Loading...
Logo TinLit
Read Story - Palette
MENU
About Us  

Dara meminta Dimas untuk menunggunya di mobil. “Aku mau ngobrol bentar sama Naga.” Tentu saja itu bukan alasan yang dibuat-buat. Dara masih merasa permintaan maafnya pada Naga tempo hari kurang proper dan menyisakan sedikit rasa mengganjal di hatinya. Karena itu, begitu ada kesempatan, gadis itu tidak akan menyia-nyiakannya.

Naga terkekeh melihat interaksi mesra yang ditunjukkan Dara dan Dimas. Pemuda itu menyesap minumannya sebelum berseloroh, “wah, hati gue....”

“Maaf.” Ucapan Dara yang tiba-tiba membuat Naga nyaris menyemburkan minuman yang belum dia telan seluruhnya.

“Lo minta maaf setelah gue lihat adegan yang kata lo ‘nggak banget’ itu? Wah, lo emang nggak punya belas kasihan, Ra.”

“Bukan.” Dara berdeham, kemudian memajukan duduknya hingga lebih rapat dengan meja. “Gue bukan minta maaf buat itu. Tapi buat yang kemarin-kemarin.”

Naga mengernyit. “Yang kemarin-kemarin... maksud lo?”

“Gue nggak pernah berniat bohong sama lo, apalagi sampai nyakitin hati lo, soal identitas gue yang sebenarnya.” Sebuah helaan napas panjang keluar dari hidung gadis itu. “Gue nggak pernah nyangka bakal terlibat sejauh ini sama lo.”

Dara menggigit bibirnya, merasa terintimidasi saat pemuda di hadapannya menyandarkan punggung sambil bersedekap. “Jadi, tinggal di rumah gue nggak termasuk dalam rencana kabur lo, ya?”

Gadis itu menggeleng. “Selama dalam pelarian, gue selalu menghindari ketemu atau berinteraksi sama orang yang kenal gue atau pun yang kenal sama orang tua gue. Pak Mahdi jelas masuk ke dalam kriteria orang yang seharusnya gue hindari. Tapi malam itu gue udah nggak bisa mikir. Bokap gue ngirim orang buat beresin barang-barang gue di kosan. Gue kabur gitu aja sebelum ketahuan kan, eh, di depan gang malah ketemu sama Pak Mahdi baru pulang dari warung.”

“Bapak tahu lo kabur dari rumah?”

Dara mengangguk. “Gue terpaksa cerita semuanya. Gue nggak bisa bohong sama Pak Mahdi, orang yang kenal gue dengan baik dari kecil.”

“Oke, kalau gitu masuk akal.”

“Apanya?”

“Bapak gue bukan tipe orang yang impulsif bantuin orang. Apalagi kalau sebatas kenal karena lo anak temennya. Kalau pun Bapak mau bantuin, itu bukan dengan bawa lo pulang ke rumah ini. Mungkin aja Bapak bakal bantuin lo nego sama ibu kos lo, kalau misalnya lo beralasan diusir dari kosan kayak yang Bapak bilang dulu itu.”

Senyum Dara melebar. “Jadi, sebenernya lo udah curiga ya, dari awal?”

Sambil menggeleng, Naga terkekeh. “Nggak juga, sih. Gue bodo amat aja awalnya. Mulai curiga waktu lo nyuruh-nyuruh gue ngelamar lagi di Palette.”

“Maaf, ya, karena Palette udah bikin lo ngerasa nggak dihargai.” Dara menunduk. Perasaan bersalah itu kembali menyergap. Bayangan dirinya yang sangat antusias dan menyukai ide dari Bintang, kemudian dirinya yang memutuskan untuk membawahi langsung proses pengerjaan proyek tie dye kanvas itu, semuanya berkelindan menciptakan memori yang sejujurnya tidak ingin Dara kenang.

Dulu, mana pernah dia membayangkan ada orang lain yang kehilangan semangat mencapai mimpi hanya karena sebuah ide? Dara yang dulu, sama seperti Mas Gun dan Dimas, menganggap tidak ada ide yang benar-benar orisinal di dunia ini. Semua ide hanyalah modifikasi dari ide-ide yang sudah lebih dulu ada. Namun, begitu melihat langsung betapa kehilangan ide itu bisa berpengaruh besar terhadap jalan hidup seseorang, Dara jadi tahu.

Semua ide berharga, terlepas dia asli atau pun modifikasi. Dan selayaknya barang berharga, ide yang bagaimana pun bentuknya berhak mendapatkan perlakuan yang sama terkait hak ciptanya. Tanpa sadar, Naga dan kehidupannya mengajarkan banyak hal yang memang selama ini Dara cari. Ilmu yang tidak akan pernah dia dapatkan di jenjang sekolah setinggi apa pun. Ilmu kehidupan yang membuatnya bisa lebih menghargai orang lain.

Mendengar permintaan maaf Dara yang mengatasnamakan Palette, Naga kemudian menggeleng. “Palette nggak salah, kok. Kalau aja waktu itu gue punya keberanian buat protes, pasti perusahaan mau dengerin, kan? Gue yang harusnya berusaha lebih keras buat ngejaga ide gue, minta Bintang ngaku ke Palette gitu, misalnya.”

Dara sudah mendengar perihal Bintang yang malah menghilang setelah mengakui kesalahannya pada Naga. Gadis itu masih tak habis pikir, apa susahnya mengatakan ide itu bukan miliknya, toh pada akhirnya Bintang memilih untuk tidak menerima kontrak yang ditawarkan oleh Palette.

“Lo tahu apa yang bikin lo beda dari cewek-cewek kebanyakan?”

Seriously, Ga? Tiba-tiba lo nanya kayak gitu?” Melihat senyum di wajah Naga, mau tidak mau Dara ikut tersenyum. Gadis itu lalu mencondongkan tubuhnya hingga lebih dekat dengan Naga. “Oke, bilang apa yang bikin gue beda sama Ayu.”

Naga mengernyit. “Kok jadi ke Ayu?”

“Ya terus, maksud lo beda sama cewek kebanyakan tuh siapa? Ayu bukan termasuk cewek kebanyakan emangnya?”

“Gue tuh, selama ini, ngerasanya udah kenal banget sama lo. Ternyata kita emang nggak sedekat itu, ya?”

Dara tertawa. “Lo kan deketnya sama Ayu, Ga, bukan sama gue.”

Pemuda itu berdecak. “Ayu lagi....”

“Lo tuh beneran nggak nyadar apa pura-pura aja, sih?” Dara memundurkan tubuhnya, bersandar dengan santai sambil mengamati ekspresi Naga. “Lo sebenernya tahu kan kalau Ayu suka sama lo?”

Sekali lagi dahi Naga berkerut tipis. “Nggak usah ngarang lo. Gue sama Ayu cuma sahabatan. Gue nggak punya perasaan apa-apa ke dia dan gitu juga Ayu. Cewek sempurna kayak dia nggak mungkin mau sama cowok kayak gue.”

“Sumpah ya, Ga, rasanya tuh gue pengin banget ngeremes mulut lo yang suka sembarangan kalau ngomong. Emangnya lo cowok kayak apa? Di mata gue, lo punya kualifikasi yang bagus sebagai cowok, yah, kecuali insecure lo yang keterlaluan itu. Terus nih, dari mana lo tahu Ayu nggak mungkin suka sama lo? Emang lo udah pernah nanya langsung?”

“Itu....”

“Nggak bisa jawab kan, lo!” Dara beranjak dari duduknya, meraih tas yang tadi dia geletakkan begitu saja di lantai. “Udah ah, cabut gue. Kasihan Dimas udah nungguin. Lo bisa pulang sendiri, kan?”

Naga hanya berdeham untuk menjawab pertanyaan terakhir Dara. Lelaki itu menandaskan minumannya sebelum akhirnya ikut beranjak.

“Mulai besok, gue bakal bantuin lo bikin presentasi. Jangan sampai lo kasih presentasi kayak yang pernah lo bikin dulu itu!”

Naga tertawa. Mereka berpisah setelah Naga menyempatkan diri untuk menyapa Dimas. Dara menatap punggung pemuda itu hingga betul-betul tak terlihat lagi. Seharusnya tadi dia bertanya, Naga pulang dengan bus atau kendaraan lain. Dara mengibaskan tangan, Naga bukan anak-anak yang harus dia khawatirkan seperti itu.

“Mau sampai kapan kamu lihatin dia kayak gitu?” tegur Dimas sambil melongokkan kepalanya melewati jendela mobil.

“Kenapa? Masa sama Naga aja kamu cemburu?”

“Oh, justru dia satu-satunya rival yang harus kuwaspadai. Dia punya potensi buat bikin kamu oleng dari aku soalnya.”

Dara melongo, kemudian tertawa tanpa suara. Ada sesuatu yang menyengat pipinya saat mendengar pernyataan cemburu yang secara tak langsung diucapkan Dimas barusan. Sengatan hangat yang menjalar hingga ke dalam hati. Jangankan kalian, Dara sendiri juga tidak tahu sejak kapan tepatnya perasaannya pada Dimas bertumbuh hingga sebesar ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • idhafebriana90

    Nggak ada notifnya

    Comment on chapter TWICE
  • vanilla_hara

    Ini kalau nge-like muncul notif gak, sih? Biar Naga tahu gitu aku datang. 🤣

    Comment on chapter TWICE
Similar Tags
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
9873      2220     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
Imperfect Rotation
181      159     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...
Sweet Equivalent [18+]
4857      1255     0     
Romance
When a 19 years old girl adopts a 10 years old boy Its was hard in beginning but no matter how Veronica insist that boy must be in her side cause she thought he deserve a chance for a better live Time flies and the boy turn into a man Fact about his truly indentitiy bring another confilct New path of their life change before they realize it Reading Guide This novel does not follow the rule o...
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
11547      2918     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
Bus dan Bekal
3293      1506     6     
Romance
Posisi Satria sebagai seorang siswa sudah berkali-kali berada di ambang batas. Cowok itu sudah hampir dikeluarkan beberapa kali karena sering bolos kelas dan lain-lain. Mentari selalu mencegah hal itu terjadi. Berusaha untuk membuat Satria tetap berada di kelas, mendorongnya untuk tetap belajar, dan melakukan hal lain yang sudah sepatutnya seorang siswa lakukan. Namun, Mentari lebih sering ga...
DELUSION
6363      1869     0     
Fan Fiction
Tarian jari begitu merdu terdengar ketika suara ketikan menghatarkan sebuah mimpi dan hayalan menjadi satu. Garis mimpi dan kehidupan terhubung dengan baik sehingga seulas senyum terbit di pahatan indah tersebut. Mata yang terpejam kini terbuka dan melihat kearah jendela yang menggambarkan kota yang indah. Badan di tegakannya dan tersenyum pada pramugari yang menyapanya dan menga...
Ruang Suara
205      144     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
ARMY or ENEMY?
14926      4212     142     
Fan Fiction
Menyukai idol sudah biasa bagi kita sebagai fans. Lantas bagaimana jika idol yang menyukai kita sebagai fansnya? Itulah yang saat ini terjadi di posisi Azel, anak tunggal kaya raya berdarah Melayu dan Aceh, memiliki kecantikan dan keberuntungan yang membawa dunia iri kepadanya. Khususnya para ARMY di seluruh dunia yang merupakan fandom terbesar dari grup boyband Korea yaitu BTS. Azel merupakan s...
Mendadak Halal
8241      2248     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
ARSELA: Perjodohan si Syar'i dan Ketua Geng Motor
187      156     3     
Romance
Memiliki hutang budi dengan keluarga Dharmendra, Eira mau tidak mau menyetujui perjodohan dengan putra sulung keluarga itu, Arsel, seorang ketua geng motor tersohor di kampusnya.