Semua persiapan pernikahan Rudi dan Anita sudah dipersiapkan dengan matang. Bahkan gedung dan seluruh catering telah di pesan oleh Ningrum. Tanggal yang ditentukan pun tiba, akad dan ijab kabul akan dimulai beberapa jam lagi.
"Syifa." ucap Rudi yang sudah berada di dalam kamar Syifa.
"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Syifa sambil membelakangi Rudi yang saat itu berdiri di depan pintu.
"Maafkan aku." ucap Rudi dan keluar meninggalkan Syifa yang sudah mulai meneteskan air matanya sambil terus memandangi wajah Akbar yang sedang tertidur pulas.
"Ya Allah, kenapa harus aku yang merasakan sakit ini, kenapa harus aku yang menyaksikan pernikahan suami ku." batin Syifa sambil meneteskan air matanya.
Pernikahan yang indah, kasih sayang seorang mertua seketika hancur saat melihat sang suami mulai duduk di samping perempuan lain. Sekilas Syifa mengingat saat dimana Rudi membisikkan kata-kata indah sehingga dia rela menyerahkan kesuciannya. Namun, setelah semua di berikan kini dia harus menyaksikan pernikahan resmi sang suami dengan perempuan lain.
"Saya terima nikah dan kawinnya Anita Ramadhani binti Hermawan dengan mas kawin tersebut." ucap Rudi sambil menjabat tangan Hermawan.
"Bagaimana para saksi?" tanya sang penghulu kepada beberapa saksi pernikahan yang ada di tempat itu.
"Alhamdulillah sah." teriak semua orang yang ada di dalam gedung serba guna itu.
Terlihat senyum bahagia dari kedua keluarga dan Anita. Rudi yang saat itu duduk di hadapan Syifa hanya menunduk sambil melirik Syifa yang terlihat meneteskan air mata. Mbok Inah yang ada di samping Syifa berusaha untuk terus memeluk pundak Syifa yang terlihat mulai rapuh.
"Maafkan aku Syifa, aku harus melakukan ini semoga kamu bisa menerima apa yang menjadi keputusanku." batin Rudi sambil terus melirik ke arah sang istri.
"Sabar ya, Nak. Mbok yakin kamu pasti bisa mengatasi semua ini," bisik Mbok Inah sambil memegang perut Syifa.
"Eh kalian. Kenapa masih duduk disini, cepat bantu pihak catering untuk menyiapkan makanan untuk para tamu!" bentak Ningrum kepada ketiga asisten rumah tangganya.
Syifa yang saat itu menggendong Akbar langsung berjalan ke sebuah ruangan yang memang dia siapkan untuk sang putra. Setelah menidurkan Akbar dan memastikan jika sang putra dalam keadaan aman Syifa langsung bergegas menuju aula gedung pernikahan. Saat Syifa mulai membuka pintu dia terkejut dengan kedatangan Rudi yang langsung mendorongnya ke tembok dan menutup pintunya.
"Maafkan aku, aku terpaksa melakukan ini," ucap Rudi sambil mulai mencumbu Syifa yang sedang berada di dalam dekapannya.
"Lepaskan aku, Mas." ucap Syifa sambil berusaha menghindari ciuman sang suami.
"Tidak, aku tidak akan melepaskanmu karena kamu masih istri sah ku." jawab Rudi sambil terus berusaha mencumbu wanita yang ada di dalam dekapannya.
"Aku bilang lepaskan!" bentak Syifa sambil mendorong tubuh Rudi hingga dia jatuh di lantai.
"Kenapa, apa aku salah kalau aku bercumbu dengan istriku?" tanya Rudi sambil berdiri dan mendekati Syifa.
"Istri! Aku bukan istrimu, aku hanya pembantumu dan sampai kapanpun aku hanya menjadi pembantumu." teriak Syifa sambil menghindari tatapan sang suami.
"Kamu tidak lupa 'kan apa yang pernah aku ucapkan di depan Ayahmu," jawab Rudi sambil menggenggam tangan Syifa.
"Aku ingat, aku juga tahu kalau aku hanya istri rahasia mu, dan hari ini aku harus melihat suamiku mengucap akad dengan perempuan lain bahkan sah dimata agama dan negara. Sampai kapan kamu dan keluargamu memperlakukan aku dengan kejam," jawab Syifa sambil menoleh ke arah Rudi.
"Maafkan aku Syifa, kamu adalah Istriku." bisik Rudi sambil memeluk Syifa.
"Tidak, mulai detik ini aku bukan istrimu," jawab Syifa dengan tegas sambil melepaskan pelukan Rudi.
"Asal kamu tahu talak yang kamu ucapkan tidak akan jatuh, kecuali aku yang mengucapkan dan aku tidak akan pernah mentalakmu!" teriak Rudi saat melihat Syifa berjalan keluar ruangan itu.
Rudi yang saat itu akan berjalan keluar dari ruangan itu tiba-tiba berhenti saat melihat Akbar tidur dengan beralaskan kasur bayi kecil. Sambil meneteskan air matanya dia mendekati sang putra yang memiliki wajah mirip dengannya. Rudi mulai menggendong Akbar dan memeluknya dengan erat.
"Maafkan Ayah, Nak. Kelak jadilah laki-laki yang bertanggung jawab dan selalu jaga dan sayangi Ibumu jangan seperti Ayah yang selalu membuatnya menangis." ucap Rudi sambil memeluk sang putra dalam gendongannya.
Di aula gedung serba guna terlihat banyak tamu yang datang untuk memberikan ucapan kepada Anita. Ningrum yang saat itu sedang sibuk dengan para tamu tiba-tiba teringat jika sang putra tidak ada di dalam resepsi tersebut. Dia pun berjalan ke arah ruang makan yang sedang disiapkan untuk para tamu.
"Dimana Rudi? Kenapa dia tidak ada di samping Anita," batin Ningrum sambil melihat Anita yang berdiri sendiri di atas pelaminan.