya kalau benar kenapa ibu bisa di selingkuhi ya tuhan kalau benar ayah tega sekali sama ibu. Aku jadi semakin kesal dengan ayah, walaupun sebenarnya aku rindu ayah.
Semoga kedua orang tuaku selalu baik-baik saja jika suatu hari nanti mereka bisa bertemu ya tuhan. Doaku di malam ini.
-!!-
Aku tiba di mall kota kasablanca lantai dua. Sungguh sangat ramai sekali sore ini. Diatas pintu lomba tersebut bertuliskan:
Welcome new chapter chef & pastry chef. Sebuah hidangan yang lezat merupakan sebuah cinta dan anugerah dari sang pencipta. -COOK MASTER-
Seisi mall di ruangan pertemuan tersebut bertepuk tangan saat MC membacakan tulisan pada dinding atas tersebut.
Kata bijak tersebut membuatku bersemangat girang. Kiranya aku bisa bertemu dengan master- master chef. Aku tidak menyangka aku akan berada di tahap seperti ini. Jauh sekali ilmuku dengan mereka semua yang bertopi koki itu.
Aku dan Ibu memasuki ruangan. Tak kusangka aku sudah didaftarkan oleh ibuku sebelum hari h berlangsung. Ya Tuhan, baru saja aku hanya ingin melihat saja bagaimana perlombaan itu di mulai dan atraksi para chef-chef terkini ibuku sudah sangat semangat sekali mendaftarkan diriku. Entah ini mimpi buruk atau mimpi baik. Jantungku seolah copot dari biasanya. Aku gemetar hebat. Ibu terus saja memegang tanganku takut aku kabur pastinya.
Tiga orang mengenakan jaket putih Koki itu melewati kami berdua. Mereka bertiga duduk di depanku. Di bangku-bangku hitam itu duduklah para pesaingku. Salah satu dari mereka melipat lengannya. Kemudian tangannya mulai beratarkasi diaatas wajan. Ia meniup api yang berada diatas tangannya. Sungguh pertunjukan yang luar biasa.
Seperti mimpi saja aku melihat atraksi-atraksi chef. Tidak ketinggalan MC memanggil beberapa chef yang masuk dalam ruangan. Ternyata mereka masih sangat kecil. Berumur sekolah dasar mungkin. Ya Tuhan, mereka sungguh sangat berani untuk tampil di depan umum! Akh, aku sungguh sangat malu untuk tampil di depan. Pikiranku semakin panik. Badanku semakin panas jika beberapa menit kemudian aku dipanggil menuju kedepan.
Lagi-lagi aku menyalahkan ibuku. Kenapa ibu sampai seperti ini. Ya Tuhan, rasanya aku ingin ke toilet saja untuk pergi darisini.
Para chef kecil duduk dibelakangku. Kemudian mereka berbicang-bincang dengan orang tuanya. Akh pasti mereka kursus. Pikirku.
Disampingku ada ibu-ibu berjaket kuning. sedang mencerocos dengan anaknya. Dia benar-benar memberi semangat membara kepada anaknya.
"Kamu pasti bisa nak pasti, jangan kalah sama mereka ya nak." Ibu-ibu berjaket kuning tadi memberikan segelas minuman dingin kepada putrinya.
Seorang kameraman membayangiku. Rupanya acara ini masuk stasiun tv ya tuhan. Kabelnya yang panjang menggulung di belakang kursiku. Aku benar- benar risih di buatnya. Ibuku selalu bertepuk tangan jika ada para chef yang masuk ke dalam ruangan ini. Ibuku memang sekarang sangat lucu dan antusias sekali memeriahkan acara ini.
Dibelakangku sana terdapat logo stasiun televisi. Dua televisi besar bak seperti di bioskop mulai berputar. Suaranya sungguh memekik telinga ini. Rasanya aku ingin kabur saja, aku mulai berdiri. Tetapi tetap saja ibu tahu aku akan pergi.
Berkali-kali ibuku menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Bahkan ia melipatkan kedua tangannya dan menjepit tangan kananku.
Tiba-tiba saja pundaku di tepuk dari belakang. Spontan saja aku membalikan badan. Dia menyuruh aku berdiri.
"Bagaimana pendapat Kaka di acara cook master ini? Namanya siapa ka?" Wartawan itu menyuruhku memegang mik
Sontak aku terkaget tapi aku harus profesional. Jantungku nyaris berdetak lebih kencang lagi.
"Hai, aku jelita. Pendapatku sangat luar biasa ya amazing bisa ikut hadir di acara seperti ini. Ini pengalaman pertama buat aku. Semoga acara ini lancar dan sukses ya." Jawabku lantang.
"Terimakasih Kaka, semoga sukses ya." wartawan tadi pergi ke arah peserta yang lain. Ia melangkahkan kakinya gontai.
-!!-
Kami semua menahan napas, saat juri datang ke tempat kami. Para juri dengan gagahnya menggunakan kaos dan ditutupi atasan kemeja putih-putih. Satu per satu mereka berdiri dibalik meja besar.
Chef yang bernama Ronald akan maju ke depan. Chef pertama yang dipanggil oleh MC. Aku bertanya-tanya dalam hati apalah chef Ronald itu seorang koki yang handal dan berpengalaman? Ia membuat sup iga sapi jagung kemudian ia beratraksi saat menggoreng bawang merah dan bawang putih. Sungguh tak ku sangka pengalamannya sangat menakjubkan. Tidak lupa ia menambahkan isiran wortel cantik di samping daging iga sapi.
Juri chef Yanto yang pertama kali mencicipi masakan chef Ronalds salah satu chef hotel di daerah Bekasi.
"Daging iganya terlalu keras, dan potongan bawang merah dan putihnya terlalu matang." kata Chef Yanto mengomentari masakan chef Ronald.
Kemudian disebelah chef Yanto. Chef Santi mengomentari bawang gorengnya terlalu matang hingga yang peka terhadap bawang goreng akan tidak suka. Chef Santi sangat cantik , ia berambut pirang tegerai. Berponi tipis kedepan. Satu persatu chef yang lainnya berdiri di belakang peserta Chef Ronald untuk bergantian memasak dan dikomentari oleh juri.
Para juri mendiamkan keheningan terbangun, rasanya seperti berabad-abad. Kemudian sekarang giliran aku yang maju dan berbicara.
"Apa kehlianmu pada pastry Jelita?" Tanya Chef Yanto. Aku begitu grogi dan panik. Tetapi aku harus menerima kenyataan bahwa aku sedang mengikuti perlombaan.
"Membuat brownies Chef," kataku gugup.
"Kau grogi, seorang calon chef tidak boleh grogi. Chef harus percaya diri agar citra rasa tetap terjaga dan harus berkonsentrasi penuh pada pekerjaan, yok silahkan mengerjakan brownies." Chef Yanto bertepuk tangan mengawali peserta yang lain untuk memulai juga.
Aku melirik wajah Ibuku. Sungguh aku baru pertama kali membuat brownies di depan orang banyak. Tetapi ini pengalaman berharga bagiku. Aku harus tetap semangat.
Ibuku mengacungkan jempolnya. Kemudian ia bertepuk tangan dan tersenyum sangat lebar.
Dengan pikiran panik , aku mulai memixer semua telor dan gula putih. Tidak lupa aku menambahkan backing powder ke dalamnya. Aku yakin aku pasti bisa.
Setelah beberapa menit aku mengetim cokelan dan mencampurkannya ke dalam adonan yang tadi.
Brownies kukus ketan hitam siap disajikan setelah setengah jam dikukus. Aku meniriskannya diatas rak bolu.
Dengan cepat aku mencari strawbery , kitkat dan keju ke dapur. Kemudian aku mengolesi margarin diatas brownies tersebut dan menempelkan potongan-potongan keju dan strawbery yang telah aku iris.
Bunyi bel berbunyi. Aku harus segera menyelesaikan dalam waktu lima menit lagi.
Lagi-lagi ibu memfotoku selama aku mengerjakan brownies dia melambaikan tangannya. Kini brownis siap di sajikan.
"Kau tidak mencampur dengan buah leci juga Lita hanya toping buah strawberry saja?" Tanya Chef Yanto. Chef Yanto melihat-lihat browniesku. Kemudian ia mengambil pisau kue.
"Iya chef, saya terburu-buru," jawabku gemetar.
"Okay aku akan memakannya." Chef Yanto melahap satu iris brownies.
Aku menatap chef Yanto dengan penuh harap bahawa aku bisa juga menjadi bagian dari mereka.
"Minggu depan bisa kan kau bekerja di hotel milik saya." Chef Yanto menunjukku kemudian ia melipat tangannya di dadanya.
"Saya.." aku berpikir keras.
"Boleh kapan saja bila kau mau bekerja di tempat saya. Saya persilhkan brownies kamu sungguh sangat lembut dan lezat. Nilai sembilan puluh lima untukmu." potong Chef Yanto.
"Terimakasih Chef Yanto," aku menundukkan badan layaknya orang Jepang.
Sontak ibuku bertepuk tangan dengan riang. Dia mengacungkan dua jempol tangannya.
Perasaanku seperti tersengat listrik, ini bukan mimpikan. Aku menepuk-nepuk kedua pipiku saat aku kelaur dari ruangan tersebut.
Banyak Chef yang menyalamiku dan mengucapkan selamat. Semua peserta yang menang akan di Latih oleh chef-chef dunia yang begitu profesional. Setiap seminggu sekali akan diberikan buku panduan dan praktek dan cara memasak menu terbaru. Sungguh kesempatan emas yang aku punya sudah didepan mata. Aku tidak mengerti apakah aku ini masih bermimpi atau tidak. Namun aku sangat kagum dengan bakatku dan aku harus tetap rendah hati karena banyak yang lebih jago membuat kue dan memasaknya daripada aku. Hanya saja kali ini, aku sangat beruntung bisa di beri kesempatan ini.
-!!-
Ibuku berkali-kali memelukku kegirangan saat kita akan pulang.
"Selamat ya nak, mimpiku pasti akan menjadi kenyataan nak, kamu harus yakin ya Lita." Ibu mencium keningku berulang-ulang kali.
"Terimakasih ibu, ini adalah hadiah ulang tahun ibu." Aku mencium tangan ibu kemudian memberikan ibu sebuah cincin.
"Kamu ingat ulang tahun Ibu?" Tanya ibu sumringah. Dia mengelus rambutku.
"Ingat dong pasti ibu," aku mengambil cincin kemudian memakainya di jari manis ibu.
"Akh kamu kayak ngelamar ibu saja Lita-Lita. Hahaha..." Mata ibu berkaca-kaca. dia tidak tahan dengan rasa bangganya di hari ini.
"Ibu pengen dilamar ya hayo..." Aku menggelitik pinggang ibu lagi.
"Hahaha...nggak-nggak kok." Jawab ibu malu. Ia mengajaku naik taksi online.
Setelah setengah jam, taksi online mulai datang. Aku membuka pintu kemudian merebahkan punggungku.
Sepuluh menit berlalu , aku sudah sampai dirumah. Dengan satu gerakan singakat , aku berlari masuk kamar. Medali koki telah terkalung di dadaku. Aku memasangkan medali itu di dinding foto kecilku. Ibu yang mengintip di kamar hanya tersenyum manis, kemudian ia menutup pintu kamar. Kulempar bantal pink yang ada dibawah kasur.
Sungguh kuakui hari ini sangat manis dan membanggakan. Aku harus percaya diri lagi pada diriku sendiri! Ketakutanku hanya pada diriku sendiri. Aku harus melawan ketakutan-ketakutan itu!
-!!-