Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lilian,Gelasmu Terisi Setengah
MENU
About Us  

Bingkai mataku tahu satu hal pasti, bahwa anak-anak itu anak populer. Anak paling dibanggakan oleh guru-guru, anak paling dihormati sekolah dan anak-anak picik yang selalu mengambil tempatku untuk bersinar. Aku bahkan tidak dikenali oleh beberapa guru. Sekolah ini tidak lain adalah tempat mereka bersinar dan aku adalah bagian dari figuran. Sesuatu yang tidak terlihat.

“Selamat kepada Kaori… telah memenangi olimpiade Geografi tingkat nasional…”

Satu, dua, tiga sebentar lagi Pak Asep pasti akan menghampiri barisan kelasku, lalu akan memaksa kami bertepuk tangan kencang..

“Anak-anak tepuk tangannya dong…” Kata beliau. Nah kan betul

Aku tidak tepuk tangan, mataku tertuju pada Kaori. Mengapa orang seperti ia ada di bumi? Katanya seorang yang sempurna itu tidak ada. Tapi lihatlah Kaori, ia cantik, pintar, dan blablabla semua hal tentangnya yang kudengar semuanya hal baik. Aku lalu mengalihkan pandanganku kearah barisan kelas IPA 1. Kelas paling teladan. Paling depan, Anita. Tipikal anak pintar, kacamata, baju rapi dan selalu membawa buku besar kemana-mana. Aku bahkan melihatnya membaca kamus… ya Tuhan. Seseorang dibelakangku membuyarkan lamunan sesaat itu, menepuk-nepuk pundakku keras.

“Apaan sih? Berisik banget lo” Ucapku geram sambil melihat orang yang menepuk pundakku, Tiara

“Udah disuruh ke kelas sama kepsek” katanya pelan. Tiara ini sahabatku, ia tidak pernah mengeraskan suaranya. Bahkan ketika aku menyuruhnya berteriak, ia rela membelikanku es krim seminggu penuh demi membuatku tidak memaksanya berteriak. Singkatnya, ia dan aku terlampau beda.

“Ra, gue gak ngerti lagi deh” ucapku sambil mengeryitkan kedua alisku

“Gue kok sebel banget sih sama Kaori ya….” Lanjutku

“Bukannya lo iri? Haha. Udah ayuk buruan pelajaran pertama Pak Ali nih,guru killer yang lo gasuka” Tiara meninggalkanku dan berlari

“Anak-anak, bulan depan Departemen Pendidikan mengadakan kompetisi IPS untuk memperingati hari pendidikan. Bapak mau kalian mengikuti semua kompetisinya. Untuk pelajaran ekonomi,  bapak mau Lilian yang ikut” Kata Pak Ali segera setelah ia meletakkan bungkus rokok di atas meja guru

“Kok…kok saya pak?”

“Karena nilai kamu paling tinggi sekelas”

Pak Ali mengajar di kelas Kaori dan kelasku, nilai tinggi untuk kelasnya Kaori kira-kira 80 hingga 90 sedangkan untuk kelasku nilai 70 saja ia sudah senang. Well, nilaiku memang sih lebih dari rata-rata, nilaiku  78.

“Pak… Lilian pak? Gak salah? Dia mah bisanya main Uno pak bukan ekonomi” cetus Ulfa

“Iya pak, gak pernah buka buku pelajaran pak dia mah. Buka film biru tuh pak seringnya” lanjut Pian, laki-laki yang sudah menjadi musuh bebuyutku dari zaman sekolah dasar, aku mengernyitkan dahi melihatnya usil, ingin rasanya ku tendang bokongnya

“Suut suut udah diem kalian, pokoknya Lilian yang jadi perwakilan ekonomi kelas ini!!” tegas Pak Ali

“Pak, tapi pak….” Sagahku. Pak Ali tidak memberikan jawaban melainkan meletakkan jari telunjuknya ke bibir. Kalau beliau sudah begitu, tandanya skakmat. Sudah tidak bisa diganggu gugat.

Aku mengehela napas sekali, dua kali, tiga kali sampai seseorang kira aku penderita asma lalu dibawa kerumah sakit lalu the end semua tentang kompetisi ini tidak pernah terjadi. Ah itu terlalu dramatis kan? Nyatanya aku masih dalam kelas, menggaruk-garuk kepalaku yang sesungguhnya sebentar lagi akan luka karena kugaruk dengan sangarnya.

“Gimana dong nih, mati gue suwer deh mati gue” kataku panik

“Lebay ah, bisa kok bisa” ucap Tiara singkat

“Bisa malu-maluin kelas haha. Serius nih gue… Lo mah gak nyambung”

“Serius gue juga, udah deh apa-apa lo pikirin mulu. rileks aja rileks” katanya sambil memijat-mijat bahuku

****

Kubuka pelan-pelan pintu kaca perpustakaan, menimbulkan bebunyian yang membuat gigi ngilu. Orang-orang dalam perpustakaan tiba-tiba mengalihkan pandangan dari buku-buku tebal itu lalu beralih ke arahku. Termasuk si Kaori. Ia menyimpulkan senyuman, lalu melambai-lambaikan tangannya kearah ku. Bu Eti memberitahuku kemarin, aku dipasangkan dengan Kaori untuk perlombaan sialan itu. Kutarik napasku pelan-pelan. Kuucapkan mantra anti Kaori

“Lilian cuman satu, Kaori cuman satu. Kaori sempurna oh Tuhan, sekali ini saja Lilian menang. Yayaya?” kataku pelan sambil mengepalkan tanganku keras-keras hingga jari-jarinya kesakitan.

“Kamu lagi ngapain?”  Kamu? sok polos cih, hardikku dalam hati sambil mengernyitkan kedua alisku

“Ehm... enggak” jawabku pelan

Hari itu jadi hari terpanjang dihidupku, belum pernah aku menghabiskan sepanjang hari di perpustakaan. Awalnya kukira Kaori mampu berkompromi denganku dan tidak belajar, jauh sekali dari angan-anganku ia berbalik membuatku mati kutu. Semenjak aku menginjakkan kakiku di perpustakaan hingga aku tertidur pulas berkali-kali, Kaori tetap saja di mejanya membolak-balikkan buku ekonomi.

“Lo gak cape apa… udahan yuk pulang aja”

“Duluan aja”

“Gue mau nanya dong”

“Nanya aja” 

“Enak ya semuanya sempurna. Mengalir terus gak ada hambatan” ucapku sinis

“Dasar sok tahu..” Kaori menyimpulkan senyum tipis sambil terus mengerjakan soal-soal ekonomi

Apa maksudnya? Perkataanku seperti sebuah lelucon?

“Sok tahu? Maksudnya?”

“Lian, rumus konsumsi itu apa? Apa sih duh lupa….”

Ah mencoba mengalihkan situasi?

“Udah yuk, udah sore. Sekarang pulang dulu, besok dijelasin lagi” kata Kaori sambil bergegas keluar perpustakaan.

****

Hari ini tiba juga, hari yang kuhindari belakangan ini. Hari diadakannya kompetisi ini. Aku tidak percaya bahkan aku bisa berada di sini, di sekolah yang menjadi ajang perlombaan ini. Napasku tersengal-sengal, aku menelan air liurku berkali-kali. Lihatlah orang-orang ini! Mereka terlihat kompeten semua, sementara aku… aku hanya mengandalkan belajar intensif selama 3 minggu saja. Itupun kalau dihitung-hitung, aku banyak menghabiskan waktu di kantin daripada di perpustakaan.

“Kenapa? Gugup?” tanya Kaori, belum sempat aku menjawabnya ia melanjutkan

 “Suut! Makin banyak ngomong makin gugup nanti. Ada rahasia biar gak gugup lagi” lalu Kaori membisikkanku

“Orang-orang ini tahun kemarin juga ikutan. Dan kamu tau? Gila! Kebanyakan dari mereka lolos 15 besar hahahaha” ia tertawa terbahak-bahak

Bukannya menyemangati teman satu sekolahnya, ia malah meledekku. Eh, apa aku baru saja menyebut Kaori teman?

Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit lalu perlahan-lahan waktu memakan segala hal. Tiga jam berlalu. Aku tidak ingat lagi apa yang kulakukan selain mengerjakan soal-soal itu sesukaku, aku yakin 100%.. bukan, aku yakin 1000% aku tidak lolos. Kepalaku rasanya penuh sekali. Aku bergegas keluar kelas kompetisi sialan itu.

“Gimana tadi?” Raut wajahnya Kaori selalu saja terlihat senang, warna kulitnya yang terlampau putih bak permaisuri Jepang. Well, dia memang keturunan Jepang sih… Pipinya merah merona bagai ada apel didalamnya.

“Pusing tau gak, lo sih pasti---“

“Lian kan suka ekonomi kan?”

“Ya suka sih tapi---“

Orang ini menyebalkan sekali, bagaimana mungkin memotong pembicaraanku terus menerus

“Lihat, kamu pas lomba tadi pakai 5 pensil. LIMA!”

“Terus kenapa kalau lima?” tanyaku lemas. Aku tidak ada waktu berdebat dengannya

“Kompetisi tadi susah, tapi itu bikin kamu excited, bikin kamu geregetan sama soalnya. Bener gak?”

“Bener, lo bener. Buat gue ekonomi itu kayak rubiks cube. Acak-acakan tapi seru” kataku tersenyum pelan

“Hmm….hmm sekarang lihat ini” Ia menunjukkan gelas plastik yang berisikan setengah sirop jeruk

“Iya, udah terus kenap---“

Wah sekali lagi ia memotong pembicaraanku, habislah ia

“Apa yang Lian lihat?”

“Ya gelas terisi setengah, emang apalagi?”

“Bukan, yang kamu lihat itu gelas setengah kosong. Kamu gak pernah lihat gelas ini terisi setengah”

“Lo ngomong apa sih?”

Kaori hanya tersenyum, rambut panjangnya terbawa angin senja itu. Aku masih mengernyitkan alis, ingin tahu apa maksudnya tapi aku terlalu lelah.

****

Sejak kompetisi berlalu aku seakan lupa bahwa anak picik yang selalu menjadi bahan keluh kesahku setiap hari karena kesempurnannya itu sekarang jadi teman baikku. Ternyata ia tak seburuk kelihatannya. Hari ini adalah pengumuman 15 besar kompetisi IPS itu. Mengingatnya saja kepalaku sakit lagi.

“Lian, kamu masuk 15 besar! Lihat!” teriak Kaori dengan semangat

Tuh kan Kaori masuk 15 besar, sesuai perkiraan semua orang

“Selamat ya Kaori!”

“Eh ngomong apa sih? Kamu yang masuk 15 besar bukan aku”

“Hah? Ko-ko-ko-ko kok bisa?” Seketika papan pengumuman itu seperti hal favoritku, lorong itu seperti surga. Berlebihan ya aku?

“Kamu masuk 15 besar juga kan Kaori?”

“Coba aja lihat sendiri”

“Demi apa gue masuk 15 besar? YESSSS. Eh, bentar… lo gimana?”

“Iya, well aku kan gak ‘sempurna’ “ katanya naif sekali

“Gelasku kali ini kosong setengah”

“Eh tentang gelas lagi. Apasih maksudnya?”

“Gelas yang terisi setengah itu filosofi hidupku. Bagian yang kosong artinya hidup kita gak pernah sempurna pasti ada celahnya, ada kekurangannya, ada buruknya. Kalau bagian yang terisi setengah representasi kebalikannya, bahwa dalam hidup selalu ada hal baik. Selalu ada yang menyenangkan.”

“Tapi kalau kasusnya Lian, Lian itu selalu lihat yang kosongnya aja. Selalu merasa aku ini sempurna. Lian sibuk lihat yang bagian kosongnya hingga lupa ada bagian yang terisinya”

Aku tersentak, belum pernah ada yang berbicara seperti itu. Kukira selama ini aku benar, kukira ia hanya anak picik, menyebalkan. Selalu mencuri perhatian. Nyatanya yang membedakanku dan ia hanyalah cara pandang semata.

“Sok tahu” kataku tersenyum tipis

Hm.. mulai sekarang aku ingin melihat gelasku terisi setengah. Bukan kosong setengah.

How do you feel about this chapter?

1 0 1 0 2 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Broken Promises
994      664     5     
Short Story
Janji-janji yang terus diingkari Adam membuat Ava kecewa. Tapi ada satu janji Adam yang tak akan pernah ia ingkari; meninggalkan Ava. Namun saat takdir berkata lain, mampukah ia tetap berpegang pada janjinya?
Alzaki
2428      1076     0     
Romance
Erza Alzaki, pemuda tampan yang harus menerima kenyataan karena telah kejadian yang terduga. Di mana keluarganya yang hari itu dirinya menghadiri acara ulang tahun di kampus. Keluarganya meninggal dan di hari itu pula dirinya diusir oleh tantenya sendiri karena hak sebenarnya ia punya diambil secara paksa dan harus menanggung beban hidup seorang diri. Memutuskan untuk minggat. Di balik itu semua,...
Saksi Bisu
855      495     10     
Short Story
Sebuah buku yang menjadi saksi bisu seorang penulis bernama Aprilia Agatha, yang di butakan oleh cinta. Yang pada akhirnya cintalah yang menghancurkan segalanya.
Oscar
2306      1128     1     
Short Story
Oscar. Si kucing orange, yang diduga sebagai kucing jadi-jadian, akan membuat seorang pasien meninggal dunia saat didekatinya. Apakah benar Oscar sedang mencari tumbal selanjutnya?
TeKaWe
1231      697     2     
Humor
bagaimana sih kehidupan seorang yang bekerja di Luar Negeri sebagai asisten rumah tangga? apa benar gaji di Luar Negeri itu besar?
Pertualangan Titin dan Opa
3824      1487     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Mapel di Musim Gugur
520      382     0     
Short Story
Tidak ada yang berbeda dari musim gugur tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, kecuali senyuman terindah. Sebuah senyuman yang tidak mampu lagi kuraih.
Bimbang (Segera Terbit / Open PO)
6991      2324     1     
Romance
Namanya Elisa saat ini ia sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga ja...
Letter From Who?
529      376     1     
Short Story
Semua ini berawal dari gadis bernama Aria yang mendapat surat dari orang yang tidak ia ketahui. Semua ini juga menjawab pertanyaan yang selama ini Aria tanyakan.
Kamu Obat Penyejuk Iman (KOPI)
787      456     1     
Romance
Kamu mungkin dihadirkan dihidupku untuk mengajarkanku tentang bagaimana kita menjalani hidup ini. Sebentar, tapi begitu berharga. Aku akan berusaha menjalani hidup dengan tetap “mencari ridho dariNya” seperti katamu. Terima kasih, sekarang hanya doa yang bisa aku panjatkan untukmu. Kamu tau?, bagiku kamu itu.... Kamu obat penyejuk iman.