Anita yang saat itu mengendap-endap langsung terkejut saat mendengar suara bentakan dari sang suami. Terlihat jelas wajah gugupnya saat berhadapan dengan Rudi yang sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan yang tajam. Seperti seorang penyidik kepada seorang tersangka.
"Dari mana saja kamu! Apa kamu tahu jam berapa sekarang?" tanya Rudi sambil membentak Anita.
"Hari ini aku ada sesi pemotretan di luar kota?" jawab Anita sambil berjalan meninggalkan Rudi yang terlihat marah.
"Pemotretan apa jam segini baru selesai! Kamu pikir aku tidak tahu jadwal dan waktu pemotretan seorang model sepertimu, ingat Anita kamu bukan artis terkenal yang tidak punya waktu untuk keluarga," teriak Rudi kepada Anita yang terus berjalan meninggalkannya.
"Memang kenapa kalau aku pulang jam 3 pagi? Aku juga tidak merepotkanmu 'kan." jawab Anita sambil terus berjalan ke arah kamarnya.
"Kamu itu seorang istri, harusnya kamu tahu tugas dan kewajibanmu sebagai seorang istri dan calon Ibu!” bentak Rudi sambil menarik tangan Anita hingga mereka saling menatap.
“Tugasku yang mana? memasak, mencuci baju, menyapu rumah atau membersihkan rumah. Asal kamu tahu ya aku bukan pembantumu dan selama ini aku dibesarkan dengan kemewahan jadi jika kamu memintaku mengerjakan tugas-tugas itu maaf lebih baik kamu suruh Istri kampungmu itu,” jawab Anita dengan ketus lalu berjalan ke arah kamarnya.
Syifa yang saat itu sudah tertidur pulas terbangun saat mendengar keributan antara Rudi dan Anita. Syifa hanya menggelengkan kepala saat melihat sikap Anita kepada suaminya. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa karena pada dasarnya pernikahan yang terjadi antara Rudi dan Anita juga atas persetujuan keduanya.
“Kasihan kamu, Mas. Semoga kamu bisa sabar dalam menghadapi Anita,” ucap Syifa sambil melihat Rudi dari balik pintu kamarnya.
***
Syifa yang sudah terbiasa bangun lebih pagi dari yang lain langsung bergegas menghampiri Akbar di kamarnya. Terlihat sang putra yang masih terlelap disamping Mbok Inah. Setelah mengecup kening sang putra, Syifa bergegas ke dapur untuk memasak sarapan.
"Syifa!" tiba-tiba terdengar suara teriakan dari meja makan.
"Apa kamu tidak bisa memanggilku tanpa berteriak." ucap Syifa saat sudah ada di hadapan Anita yang terlihat baru bangun dari tidurnya.
"Kamu masak apa ini?" tanya Anita sambil menunjuk berbagai menu di atas meja makan.
"Kangkung, tahu, tempe, ikan goreng dan sambel, memangnya kenapa?" tanya Syifa dengan sedikit heran.
"Kamu gila ya, kamu 'kan tahu aku tidak bisa makan-makanan ini. Sekarang kamu ke dapur dan masak daging buatku!" bentak Anita sambil bertolak pinggang.
"Tidak ada, kalau kamu mau makan enak silahkan kamu belanja dan masak sendiri, bukankah kamu juga sudah dapat jatah uang belanja dari Mas Rudi," jawab Syifa dengan ketus.
"Uang segitu hanya cukup untuk makan sehari saja, jadi ya pasti sudah habis 'lah." jawab Anita sambil duduk di kursi.
"Ya sudah kamu makan saja makanan yang ada tidak usah banyak protes," ucap Syifa sambil berjalan meninggalkan Anita.
"Syifa! Dasar kamu pembantu tidak tahu diri, awas kamu ya," bentak Anita sambil berteriak dan berdiri dari tempat duduknya.
"Kenapa kamu berteriak seperti itu?" tanya Rudi kepada Anita.
"Ini kamu lihat masa pembantu miskin itu masak makanan seperti ini, aku 'kan sedang hamil pasti butuh makanan yang bergizi untuk anak kita," jawab Anita yang langsung memeluk lengan Rudi dengan manja.
"Aku rasa makanan ini juga sehat, sayur ada, ikan juga ada. Lalu bagian mana yang tidak bergizi untukmu?" tanya Rudi sambil melihat menu makanan yang tersaji.
"Tapi, Mas. Aku hari ini sedang ingin makan daging." rengek Anita seperti seorang anak yang ingin meminta mainan kepada sang ibu.
"Makan saja yang ada, lagi pula dulu Syifa makan ini dan terbukti Akbar lahir dengan sehat," jawab Rudi sambil duduk di kursi.
Sesaat Anita hanya mematung di hadapan sang suami dengan wajah yang terlihat cemberut. Anita yang selama ni terbiasa hidup mewah dan dengan makan-makanan yang enak kini justru harus menikmati masakan sederhana yang Syifa sajikan hari ini. Sebenarnya ada rasa enggan dalam hatinya untuk makan-makanan itu. Namun, cacing serta anak yang ada dalam perutnya membuatnya terpaksa memakan menu yang ada di hadapannya.
"Dasar wanita sialan, tunggu pembalasanku." batin Anita sambil memasukkan suapan pertama ke dalam mulutnya.
"Selamat pagi semuanya!" tiba-tiba Ningrum berteriak dari arah ruang tamu.
"Kebetulan si Nenek peyot ini datang, aku bisa memintanya membelikanku makanan yang enak," batin Anita sambil menoleh ke arah Ningrum.
"Eh, Syifa! Sejak kapan kamu makan di meja makan bersama anak dan menantu saya?" tanya Ningrum dengan sedikit berteriak.
"Sejak aku yang menjadi kepala rumah tangga di rumah ini, ada apa Mama kesini?" tanya Rudi sambil terus menikmati makanan yang ada di hadapannya.
"Ya ampun, Anita! Makanan apa yang kamu makan ini, ayo cepat letakkan dan jangan dimakan nanti kamu keracunan," perintah Ningrum sambil menarik sendok dari tangan Anita.
“Sudahlah, Ma. Tidak perlu berlebihan seperti itu jika makanan ini beracun mungkin sejak tadi kami sudah meninggal." jawab Rudi yang mulai merasa tidak nyaman dengan kedatangan Ningrum ke rumahnya.
“Rudi! harusnya kamu bisa berpikir dengan benar, Anita ini sedang mengandung anakmu masa dia harus makan-makanan kampung seperti ini. kalau sampai terjadi apa-apa kepada Anita bagaimana?” bentak Ningrum kepada Rudi yang terlihat cuek di hadapannya.
“Ma, tiba-tiba perutku sakit,” ucap Anita yang tiba-tiba memegang perutnya.
“Sudah ayo Mama antar ke kamar, nanti biar Mama pesankan makanan di restoran." ajak Ningrum sambil mulai memapah Anita.
“Syifa! Lain kali saya tidak mau kamu memasak makanan kampung ini lagi, jika kamu masih nekat dan sampai terjadi apa-apa dengan cucu saya. Lihat saja saya akan membuat perhitungan denganmu.” bentak Ningrum sambil menatap Syifa dengan tajam.
Rudi yang melihat kelakuan Ningrum langsung meletakkan sendoknya dan berjalan ke arah pintu untuk segera berangkat ke kantor. Syifa yang saat ini hanya seorang diri mulai merapikan piring kotor untuk dicuci. Saat dia sedang menyiapkan makanan untuk Akbar tiba-tiba Syifa dikejutkan dengan kedatangan Ningrum.
“Syifa! Cepat kamu ke kamar Anita, dan pijit kakinya.” perintah Ningrum sambil membentak Syifa.
“Tapi, Ma. Kenapa harus saya? ‘kan bisa minta tolong Mbok Inah,” jawab Syifa kepada Ningrum yang berdiri di hadapannya.
“Oh jadi sekarang kamu sudah berani membantah saya, dan satu lagi jangan pernah panggil saya Mama, karena sampai kapanpun kamu tidak akan pernah mendapat pengakuan sebagai menantu dari saya." jelas Ningrum sambil mendekat ke arah Syifa lalu menggenggam lengan tangannya dengan erat.
“Aduh, tolong lepaskan Nyoya tangan saya sakit.” ucap Syifa sambil meringis kesakitan.
“Saya tidak akan melepaskanmu sebelum kamu menyanggupi perintah saya.” jawab Ningrum sambil terus mencengkram tangan Syifa dengan erat.
“Baik, Nyonya. Saya akan kesana setelah memberikan makanan ini kepada Akbar di halaman belakang,” ucap Syifa kepada Ningrum yang masih terlihat menatap Syifa dengan tajam.
“Berikan mangkuk itu, biarkan saya yang berikan kepada Inah." perintah Ningrum sambil mengulurkan tangan kirinya.
“Tapi, Nyonya ….” belum selesai Syifa menjawab Ningrum langsung membentaknya.
“Cepat berikan mangkuk itu kepadaku!” bentak Ningrum hingga membuat Syifa terkejut dan langsung memberikan mangkuk makanan ke sang mertua.
***
Syifa yang takut akan ancaman mertuanya segera berjalan ke kamar Anita sesaat setelah dia memberikan mangkuk berisi bubur ke Ningrum. Ningrum yang sudah memiliki niat jahat kepada akbar langsung berjalan ke arah halaman belakang. Sesaat dia melihat kemiripan wajah dan sifat antara Rudi dan Akbar. Namun, karena rasa gengsi dan malu dengan omongan orang membuatnya nekat melakukan segala cara untuk menyingkirkan cucu kandungnya.
"Mbok ini makanan untuk anak pembantu itu." ucap Ningrum sambil menyerahkan mangkuk kepada Mbok Inah.
"Memang Mbak Syifa kemana Nyonya?" tanya Mbok Inah yang bingung dengan kedatangan Ningrum.
"Dia aku suruh memijat kaki Anita." jawab Ningrum sambil berjalan pergi.
"Maaf, Nyonya. Ini Mbak Syifa tidak memberikan minuman?" tanya Mbok Inah dengan ragu.
"Kamu pikir aku baby sitter bayi ini, kamu ambil sendiri sana biar bayi sialan ini aku yang jaga." perintah Ningrum kepada sang pembantu.
Ada rasa was-was dalam diri Mbok Inah saat meninggalkan Akbar berdua dengan Neneknya. Namun, karena terpaksa dia berusaha berpikir positif, karena menurutnya tidak mungkin seorang Nenek mencelakai cucu kandungnya sendiri. Sesaat setelah Mbok Inah kembali terlihat Ningrum sedang memasukkan sesuatu ke dalam tasnya dengan terburu-buru, kemudian langsung meninggalkan Akbar dan sang pembantu.
“Apa yang dilakukan Nyonya besar? Kenapa dia terlihat memasukkan sesuatu dengan terburu-buru." pikir Mbok Inah sambil melihat ningrum yang pergi dengan terburu-buru.
***
"Anita Sayang, bagaimana keadaanmu? Mama sudah pesankan makanan untukmu, jadi kamu tidak perlu makan-makanan kampung lagi ya Sayang." ucap Ningrum yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
"Iya Ma, Anita juga sudah sedikit lebih baik." jawab Anita sambil tersenyum.
"Baik kalau begitu Mama pulang dulu ya, kamu istirahat yang cukup jangan banyak gerak." pesan Ningrum kepada menantu kesayangannya sambil tersenyum licik lalu meninggalkan kamar Anita.
"Pergi sana, aku sudah tidak membutuhkanmu lagi!" bentak Anita sambil menendang Syifa hingga terjatuh dari tempat tidur.
"Apa kamu tidak pernah diajari bagaimana cara berterima kasih." ucap Syifa sambil berdiri.
"Berterima kasih kepada pembantu sepertimu, itu hanya membuang waktuku saja. Sudah sana kamu pergi karena aku mau tidur siang," jawab Anita sambil mendorong Syifa keluar dari kamarnya.
"Dasar perempuan tidak tahu sopan santun." omel Syifa saat sudah berada di depan pintu.
Syifa yang sejak tadi berada di kamar Anita langsung bergegas menuju ke halaman belakang untuk bertemu dengan Akbar. Terlihat sang putra sedang makan dengan lahapnya. Mbok Inah yang melihat kedatangan Syifa langsung memintanya untuk duduk.
“Mbak Syifa tidak curiga dengan kedatangan Nyonya besar?” tanya Mbok Inah kepada Syifa.
“Tidak, menurutku sih wajar saja seorang Ibu menengok anak dan menantunya." jawab Syifa sambil tersenyum kepada Akbar yang sedang duduk di kursi bayi.
“Mbok kok curiga ya, apalagi saat melihat Nyonya besar memasukkan sesuatu ke dalam tasnya dengan terburu-buru saat Mbok baru datang dari dapur,” jelas Mbok Inah.
“Mungkin dia sedang memasukkan ponsel. Sudah, Nggak baik kita berprasangka buruk kepada orang, kalau begitu saya tinggal istirahat dulu ya Mbok.” jawab Syifa sambil berdiri dan berjalan ke arah kamarnya.
“Sepertinya tidak mungkin, pasti ada yang disembunyikan oleh Nyonya besar, Tapi apa, ya." ucap Mbok Inah sesaat setelah Syifa pergi.