"Apa maksudmu? Aku tidak melakukan apapun kepada pembantu itu." ucap Anita sambil mengelak.
"Jangan bohong! Aku sudah tahu apa yang kamu dan Mama ku lakukan kepada Syifa." bentak Rudi hingga membuat Anita terkejut.
"Dari mana dia tahu apa yang sudah kami lakukan, apa jangan-jangan perempuan itu melapor kepada Mas Rudi." batin Anita sambil menatap Wajah sang suami.
"Kenapa diam? Kamu pasti heran darimana aku bisa tahu apa yang sudah kamu lakukan kepada Syifa." tebak Rudi saat melihat wajah gugup Istrinya.
"Tidak, ehm begini saja bagaimana kalau malam ini kita makan di luar." ucap Anita sambil merayu Rudi.
"Tidak, malam ini aku mau makan di rumah bersama keluargaku." jawab Rudi yang lalu berjalan ke arah kamar mandi.
Anita yang melihat sikap dingin Rudi langsung keluar dari kamar. Dia mulai berjalan ke arah ruang keluarga untuk menemui Ningrum dan kedua adik iparnya. Sambil memasang wajah cemberut Anita duduk di samping mertuanya.
"Ya ampun menantu kesayangan Mama kenapa cemberut, coba katakan apa yang membuatmu seperti ini?" ucap Ningrum sambil memeluk Anita dari samping.
"Iya, Kakak kenapa datang-datang cemberut gitu." tambah Shania sambil menoleh ke arah Anita.
"Ini semua gara-gara pembantu sialan itu." jawab Anita sambil melipat tangannya.
"Mbok Inah?" tanya Sherin sambil menoleh ke arah Anita.
"Kok Mbok Inah, sudah kamu diam saja anak kecil nggak usah ikut campur." jawab Shania sambil terlihat kesal kepada sang Adik.
"Maksudmu, Syifa?" tanya Ningrum dengan lembut.
"Iya siapa lagi, dia pasti mengadu kepada Mas Rudi tentang apa yang sudah kita lakukan." jawab Anita sambil terlihat kesal.
"Memang apa yang kalian lakukan sampai Syifa harus mengadu kepada Mas Rudi?" tanya Shania penasaran.
"Sudah-sudah, Mama rasa Syifa tidak mungkin mengadu kepada Rudi, pasti ada orang lain yang sengaja melaporkan kejadian tadi siang kepadanya." ucap Ningrum sambil berfikir keras.
"Kenapa Mama bisa bicara seperti itu?" tanya Sherin sambil menoleh ke arah Ningrum.
"Sekarang kalian pikir, Syifa dari awal tinggal di sini tidak pernah mempunyai ponsel, jadi tidak masuk akal jika dia yang melapor ke Rudi." jelas Ningrum sambil menatap ke tembok yang ada di depannya.
"Mama benar, tapi siapa yang melaporkan kejadian yang kalian lakukan kepada Mas Rudi." jawab Shania.
"Ah apa jangan-jangan …." tiba-tiba Sherin terkejut dan langsung menutup mulutnya.
"Jangan-jangan apa, cepat katakan!" bentak Ningrum sambil menoleh ke arah putri bungsunya dengan terkejut.
"Apa jangan-jangan Mbok Inah yang melaporkan kejadian tadi siang kepada Mas Rudi." jelas Sherin sambil berpikir.
"Bisa jadi, Ma. secara 'kan Mbok Inah dari dulu sangat membela Syifa." tambah Shania seolah membenarkan ucapan sang adik.
"Awas saja jika memang dia yang melaporkan perbuatan kita ke Rudi." ucap Ningrum sambil terlihat mengepalkan tangannya.
Setelah berbincang-bincang dengan kedua putrinya dan juga sang menantu. Ningrum langsung pamit masuk ke dalam kamar untuk menemui sang suami. Entah apa yang dilakukan Ningrum kali ini.
"Pa." panggil Ningrum kepada sang suami yang sedang menonton acara televisi.
"Ada apa lagi?" tanya Andre tanpa menoleh ke arah sang istri.
"Apa Rudi tidak boleh libur atau cuti untuk berbulan madu?" tanya Ningrum kepada Andre yang masih fokus kepada acara di televisi.
"Terserah." jawab Andre singkat tanpa menghiraukan Ningrum yang berada di sampingnya.
"Papa! Bisa tidak dengarkan Mama sebentar." bentak Ningrum sambil merampas remote yang ada ditangan suaminya dan mematikan televisi.
"Iya Papa sudah dengar, lalu apalagi?" tanya Andre yang langsung menoleh ke arah sang istri.
"Dengar-dengar, kalau dengar kenapa jawabnya terserah." ucap Ningrum dengan nada kesal.
"Trus Papa harus jawab apa?" tanya Andre yang sudah mulai hilang kesabaran.
"Ya apa gitu, asalkan bukan terserah." jawab Ningrum sambil melempar remote yang ada di genggamannya.
"Ma, Rudi sudah menikah jadi biarkan dia menentukan kehidupannya sendiri, lagi pula Papa juga tidak pernah memaksanya untuk bekerja
"Trus Papa harus jawab apa?" tanya Andre yang sudah mulai hilang kesabaran.
"Ya apa gitu, asalkan bukan terserah," jawab Ningrum sambil melempar remote yang ada di genggamannya.
"Ma, Rudi sudah menikah jadi biarkan dia menentukan kehidupannya sendiri, lagi pula Papa juga tidak pernah memaksanya untuk bekerja," jelas Andre sambil meraih remot yang ada di hadapannya.
"Kalau mereka tidak bulan madu bagaimana mereka bisa punya anak?" tanya Ningrum dengan kesal.
"Mama, Mama, punya anak tidak harus bulan madu di rumah juga bisa." jawab Andre sambil tertawa mendengar pertanyaan sang istri.
Ningrum yang sudah kesal dengan sikap sang suami langsung berjalan ke arah kamar mandi. Setelah sejenak membersihkan diri dia langsung berbaring di tempat tidur. Andre yang melihat sang istri tidur dengan kondisi marah langsung mematikan televisinya dan memeluk Ningrum dari belakang.
"Mama atau Rudi yang ingin punya anak." ledek Andre sambil memeluk sang istri dari belakang.
"Nggak tahu ah, Mama kesel sama Papa." jawab Ningrum dengan muka kesal.
"Iya deh, Papa minta Maaf." ucap Andre sambil mulai mencumbu sang istri.
Saat Andre dan Ningrum akan menikmati saat berdua mereka. Tiba-tiba terdengar suara keras dari kamar Rudi. Seperti suara benda yang sengaja dilempar.
"Pyar!" terdengar sebuah benda yang dilempar dengan keras.
"Suara apa itu Ma?" tanya Andre yang langsung terkejut.
"Mama juga tidak tahu, lebih baik kita keluar dan cek kamar Rudi," ajak Ningrum kepada sang suami.