"Assalamualaikum, Pa." ucap Rudi sambil membuka pintu.
"Waalaikumsalam, tumben jam segini kamu sudah di kantor?" tanya Andre saat melihat Rudi masuk ke ruangannya.
“Ada hal yang ingin aku bicarakan sama Papa, apa pagi ini Papa tidak ada kesibukan?" jawab Rudi sambil duduk di kursi.
“Kebetulan pagi ini Papa banyak jam kosong, memang apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Andre sambil bersandar di kursinya.
"Bagaimana kalau pagi ini Papa traktir aku makan, karena kebetulan aku belum sarapan." ucap Rudi sambil tersenyum.
"Bagaimana bisa kamu belum makan?" tanya Andre kepada sang putra dengan rasa heran.
"Ceritanya panjang, nanti akan aku ceritakan saat kita sudah di tempat makan," jawab Rudi sambil berdiri.
"Baik, ayo kebetulan pagi ini Marni juga tidak masak," ucap Andre sambil berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah sang putra lalu berjalan beriringan ke arah kantin yang ada di gedung itu.
***
Di Tempat terpisah Syifa yang baru saja menerima uang dengan jumlah yang sama seperti Anita terlihat bingung. Di zaman sekarang uang satu juta jika dibelikan kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan Akbar jelas sangat tidak cukup. Saat dia mulai larut dalam kebingungannya dia teringat akan masa lalunya, masa dimana dia selalu duduk di depan tungku saat sang ibu memasak.
"Nak, kelak jika kamu sudah menikah jadilah istri yang baik dan seorang istri yang pandai dalam mengatur keuangan," ucap Surti kepada Syifa.
"Aku yakin kalau suatu saat aku akan memiliki kehidupan yang lebih baik, suami yang kaya dan pembantu yang bisa aku perintah," jawab Syifa yang saat itu masih berusia beberapa 20 tahun.
"Hust, enggak boleh ngomong gitu, hidup seseorang tidak ada yang tahu dan ingat jangan mendahului takdir nggak baik itu. Siapa tahu jodohmu hanya warga desa kita," ucap Surti sambil memotong sayuran yang ada di tangannya.
"Memang Ibu nggak pengen Syifa punya jodoh yang bagus, sampai harus mendoakanku berjodoh dengan pemuda di desa ini. Ibu 'kan tahu pemuda disini hanya seorang petani biasa," protes Syifa sambil berdiri dan berjalan ke arah sang ibu.
“Nduk, tidak ada orang tua yang ingin anaknya hidup susah. Bapak dan Ibu selalu mendoakan jodoh yang terbaik dunia akhirat untukmu, tapi asal kamu tahu semua itu tergantung kehendak Allah sebagai pemilik hidup. Satu hal yang Ibu minta jadilah istri yang baik untuk suamimu,” pesan Surti kepada sang putri.
“Permisi, Mbak.” tiba-tiba Mbok Inah memanggil hingga membuat Syifa tersadar dari lamunannya.
“Iya ada apa, Mbok?” tanya Syifa dengan sedikit terkejut.
“Den Akbar rewel, mungkin karena dia belum sarapan." jawab Mbok Inah.
"Astagfirullah, aku hampir lupa menyiapkan sarapan untuk Akbar," batin Syifa sambil memejamkan matanya.
“Ya sudah Mbok saya mau ke tukang sayur dulu, Mbok di rumah saja jaga Akbar,” jawab Syifa sambil berdiri dari tempat duduknya.
“Wih, Nyonya besar mau kemana?” tiba-tiba terdengar suara dari pintu.
“Mama, silahkan masuk, Ma." ucap Syifa mempersilahkan Ningrum dan Shania masuk.
“Jangan lupa statusmu hanya pembantu, jadi jangan panggil saya Mama karena sampai kapanpun saya tidak akan mengakuimu sebagai menantuku,” jawab Ningrum dengan ketus.
“Lagian mimpi tinggi banget, kalau dasarnya pembantu tetaplah pembantu aja jangan sampai mimpi jadi Nyonya besar." tambah Shania sambil menatap Syifa dengan tatapan jijik.
“Sekarang cepat panggilkan menantu kesayanganku,” perintah Ningrum sambil duduk di sofa.
“Ya Allah, sampai kapan mertua dan iparku tidak mengakuiku sebagai keluarganya.” batin Syifa sambil menunduk.
“Eh, perempuan kampung! kamu tuli ya, Mama ku memintaku memanggilkan Kak Anita bukan menyuruhmu bengong di sini,” bentak Shania sambil mendorong kepala Syifa ke belakang.
“Maaf, Nyonya. Anita saat ini tidak ada dirumah,” jawab Syifa sambil terbata-bata.
“Tidak ada dirumah.” gumam Ningrum yang terlihat bingung.
“Kemana anak ini, padahal aku sudah berpesan agar dia menunggu perintah dariku,” batin Ningrum sambil merogoh tasnya untuk mencari ponselnya.
***
Anita yang saat itu sedang menikmati surga dunia bersama kekasih gelapnya langsung terkejut saat mendengar suara ponsel yang diletakkan diatas meja. Kenikmatan yang diberikan Dion seakan membuatnya tuli. Hanya desahan dan ocehan kenikmatan yang selalu keluar dari mulutnya.
“Kemana Dia? Kenapa dia tidak mengangkat teleponku,” ucap Ningrum dengan wajah kesal.
“Maaf, Nyonya. tadi Anita pamit akan melakukan foto shoot mungkin saat ini dia sedang sibuk,” jawab Syifa sambil memberanikan diri duduk di sofa.
“Eh, siapa yang menyuruhmu duduk disini. Cepat buatkan kami minuman dingin, sekarang!” perintah Shania sambil membentak Syifa.
“Iya, Mbak." jawab Syifa lalu berjalan ke arah dapur.
“Shania, cepat hubungi Anita. Jika dia tidak datang hari ini rencana kita akan berantakan,” bisik NIngrum kepada Shania.
“Lagi pula kenapa Mama nggak telepon dia dulu semalam, kalau seperti ini ‘kan jadi ruwet.” protes Shania sambil mencari nomer sang kakak ipar di ponselnya.
“Mama sudah bilang saat dia berkemas di kamarnya, tapi nggak tahu kenapa dia justru pergi." jawab Ningrum dengan nada kesal.
Berkali-kali Shania mencoba menghubungi Anita. Namun, tetap tidak ada jawaban dan pemilik nomer. Hingga saat Shania sudah meletakkan ponselnya di dalam tas tiba-tiba terdengar suara ponselnya berbunyi.
"Halo, Kakak dimana? Aku dan Mama ada di rumah, tapi kata perempuan kampung itu Kakak sedang ada kerjaan di luar," tanya Shania setelah panggilannya terhubung.
"Maaf hari ini aku sedang di luar kota, karena memang ada undangan foto shoot, apa kalian masih di rumah?" tanya Anita dengan nada gugup.
"Sini biar Mama yang bicara dengannya." ucap Ningrum sambil merampas ponsel shania dan berjalan ke luar rumah.
"Anita, kemana saja kamu, bukannya Mama sudah bilang jika hari ini kita akan melakukan rencana yang sudah kita rencanakan!" bentak Ningrum melalui panggilan ponsel.
"Maaf, Ma. Pekerjaan kali ini benar-benar tidak dapat ditinggalkan, mungkin lain waktu saja kita lakukan rencana kita ya," jawab Anita lalu menutup ponselnya.
"Dasar anak itu benar-benar tidak tahu terima kasih, sudah dibantu malah seenaknya," gerutu Ningrum sambil berjalan masuk ke dalam.
"Shania ayo pulang! Mama malas lama-lama di rumah ini, apalagi bertatap muka dengan pembantu yang berubah menjadi Nyonya besar, " bentak Ningrum sambil menyerahkan ponsel kepada Shania.
Di tempat berbeda Anita yang baru saja meletakkan ponselnya di atas meja. Terkejut oleh pelukan Dion yang ternyata sudah ada di belakangnya. Kecupan bibir sang kekasih yang diarahkan ke leher Anita membuatnya merasakan sensasi yang berbeda.
"Siapa yang menelponmu Sayang? sampai-sampai kamu berani meninggalkanku diatas ranjang seorang diri," tanya Dion sambil terus mencium leher sang kekasih.
"Biasa perempuan tua yang menyebalkan, sekarang dia ada di rumahku bersama putri manjanya," jawab Anita sambil merasakan lembutnya ciuman Dion di area lehernya.
"Lalu, apa kamu akan meninggalkanku begitu saja sekarang?" tanya Dion sambil memutar tubuh Anita hingga mereka saling berhadapan.
"Tentu tidak, Sayang." jawab Anita sambil langsung melumat bibir sang kekasih.
Dion memang sudah menjalin hubungan dengan Anita jauh sebelum dia menikah dengan Rudi. Karirnya sebagai seorang model yang semakin redup serta bangkrutnya perusahaan sang ayah membuatnya nekat mendekati Rudi dan menikah dengan Rudi. Semua dia lakukan karena ingin menguasai harta Rudi dan keluarganya.
"Anita! Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang." terdengar bentakan saat Anita masuk ke dalam rumah dengan mengendap-endap.