Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lenna in Chaos
MENU
About Us  

Hari ini keadaan kantor cukup tenang. Hanya ada bunyi ketikan keyboard laptop yang semakin akrab di telinga. Sementara itu, sedari tadi aku mendapati Yuka tercenung di mejanya. Letaknya yang berada di seberang mejaku membuatku dapat dengan mudah memerhatikan gelagatnya. Dia hanya menatap layar laptopnya dengan kosong sambil membiarkan beberapa panggilan serta chat yang masuk ke Whatsappnya.

“Kamu kenapa, Yuk?” tegurku. “Angkat, gih!”

Dia menatapku hampa, kemudian menggeleng.

Aku mengangkat bahu dengan tidak peduli kemudian kembali menulis artikel tentang Hari Kesehatan Mental Sedunia. Baru juga menulis satu kalimat, sudut mataku malah menangkap Yuka dan Maia saling berbicara hanya dengan pandangan mereka. Mereka sudah pasti membicarakanku.

“Ada apa, sih?” tanyaku kemudian sembari menatap mereka bergantian dengan penuh selidik.

Maia kemudian bangkit dan menarik sebuah kursi kosong ke hadapanku. Yuka pun melakukan yang sama. Sementara Ian hanya menatap kami dari mejanya dalam diam. Aku mengerutkan kening dan berusaha menebak-nebak apa yang sebenarnya telah terjadi. Namun, aku tidak kunjung mendapatkan jawabannya.

“Len, kamu pernah bilang kan kalau ayahmu itu seorang dokter? Dokter spesialis jantung?” tanya Maia dengan hati-hati.

Aku mengangguk.

“Siapa namanya?”

“Haryadi Waluyo,” jawabku. “Kenapa?”

“Apa dia menduduki posisi semacam direktur rumah sakit, or something?”

“Mungkin.”

“Kok mungkin?” protes Yuka yang kemudian malah menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. “Kamu kan anaknya?”

Tanpa ba-bi-bu, Maia kemudian menyerahkan ponselnya padaku dan memerintahkan untuk membaca sebuah pesan masuk di sebuah grup Whatsapp. Aku tau, itu adalah grup Whatsapp para wartawan yang senang bergosip. “Len, saya nggak tahu pasti kebenarannya. Baru-baru ini muncul skandal kasus suap pengadaan vaksin virus X Kementerian Kesehatan. Ayahmu adalah salah satu tersangka dari total sembilan orang.”

Seketika ada kawah yang bergejolak di jantungku. “Apa?” aku memicingkan mata pada keduanya. “Maksud Mbak, ayah saya itu seorang tersangka kasus suap, begitu? Dapat info dari mana?”

Maia dan Yuka menatap kami dengan tatapan ragu.

Aku menahan diri dan kembali membaca pesan di layar ponsel yang Maia sodorkan padaku. Mataku semakin buram. Tertulis deretan kalimat di sana seperti melambai-lambai padaku. Bukan soal kasus suap saja. Aku membaca hal lain yang jauh lebih buruk daripada itu. Kasus perselingkuhan anggota DPRD dengan seorang dokter viral setelah sang suami sah dari anggota DPRD tersebut mengunggah sebuah postingan di lini masa Facebook.

Ada sesuatu kesunyian yang melesap-lesap di benakku. Bayanganku menuntunku pulang ke rumah. Rumahku terasa pengap, gelap, dan berdebu. Rumah itu kosong. Kembang bokor di halaman rumah sudah punah, menyisakan permukaan tanah yang kering dan juga retak. Lantas aku memanggil-manggil Mama. Namun, tetap tidak ada jawaban.

Maia menatapku dengan harap-harap cemas sementara Yuka segera menenangkanku. “Len, Len. Tenanglah,” ujarnya pelan.

“Saya akan segera cari tahu semua tentang hal ini. Kamu tenang ya, Len. Maaf, kami nggak bermaksud membuatmu marah atau down,” Maia menggenggam punggung tanganku sejenak. Wajahnya menatapku dengan kasihan. “Mbak mengerti, ini semua mungkin terdengar nggak masuk akal untukmu.”

Tiba-tiba saja aku kehilangan kata-kata.

Aku bangkit dan pergi meninggalkan mereka semua yang kaget dengan respon tidak terduga dariku. Punggungku yang menjauh dapat merekam semua rekan-rekan kerjaku yang tengah saling memandang satu sama lain tanpa mampu berkata apa-apa. Aku tahu, mereka bukan kaget karena reaksiku yang berlebihan. Mereka kaget melainkan karena aku bersikap lemah dan defensif. Aku terlalu melindungi diriku sendiri dan itu semua kembali membuatku mempertanyakan idealismeku sendiri sebagai seorang wartawan.

Seharusnya aku lebih peka pada bunga tabebuya kuning yang berguguran. Atau pada pengemis kelaparan yang selalu duduk bersandar pada tiang listrik tak jauh dari pintu masuk kantorku. Atau barangkali Toko Roti Sumber Kudapan milik Nyonya Ling Ling yang tutup di hari-hari biasa tanpa tanda pun seharusnya membuatku berpikir ulang. Hidup ini adalah semiotika. Penuh tanda-tanda dan makna.

Apa aku ini adalah pengecut?

Beberapa detik selanjutnya, yang kulihat adalah warna putih yang kosong. Putih yang begitu gelap.

 

*

 

Tiba-tiba, ada pesan di DM Instagram masuk. Hana, dengan akun baru yang lain.

 

Hahaha. Kena juga kan lo. Karma is real. Sekarang selamat hancur, ya! Selamat ngerasain apa yang gue rasain!

 

*

 

Bandung bukanlah kota yang kecil. Di dalamnya menyimpan sejuta rahasia, sejuta tanda tanya, dan sejuta peluang untuk hidup lebih baik. Tak hanya itu, bukan hal mustahil jika Bandung dipenuhi jebakan dan Bandung dapat mengelabui siapa saja yang bermukim di wilayahnya. Bandung tak ubahnya seperti Jakarta: kans untuk menemui nasib sial pun terbuka lebar-lebar.

 

*

 

Suatu perasaan marah yang luar biasa kepada Pak Handoko pun meledak. Langsung terbayang dipikiranku betapa bijaksana dan penuh kharismanya sosok beliau. Ternyata, semua itu hanyalah pencitraan. Semua itu palsu. Kita tidak pernah mengetahui isi hati seseorang sampai seseorang itu mengungkapkannya lewat kata-kata. Kubuka laptopku dan segera kutulis sebuah email untuknya.

 

Yang terhormat, Pak Handoko. Masih ingat dengan saya? Saya Lenna, wartawan yang pernah Anda traktir semangkuk bakso di kantin belakang Gedung DPRD siang itu. Saya tahu Anda membenci Kamila Jayanti. Tapi, apakah Anda tahu pria yang terserat bersama kasusnya adalah ayah saya? Apa Anda paham apa yang rasakan sekarang?

 

Kirim. Aku tidak tahu apakah dia akan membaca surelku atau tidak. Tapi lima menit kemudian, surel balasan datang. Dengan cepat aku segera membukanya.

 

Saya hanya sanggup meminta maaf. Maaf, ya, Lenna? Lagian, suruh siapa ayahmu selingkuh dengan wanita macam Kamila?

 

Tanpa sadar aku menjenggut rambutku sendiri dan menangis memekik seperti orang yang kehilangan kewarasannya.

 

*

 

Aku kabur ke Pangalengan, ke rumah Mama.

Sesampainya di rumah panggung yang tersusun oleh dinding anyam itu, Mama menangis tersedu-sedu padaku. Entah kapan dia kembali dari Pangalengan. Yang jelas aku tidak kaget. Inilah kemungkinan terburuk yang sudah kupersiapkan sedari pulang dari kantor. Baru kali ini aku melihat wanita itu menangis sesenggukan bagaikan anak kecil sembari memanggil-manggil namaku. Apakah ini adalah pemandangan yang dulu lazim dijumpai Mama jika aku menangis tersedu-sedu kepadanya?

“Hanya kamu yang tersisa dari hidup Mama…,”

Mendengar itu, aku merasakan sakit yang tidak tertandingi oleh apa pun.

Selagi memeluk Mama yang menangis semakin nyaring, ingatanku kembali melayang pada masa-masa awal kami yang baik-baik saja. Papa masih mengendarai motor bebek Astrea, aku dan Luna masih tidur dalam satu kamar yang sama – meskipun kami masih sering bertengkar, serta dongeng-dongeng Mama yang dipenuhi keajaiban.

Sekarang aku mengerti betul, mengapa Mama sangat senang dengan dongeng. Hanya di dalam dongenglah kehidupan berjalan dengan begitu indah dan memukau. Meski sesuatu tidak berjalan dengan baik-baik saja, tapi sang tokoh utama akan selalu menemui akhir yang bahagia. Kini aku menyadari bahwa Mama sangat ketakutan menghadapi kenyataan pahit dunia ini tanpa menemui akhir kehidupan yang dia inginkan.

Lantas kami duduk berdua di beranda belakang rumah sambil mendengarkan suara radio butut yang telah usang. Konservatif-nya The Adams yang terputar dari radio itu kemudian membuat Mama menjadi jauh lebih tenang. Mungkin karena lirik lagu itu kembali menculik Mama pada masa-masa yang indah saat dulu berpacaran. Seorang remaja laki-laki bertamu ke rumah seorang remaja perempuan. Si perempuan menyuguhkan segelas air putih dan si laki-laki berjanji akan pulang jam sembilan malam. Lalu, mereka berbincang soal apa saja di beranda sambil saling mencuri pandang.

Sebotol bir yang Mama keluarkan dari tempat persembunyiannya membuatku sempat-sempatnya tersenyum simpul. “Papamu yang mengajari Mama minum,” bisiknya. “Kalau Aldric tahu ini, dia pasti marah-marah pada Mama.”

Perkataan itu sungguh membuatku ngilu.

Sofa yang kami duduki sudah nyaris jebol karena dimakan usia. Tapi kami berdua sama-sama berdiam diri menikmati kesedihan serta kehancuran kami.

 

***

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Dangerious Darling
4661      1767     3     
Mystery
Vicky, mahasiswa jurusan Tata Rias yang cantik hingga sering dirumorkan sebagai lelaki gay bertemu dengan Reval, cowok sadis dan misterius yang tengah membantai korbannya! Hal itu membuat Vicky ingin kabur daripada jadi sasaran selanjutnya. Sialnya, Ariel, temannya saat OSPEK malah memperkenalkannya pada cowok itu dan membuat grup chat "Jomblo Mania" dengan mereka bertiga sebagai anggotanya. Vick...
Unexpected You
493      349     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...
Potongan kertas
922      480     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Rewrite
9338      2689     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Interaksi
519      360     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
Bumi yang Dihujani Rindu
8088      2414     3     
Romance
Sinopsis . Kiara, gadis bermata biru pemilik darah Rusia Aceh tengah dilanda bahagia. Sofyan, teman sekampusnya di University of Saskatchewan, kini menjawab rasa rindu yang selama ini diimpikannya untuk menjalin sebuah ikatan cinta. Tak ada lagi yang menghalangi keduanya. Om Thimoty, ayah Kiara, yang semula tak bisa menerima kenyataan pahit bahwa putri semata wayangnya menjelma menjadi seorang ...
When Magenta Write Their Destiny
6099      1658     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...
Samudra di Antara Kita
34165      5570     136     
Romance
Dayton mengajar di Foothill College, California, karena setelah dipecat dengan tidak hormat dari pekerjaannya, tidak ada lagi perusahaan di Wall Street yang mau menerimanya walaupun ia bergelar S3 bidang ekonomi dari universitas ternama. Anna kuliah di Foothill College karena tentu ia tidak bisa kuliah di universitas yang sama dengan Ivan, kekasihnya yang sudah bukan kekasihnya lagi karena pri...
Dunia Alen
5744      1681     2     
Romance
Alena Marissa baru berusia 17 belas tahun, tapi otaknya mampu memproduksi cerita-cerita menarik yang sering membuatnya tenggelam dan berbicara sendiri. Semua orang yakin Alen gila, tapi gadis itu merasa sangat sehat secara mental. Suatu hari ia bertemu dengan Galen, pemuda misterius yang sedikit demi sedikit mengubah hidupnya. Banyak hal yang menjadi lebih baik bersama Galen, namun perlahan ba...
SORRY
21146      3237     11     
Romance
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganteng, baik, humoris nyatanya belum untuk terbilang cukup aman. Buktinya dia malah baper sama Kale, salah satu cowok di antara mereka. Hatinya tidak benar-benar aman. Sayangnya, Kale itu lagi bucin-bucinnya sama cewek yang bernama Venya, musuh bebuyutan...