Suatu pagi saat Syifa, Rudi dan Akbar menikmati sarapan. Tiba-tiba Anita datang dengan wajah yang terlihat bahagia. Bahkan pagi ini dia tidak melakukan protes dengan masakan yang Syifa masak di hari ini.
"Selamat pagi." sapa Anita sambil duduk di sebuah kursi.
"Pagi, cepat kamu habiskan makananmu hari ini aku akan mengantarmu ke Dokter kandungan." jawab Rudi sambil menikmati makanannya .
"Hari ini Dokter Eko sedang libur, jadi pemeriksaan ditunda sampai minggu depan." jawab Anita dengan wajah yang terlihat bahagia.
"Baik kalau begitu, Syifa setelah Akbar makan kamu mandikan dia karena hari ini kita akan jalan-jalan ke sebuah taman." perintah Rudi sambil tersenyum kepada putra kesayangannya.
"Iya, Mas. Anita apa kamu tidak mau ikut dengan kami?" tanya Syifa kepada Anita yang hanya dijawab dengan gelengan kepala.
"Kita lihat saja apa kalian jadi pergi setelah kedatangan Ningrum si Nenek peyot itu?" batin Anita sambil terus menikmati makanan yang ada di hadapannya.
Setelah selesai makan Syifa langsung meminta Mbok Inah memandikan Akbar, sedangkan dia sendiri harus merapikan piring kotor yang ada di meja makan. Saat Syifa sedang sibuk dengan pekerjaannya tiba-tiba Ningrum sudah ada di hadapannya. Ningrum yang baru saja datang langsung menatap Syifa dengan tatapan benci dan marah.
"Sekarang cepat katakan siapa Ayah kandung Akbar!" bentak Ningrum sambil bertolak pinggang.
"Maaf, apa maksud Nyonya?" tanya Syifa yang bingung dengan ucapan mertuanya.
"Halah kamu tidak perlu berpura-pura lagi Syifa, lebih baik kamu katakan sekarang atau aku akan beritahu Rudi tentang kebohonganmu selama ini." ancam Ningrum yang membuat Syifa semakin bingung.
"Tapi saya benar-benar tidak mengerti apa maksud Nyonya, Akbar memang darah daging Mas Rudi." jawab Syifa dengan tatapan bingung.
"Rudi! Rudi cepat sini." teriak Ningrum hingga membuat Rudi dan Anita langsung menuju ke arah meja makan.
"Hari ini Mama akan beritahukan kebohongan yang sudah dilakukan Istri kampungmu ini." jelas Ningrum kepada sang putra sambil melirik ke arah Syifa.
"Maksud Mama apa?" tanya Rudi yang belum tahu maksud dari kata-kata sang ibu.
"Ini hasil Laboratorium, disini tertulis jika Akbar bukanlah anak kandungmu." jawab Ningrum sambil menyerahkan sebuah surat kepada Rudi.
"Mas, aku mohon kamu harus percaya kepadaku. Akbar adalah anak kandungmu Mas." ucap Syifa sambil mendekati sang suami.
"Mama dapat surat ini dari mana?" tanya Rudi sesaat setelah dia membaca isi surat itu.
"3 hari lalu saat Mama kesini, Mama sengaja menggunting rambut Akbar sedikit agar bisa di bawa ke laboratorium karena Mama tidak percaya jika Akbar adalah anak kandungmu." jelas Ningrum sambil melipat kedua tangannya di perut.
"Ternyata dibalik wajah polosmu tersimpan kebohongan yang besar ya." ucap Anita sambil tersenyum sinis.
"Tidak Mas, itu tidak benar. Aku berani bersumpah jika Akbar adalah putra kandungmu," ucap Syifa sambil memohon kepada Rudi yang terlihat kecewa dengan kenyataan yang didengarnya dari Ningrum.
"Eh perempuan miskin, kamu pikir kami akan percaya dengan sumpah dan air mata palsumu itu. Sekarang cepat katakan apa maksudmu menipu Rudi dengan cara mengatakan jika anak itu adalah darah dagingnya." jawab Ningrum dengan ketus sambil menarik tangan Syifa agar menjauhi Rudi.
"Demi Allah, Nyonya. Akbar adalah anak kandung Mas Rudi." ucap Syifa sambil menangis di hadapan Ningrum.
"Jangan pernah bersembunyi di balik kata Allah, dan aku yakin dia hanya menginginkan harta Mas Rudi untuk memperbaiki kehidupan keluarganya di kampung," jawab Anita dengan tatapan seolah merendahkan Syifa.
"Tidak Mas, aku tidak pernah berpikir seperti itu. Aku benar-benar tulus mencintaimu, aku mohon kamu mau percaya kepadaku Mas," ucap Syifa meyakinkan Rudi yang masih diam.
"Syifa cepat katakan siapa Ayah kandung Akbar!" bentak Rudi kepada Syifa dengan tatapan mata yang tajam.
"Demi Allah, Akbar adalah putra kandungmu Mas. Aku mohon kamu mau percaya kepadaku." jawab Syifa sambil menangis.
"Bagaimana aku bisa percaya kepadamu, sedangkan hasil laboratorium saja menunjukkan jika Akbar bukan anakku!" bentak Rudi sambil melemparkan kertas laboratorium ke wajah sang istri.
"Ya Allah, apa yang aku lakukan sekarang? Kenapa Ibu mertuaku dan Anita tega memfitnahku," batin Syifa sambil menangis dan menundukkan wajahnya.
"Sekarang apalagi yang kamu tunggu, lebih baik kamu ceraikan saja perempuan ini lagipula Akbar juga terbukti bukan darah dagingmu," saran Ningrum sambil berjalan ke arah Rudi.
"Aku harap Mama tidak memperkeruh masalah ini, aku mau istirahat dulu. Dan kamu Syifa jangan harap aku menemuimu sebelum kamu jujur siapa Ayah dari anak itu." ucap Rudi sambil menoleh ke arah Ningrum dan Syifa secara bergantian, lalu pergi meninggalkan ruang makan untuk menuju ke kamarnya.
"Sekarang kamu masih aman disini, tapi aku yakin setelah Mas Rudi tenang kamu akan langsung ditendang ke jalanan dan diceraikan," ucap Anita sesaat setelah Rudi masuk kedalam kamarnya.
"Kamu pikir, kamu bisa menjadi Nyonya besar dirumah ini? Asal kamu tahu selama saya masih hidup kamu tidak akan bisa menjadi bagian dari keluarga saya," jelas Ningrum sambil menjambak rambut Syifa.
Hari itu adalah hari yang paling menyakitkan untuk Syifa. Bukan hanya karena fitnah yang diberikan Ningrum dan Anita, tapi juga karena Rudi seorang laki-laki yang dicintai justru tidak mempercayai nya. Tanpa sepengetahuan mereka Mbok Inah sejak tadi mengawasi Syifa dan seluruh keluarga Rudi dari kejauhan.
"Nyonya besar dan Mbak Anita begitu kejam, padahal sudah jelas sekali kemiripan antara Mas Rudi dan Den Akbar." ucap Mbok Inah dengan nada kesal.
"Sekarang kalian boleh menang, tapi aku janji akan memberikan bukti yang jelas kepada Mas Rudi bahwa Akbar adalah darah dagingnya," pesan Syifa sambil menatap Ningrum dan Anita secara bergantian.
"Uh takut, silahkan dan aku juga akan pastikan kamu akan secepatnya ditendang dari rumah ini, benarkan, Ma?" jawab Anita sambil tertawa bahagia.
Syifa yang sudah kecewa dengan sikap Anita, dan Ningrum langsung berjalan meninggalkan mereka dan berjalan ke arah kamarnya. Syifa yang saat itu kecewa dan sakit hati hanya bisa menangis di dalam kamarnya. Ada rasa lelah dalam dirinya untuk terus melanjutkan pernikahannya.
"Apa lebih baik aku pergi saja dari rumah ini, toh statusku hanya Istri siri jadi aku bisa pergi kapanpun, tapi jika aku pergi sekarang Mas Rudi pasti akan menganggap ucapan Nyonya Ningrum dan Anita benar. Ya Allah apa yang harus aku lakukan sekarang?" ucap Syifa yang sedang duduk ditempat tidurnya.
Siang itu Syifa terus bertarung dengan pikiran dan hatinya, antara ingin lepas atau tetap bertahan. Rasa lelah atas perlakuan keluarga sang suami benar-benar membuatnya kesal, benci dan marah. Saat Syifa sedang menangis memikirkan jalan apa yang akan dia ambil, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka hingga membuatnya terkejut.