Ningrum dan kedua putrinya tahu benar apa yang dimaksud dari ucapan Andre. Setelah beberapa saat terdiam saling pandang, Ningrum dan kedua putrinya langsung berlari mengejar Andre yang hampir saja masuk ke dalam mobil. Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan menuju ke rumah sakit terdekat.
"Bagaimana kondisi Syifa dan bayinya?" tanya Andre kepada Rudi.
"Ini semua gara-gara kamu!" bentak Ningrum kepada Rudi hingga membuat semua orang menoleh ke arah mereka.
"Apa jangan-jangan Mama sudah mengetahui siapa Syifa." batin Rudi sambil menoleh ke arah Ningrum yang baru saja masuk ke rumah sakit.
"Apa maksud Mama?" tanya Rudi penasaran.
"Semua ini kesalahan kamu, coba saja kamu tidak membawa perempuan itu ke rumah. Kita tidak akan susah seperti sekarang." jawab Ningrum sambil menunjuk Rudi.
"Iya, malam-malam begini 'kan lebih baik tidur di rumah, ini malah di rumah sakit," gerutu Sherin sambil melipat tangannya ke perut.
"Diam kalian! Ini rumah sakit jangan sampai kalian buat malu disini." bentak Andre dengan suara pelan.
"Anak kesayangan mu itu yang sudah buat malu dan repot saja, sok baik pake acara bantu orang. Kamu pikir rumah kita itu panti sosial!" jawab Ningrum sambil menunjuk muka Rudi.
Setelah menunggu hampir 2 jam akhirnya seorang dokter keluar dari ruangan Syifa. Rudi yang sudah khawatir dengan kondisi Syifa langsung segera menemui sang dokter yang baru saja keluar. Sang dokter pun mulai menjelaskan kondisi Syifa dan meminta Rudi untuk segera menandatangani surat pernyataan untuk melakukan tindakan operasi kepada Syifa.
“Tidak! Mama tidak setuju, siapa yang mau bayar biaya operasinya." bentak Ningrum saat sang dokter menjelaskan bahwa Syifa harus segera melakukan tindakan operasi.
"Lebih baik Bapak diskusikan dulu dengan keluarga, tapi jangan terlalu lama ya, Pak. Karena operasi harus segera dilakukan," ucap sang dokter kepada Rudi.
"Sudah, Dok. Tidak usah pake acara diskusi, lakukan saja lahiran secara normal, lagi pula dia juga bukan keluarga kami jadi siapa yang mau membayar biaya operasinya," jawab Ningrum ketus.
"Mama!" bentak Andre kepada Ningrum.
"Baik kalau begitu saya permisi dulu, Tuan." pamit sang dokter kepada Rudi.
***
Di tempat terpisah Ruli dan Surti memiliki firasat yang buruk akan kondisi Syifa di kota. Hujan deras yang mengguyur malam itu benar-benar membuat malam ini semakin mencekam. Malam itu sepasang suami istri ini tidak henti-hentinya memanjatkan doa untuk keselamatan sang putri kesayangan.
Syifa yang sekarang terbaring di salah satu kamar di rumah sakit dengan ditemani Mbok Inah di sampingnya. Terus menangis sambil memegangi perutnya sambil berteriak memanggil nama orang tuanya. Rudi yang memang merasa bertanggung jawab atas keselamatan Syifa dan anak yang ada di dalam kandungannya langsung menemui sang dokter di ruangannya.
“Permisi, Dok." ucap Rudi sambil membuka pintu ruangan sang dokter.
“Silahkan, Pak." jawab sang dokter sambil mempersilahkan Rudi duduk.
“Segera lakukan operasi terhadap Syifa, biar semua biaya saya yang menanggung.” ucap Rudi dengan tegas.
"Baik, Pak. Sekarang silahkan tanda tangani surat persetujuan ini," jawab sang dokter sambil menyerahkan secarik kertas kepada Rudi.
Tidak berapa lama setelah Rudi menandatangani surat pernyataan yang diberikan oleh sang dokter. Syifa yang masih terus menangis di kamar rumah sakit langsung dibawa beberapa suster menuju ke ruang operasi. Terlihat setetes air mata yang jatuh dari mata Rudi saat melihat Syifa menangis sambil berteriak.
“Dasar perempuan pembawa sial,” ucap Ningrum saat melihat Syifa keluar dari kamarnya dengan didorong oleh dua orang perawat.
"Ya Allah, jaga dan selamatkan Anak dan Istri hamba." batin Rudi sambil mengusap air matanya.
Hampir 4 jam Syifa berjuang antara hidup dan mati di meja operasi yang dingin. Syifa yang saat itu terkena obat bius hanya bisa memejamkan matanya. Dalam kondisi tidak sadar dia masih mampu mendengar suara para perawat dan dokter yang sedang menanganinya.
"Selamat, Bapak. Ibu Syifa melahirkan bayi laki-laki yang sehat," ucap seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.
"Alhamdulillah," ucap Rudi, Mbok Inah dan Andre secara beramaan.
Terlihat kebanggaan dan kebahagiaan di wajah Rudi saat mendengar Syifa dan anaknya mampu melewati semua masalah ini dengan selamat. Di sisi lain Ningrum dan kedua putrinya terlihat berbisik sambil duduk di sebuah kursi. Rudi yang bahagia dengan kelahiran sang putra langsung mengajak Mbok Inah menemui sang putra di ruangan bayi.
"Semoga kelak kamu bisa menjadi laki-laki hebat dan bertanggung jawab." ucap Rudi sambil memandang wajah bayi kecil yang ada di hadapannya
"Dia tampan ya, Mbok?" tanya Rudi kepada Mbok Inah sambil terus menatap wajah sang putra.
"Iya tampan persis seperti Mas Rudi saat masih kecil.” jawab Mbok Inah sambil tersenyum bahagia.
"Kenapa Mbok Inah tahu jika dia adalah anakku." batin Rudi sambil menoleh ke arah Mbok Inah.