Rian berjalan mendekati gadis tersebut. Ia mencoba mencapai gadis tersebut, tapi, tiba-tiba kabut menyerang. Rian pun berseru dengan harapan gadis itu mendengarnya.
“Hei! Tunjukkan mukamu kali ini saja!”
Tidak ada jawaban. Rian pun berseru lagi.
“Apakah kau mendengarku?!”
Lalu di tengah kabut, suara gadis itu terdengar. “Kau tau apa yang membuatku suka padamu? Karena kau berbeda, kau unik.”
Lalu kabut itu seketika hilang. Gadis itu terlihat lagi di depan Rian. Wajahnya tertutup oleh rambut panjangnya. Rian mendekat mencoba menyingkirkan rambut gadis tersebut agar ia dapat melihat wajahnya. Namun, saat jarak Rian dan gadis itu sudah dekat, sebuah suara nyaring terdengar.
“Rian! Bangun!”
Rian terbangun dari mimpinya karena suara ibunya. Keringat membasahi pelipis Rian. Ia mencoba menenangkan detak jantungnya. “Gadis itu lagi…siapa sebenarnya gadis itu?” Rian segera turun dari ranjangnya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu, ia segera mengenakan seragam sekolahnya dan pergi ke ruang makan untuk sarapan.
“Cepatlah, Rian, kamu bias terlambat.” Rian hanya mengangguk menanggapi ucapan ibunya. Ibunya sudah tidak seceria dulu semenjak kematian ayahnya.
“Aku sudah selesai sarapan,” ucap Rian setelah menghabiskan sarapannya. “Kurasa kita harus berangkat sekarang.”
Ibu Rian segera mengambi kunci mobil. Mereka pun segera berangkat ke sekolah Rian.
***
Seluruh murid kini sudah kembali ke kursi mereka masing-masing. Bel masuk baru saja berbunyi. Mrs. Beth selaku guru Matematika segera memasuki kelas Rian. Seorang gadis mengikutinya dari belakang sembari menundukkan kepalanya.
“Selamat pagi, anak-anak.”
“Selamat pagi, Mrs. Beth.”
Rian yang duduk di barisan belakang terlihat masih sibuk dengan bukunya. Rian memang sedang malas berkomunikasi, jadi ia memutuskan untuk membaca buku.
“Rian! Berhenti membaca buku!” Rian sontak memandang ke arah Mrs. Beth yang baru saja berseru padanya. Ia segera menutup bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.
“Apakah tidak ada waktu lain untuk membaca, Rian? Apakah Anda tidak lihat saya sudah berdiri disini?” Mrs. Beth memandang tajam ke arah Rian.
“M-Maaf, Mrs.Beth. A-aku janji tidak akan melakukannya lagi.”
“Hari ini kalian kedatangan teman baru. Silahkan perkenalkan dirimu.” Gadis tersebut mengangkat kepalanya. Ia pun mulai memperkenalkan dirinya.
“Namaku Jessica, senang bertemu kalian.” Gadis itu tersenyum ke seisi kelas.
“Hai, Jessica!” seru seisi kelas. Rian di tempat duduknya hanya terdiam tidak ikut menyapa gadis yang bernama Jessica tersebut.
“Suara itu...sangat mirip dengan suara gadis itu,” ucap Rian dalam hati.
“Jessica, Anda boleh duduk di depan Rian. Dan tolong ingatkan dia untuk tidak membaca buku saat pelajaran saya.” Rian mendengus kesal mendengar ucapan Mrs. Beth. Jessica pun tersenyum lalu segera duduk di kursi yang berada di depan Rian.
***
Bel istirahat berbunyi. Seluruh murid segera keluar dari kelas kecuali Rian dan Jessica. Rian memutuskan untuk membaca buku di kelas. Sedangkan Jessica memutuskan untuk tinggal di kelas karena ia tidak tahu dimana letak kantin.
“Kau tidak ke kantin?”
Rian segera mengalihkan pandangannya dari buku ke arah Jessica yang baru saja bertanya padanya. Ia hanya menghiraukan pertanyaan Jessica dan kembali membaca bukunya.
“Pertanyaan itu dibuat untuk dijawab, bukan untuk diabaikan.”
Rian mendengus kesal, “aku malas, kau puas?”
Jessica tersenyum dan bertanya lagi. “Dimana rumahmu?”. Rian dengan malas menjawab.
“Di dekat Toko PomPomi.” Toko PomPomi adalah toko yang menjual bunga yang berada di dekat ruamh Rian. Ibu Rian memang sering membeli bunga di sana.
Jessica berseru senang saat mendengar jawaban Rian. Sementara Rian menatap bingung gadis itu. “Kau tahu, nenekku pemilik toko tersebut. Dan sekarang aku tinggal dengan nenekku. Jadi bolehkah aku bermain di rumahmu?” Rian terkejut mendengar ucapan Jessica.
‘Oh Tuhan, bencana apa lagi ini?’ batinnya.
“Tidak boleh.” Ia segera menolaknya.
Jessica pun mencoba membujuk Rian. “Ayolah, aku tidak punya teman.”
“Kubilang tidak artinya tidak.”
“Memangnya kenapa? Kau tidak kasihan pada aku yang tidak punya teman.”
“Kau tahu mengapa kau tidak punya teman?” Jessica menggelengkan kepalanya. “Karena kau menyebalkan!” Rian menaikkan nada saat mengucapkan kata-kata tersebut. Jessica terkejut akan ucapan Rian. Namun yang ia lakukan hanyalah tersenyum pada Rian.
“Kau tau apa yang membuatku suka padamu? Karena kau berbeda, kau unik.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Jessica segera pergi meninggalkan Rian.
“Aneh...ucapannya sama dengan ucapan gadis itu,” gumam Rian.
***
“Hari ini Jessica bilang dia sakit. Sayang sekali, dia baru saja masuk kemarin.”
Ucapan Mrs. Beth tadi pagi masih tersimpan di otak Rian dengan jelas. Entah mengapa ia merasa bersalah kepada Jessica karena telah berkata bahwa gadis itu menyebalkan. Ia ingin minta maaf, tapi ia terlalu malu untuk melakukan itu.
“Rian! Ibu pergi dulu!” Suara ibu Rian terdengar dari luar kamar Rian. Rian segera keluar dari kamarnya dan menghampuiri ibunya.
“Ibu mau kemana?”
“Besok teman ibu menikah, ibu ingin membeli bunga di Toko PomPomi.” Rian langsung teringat akan perkataan Jessica bahwa ia tinggal di Toko PomPomi bersama neneknya.
“Aku ikut,” ucap Rian dan mendapat tatapan bingung dari ibunya, “aku sedang ingin keluar rumah.” Ibu Rian mengangguk lalu mereka segera pergi ke Toko PomPomi.
***
“Hai, Maria.” Ibu Rian menyapa wanita tua yang sedang berdiri di depan Toko PomPomi. Wanita itu menyapa balik ibu Rian.
“Hai Rian, kau sudah besar sekarang.” Rian tersenyum ke arah wanita yang dipanggil Maria tersebut. Maria adalah pemilik Toko PomPomi dan Rian pernah bertemu dengannya saat ia masih kecil.
“Kau mau melihat koleksi bunga di taman?” Maria bertanya kepada ibu Rian dan dibalas anggukan olehnya. Mereka segera berjalan ke arah taman. Ibu Rian segera meninggalkan Maria dan Rian untuk melihat bunga-bunga di taman.
Rian pun ikut melihat bunga-bunga di taman. Namun ia melihatnya di sisi taman yang berbeda dengan ibunya. Mata Rian terkejut ketika melihat seorang gadis yang sangat ingin ia temui kini sedang duduk di bawah pohon sembari menangis.
“Dia memang selalu seperti itu saat hatinya sedang terluka,” ucap Maria yang sebenarnya sedari tadi mengikuti Rian karena takut Rian tersesat. Rian pun terkejut melihat Maria yang tiba-tiba ada di belakangnya.
“Aku kasihan padanya. Ia selalu ditindas oleh teman-teman lamanya. Teman-temannya selalu bilang bahwa ia menyebalkan. Maka itu orangtuanya memindahkannya untuk tinggal bersamaku, sementara mereka harus bekerja di sana. Sungguh gadis yang kuat. Ia selalu menangis bila ada yang bilang bahwa ia menyebalkan. Itu mengingatkannnya pada masa lalunya.”
Perasaan bersalah kembali menguasai hati Rian setelah mendengarkan cerita Maria tentang Jessica. “Aku akan menghampiri ibumu. Bicaralah dengannya, aku tidak akan mengganggu.” Maria segera meninggalkan Rian dan menghampiri ibu Rian.
Rian segera menghampiri Jessica. “Jessica.” Jessica sontak mengelap air matanya dan menoleh ke arah Rian. “Jessica, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk bilang bahwa kau menyebalkan. Aku hanya sedang ke–“
“Sudahlah, Rian, aku sudah memaafkanmu.”
Rian tersenyum tulus. Ia segera memetik sebuah bunga yang ada di dekatnya. Ia menyelipkan beberapa helai rambut Jessica ke belakang telinganya lalu meletakkan bunga tersebut diantara daun telinga Jessica. Rian mengulurkan tangannya.
“Teman?”
Jessica segera menerima uluran tangan Rian. “Teman.”
***
Rian menatap lilin berbentuk angka tujuh belas yang berada di depannya. Perlahan ia meniup api yang menyala di atas lilin tersebut. Sebelum itu, ia membuat sebuah harapan. “Aku ingin melihat wajah gadis yang ada di mimpiku malam ini.”
“Selamat ulang tahun, Rian.” Rian segera memeluk tubuh ibunya. “Terima kasih, Bu.”
Setelah berpelukan dengan ibunya, Rian segera melingkarkan tangannya di pinggang Jessica. Jessica pun melingkarkan tangannya di leher Rian. “Selamat ulang tahun, Rian.”
“Terima kasih, Jes, kau teman terbaikku.” Hubungan mereka memang sudah membaik semenjak Rian meminta maaf kepada Jessica di Toko PomPomi.
Setelah itu, Jessica segera pamit untuk kembali ke rumahnya karena jam yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Setelah kembalinya Jessica, Rian pun segera memasuki kamarnya untuk tidur. Ia memang ingin segera tidur agar ia dapat memimpikan gadis yang setiap harinya datang ke dalam mimpinya. Ia segera memejamkan matanya dan mulai memasuki alam mimpi.
“Tunjukkan mukamu!” seru Rian ketika melihat gadis itu berdiri di depannya. Wajahnya masih sama, tertutup oleh rambut panjangnya sehingga Rian tidak dapat melihat wajah gadis tersebut. Rian ingin menyingkirkan rambut gadis tersebut tapi ia tidak bisa. Tubuhnya tidak dapat digerakkan. Ia hanya bisa menggerakkan matanya dan berbicara.
“Berjanjilah terlebih dahulu jika kau ingin melihat wajahku.” Gadis itu bersuara.
“Janji apa?”
“Berjanjilah bahwa kau akan mengatakan padanya bahwa kau mencintainya setelah melihat wajahku.”
Karena rasa penasarannya yang begitu besar, Rian menjawab tanpa ragu. “Aku janji.”
Lalu badan Rian kembali dapat digerakkan. Ia segera menghampiri gadis tersebut dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis itu. Mata Rian melebar ketika melihat wajah gadis tersebut.
“Jessica...”
***
Mimpi tersebut masih tergambar jelas di pikiran Rian. Mimpi dimana ia melihat wajah gadis tersebut. Ia masih tidak dapat percaya kana pa yang dilihatnya dalam mimpi tersebut.
Jessica, gadis yang selama ini menjadi temannya, ternyata merupakan cinta sejatinya.
Mau tak mau, Rian harus menepati janjinya. Yaitu menyatakan perasaannya kepada Jessica bahwa ia mencintainya. Ia segera mengajak Jessica ke sebuah danau.
“Rian, untuk apa kita kesini?” Jessica terlihat bingung saat Rian mengajaknya ke danau tersebut.
“Satu bulan yang lalu, aku pergi ke danau ini. Aku mengambil sebuah kertas lalu menuliskan ‘AKU INGIN MEMIMPIKAN CINTA SEJATIKU’. Lalu aku melipat kertas tersebut menjadi perahu dan melepaskannya di danau ini. Lalu malamnya, itu semua terjadi. Aku memipikan cinta sejatiku selama satu bulan ini. Namun aku tidak pernah melihat mukanya karena itu selalu tertutup oleh rambutnya. Kemarin, aku berdoa agar aku dapat melihat wajahnya. Dan doaku terkabul. Aku melihat wajahnya. Namun sebelum aku melihat wajahnya, aku bejanji terlebih dahulu. Bhawa aku akan menyatakan perasaanku pada gadis yang merupakan cinta sejatiku.” Rian menyeritakan semuanya pada Jessica. Jantung Jessica berdetak kencang selama Rian bercerita.
“Dan kau tahu siapa gadis yang merupakan cinta sejatiku?” Jessica menggelengkan kepalanya.
“Gadis itu adalah gadis yang sedang bersamaku sekarang.”
Mata Jessica melebar mendengar ucapan Rian. Tubuhnya seketika kaku layaknya sebuah patung. Ia tidak dapat mengucapkan satu kata apapun. Rian segera mengambil sebuah kalung yang berada di kantongnya. Kalung dengan inisial huruf R dan J. Rian segera memakaikan kalung tersebut di leher Jessica dengan perlahan. Mungkin ini saat yang tepat untuk memulai semuanya. Saat yang tepat untuk Rian menyatakan perasaannya.
“Jessica...aku mencintaimu.”
“Aku juga, Rian.”