Minggu pagi aku sengaja jalan-jalan ke Manahan Solo. Di sini setiap Minggu banyak orang. Ada yang senam, joging, bersepeda sampai sekadar jajan karena banyak jualan.
Aku memajamkan mata seraya menghirup segarnya udara pagi dengan dalam. Lalu perlahan diembuskan. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?
Saat membuka mata, pandanganku tertuju ke Leci duduk di lesehan Sego Liwet. Wajahnya terlihat sendu. Aku coba menghampiri dan coba duduk di sebelahnya.
"Hai, Leci. Sendirian aja? Tumben sama Ayang?" sapaku.
"Kami udah putusan." Raut wajahnya makin sendu. "Kak Allura sendiri kenapa sendirian aja? Biasanya dijagain dua bodyguard." Dia berusaha tersenyum. Namun, senyum meledek.
"Aku mau cari udara segar aja tanpa dua makhluk rewel itu. Loh, kamu putusan kenapa?"
"Baru tau Rizaldi ternyata brengsek. Pacaran sama aku demi pansos doang. Aku merasa bersalah sama Kak Allura. Harusnya aku cegah dia ketika dia nyuruh sodaranya memanfaatkan Kak Allura."
Aku menepuk-pundak Leci. "Udah santai aja. Bukan salah kamu kali. Aku udah nggak apa kok."
"Kak Allura tegar banget."
"Untung hatiku diciptakan Allah, makanya dibanting seribu lelaki laknat pun tetap kuat. Hahaha." Aku tertawa miris. Saat aku serius buka hati biar dapat jodoh terbaik, malah dapatnya luka lagi.
"Bay the way, kamu nemu Rizaldi di mana?"
"Bot Telegram."
Dahiku mengernyit heran. "Bot Telegram?"
Leci lalu menjelaskan tentang Bot Telegram. Kata itu kayak robot, bisa chat dengan siapa saja tanpa tau identitas. Akhir-akhir ini muncul @leomatchbot. Fiturnya mirip aplikasi kencan bertebaran. Bedanya ini di Telegram. Nggak makan ram besar.
Aku jadi penasaran. Aku coba download Telegram. Leci mengirim link @leomatchbot. Aku coba klik. Pertama-tama aku isi profil, domisili, mau cari apa? Tipe idaman gimana?
Allura
32 tahun
Solo
Cari Jodoh, asyik diajak ngobrol, suka nonton, no mesum. usia bebas.
Tiba-tiba ada anak gadis berhijab mengantar sego liwet pesanan Leci. "Kak Allura mau?"
Aku jadi mengiler. Lalu berpaling ke Mbak yang mengantar lagi. "Mbak, saya juga mau deh Sego Liwet yang kayak dia pesan." Aku menunjuk Leci.
"Baik, Mbak. Tunggu sebentar ya."
Leci asyik makan sedangkan aku kembali main Telegram sambil menunggu pesanan Sego Liwet datang.
***
Sebelum tidur aku mengintip Telegram dulu.
@leomatchcbot
Kamu disukai oleh 10 cowok, tampilkan dia?
1. Tunjukkan.
2. Aku udah nggak mau melihat siapa pun lagi.
Aku klik icon jempol ke atas, tanda ingin melihat profil cowok yang menyukaiku. Muncullah satu per satu profil mereka.
Mataku melotot. Pasalnya rata-rata profilnya tertulis kalimat 'bukan umur asli. Masih 22 tahun. Mau cari cewek yang lebih tua, sugar mommy.' Bukan hanya satu yang kayak gini, ada 5.
Aku mendesah napas berat. Apa faedahnya coba memakai usia lebih tua demi cari cewek lebih tua?
Nggak semuanya umur palsu. Lima orang lagi ternyata ada juga profil yang menarik. Dari foto good looking, profesi oke, dan mereka cari jodoh juga. Aku tap love.
Nggak berapa lama, tahu-tahu yang aku sukai, chat.
M: Hay.
Aku: Hay, juga. Siapa ya?
M: Mohammad Yoga. Kamu umur berapa?"
Aku: Sama kayak yang tertulis di Bot kok.
Aku kirim screenshot profilku di Bot. Kami lanjut mengobrol. Dia ternyata baru putus. Karena ceweknya orang Kalsel, orang tua minta jujuran -mahar- tinggi.
Selain chat dengan si M, aku juga chat dengan pria lain. Ternyata cowok bule asal Turki yang lagi perjalanan dinas kerja di Indonesia. Dia bisanya bahasa Inggris doang. Berhubung aku nggak gitu bisa Bahasa Inggris, jadilah memakai google translate.
Baru chat, dia rempong minta kirimin foto-fotoku yang banyak dan mengajak video call. Jelas aku tolak. Foto berbahaya takut disalahgunakan. Aku juga malas video call dengan orang baru dikenal.
Sialnya si Bule Turki tiba-tiba mengirimi aku foto nggak senonoh. Penisnya. Aku langsung beristigfar. Refleks membanting ponsel ke kasur.
Ting!
Ponselku berbunyi lagi. Aku kembali penasaran. Ternyata si M kembali bertanya.
M: Umurmu berapa?
Aku: Kan tadi udah aku jawab, aku nggak suka tau mempertanyakan apa yang sudah dijawab. Ngeselin tau, kayak nggak ada pertanyaan lain aja.
Aku mulai mengomel panjang kali tinggi kali lebar.
Dia malah balas lagi.
M: Ya gimana aku lupa. Ya udah klo nggak suka tinggal blokir aja, gampang kan?
Aku mendesah napas kesal. Lalu jari tanganku mengklik tulisan blokir bagian atas. Badmood bersarang. Aku mematikan ponsel. Memasang ke charger.
***
Kafe lagi sepi. Dua mantan lagi sibuk di tempat kerja masing-masing. Ini saat tepat aku kembali berselancar di Telegram. Masih belum kapok, cari jodoh di @leomatchbot. Siapa tau menemukan cowok yang waras sedikit.
Benar saja, ada yang lumayan. Namanya Owi. Dia asli Yogyakarta, tapi lagi kerja di Thailand. Perusahaan saham gitu Orangnya asyik, nyambung ngobrol, sama-sama suka nonton serial Netflix.
Dia ada cerita, nggak betah kerja di Thailand karena tekanan berat. Diforsir mantengin komputer 20 jam. Waktu tidur dan istirahat sangat mepet.
Aku: Terus gimana dong? Kapan mau pulang ke Yogya?
Owi: Ini gue lagi usaha cari gara-gara biar mereka nendang gue.
"Ya ampun, Bu Bos ngapain main Bot segala?" celetuk Imel dengan nada nyaring.
Aku kaget dan seketika melepas ponsel. "Njir, kaget gue. Ngapain nongol tiba-tiba?"
Suara Imel yang membahana, membuat Diani dan Aruna ikut mendekatiku.
"Serius Bu Bos main Bot? Hati-hati loh, banyak cowok mesum," ujar Aruna.
"Telat ngasih taunya. Gue dah liat foto nganu. Mr. P," jawabku bete.
"Hahaha." Diani malah tertawa yang membuatku semakin bete.
"Lagian Bu Bos ngapain sih main Bot segala?" tanya Diani lagi.
Aku mulai menceritakan kegelisahanku dilangkahi adek cowok yang usia dua puluh tiga tahun, keluarga julid bahwa aku nggak kunjung nikah karena pemilih.
"Jadi gue mesti nemu jodoh juga. Minimal bawa cowok ke nikahan Aryan biar mereka pada mingkem."
"Kan ada dua Pak Bos. Mereka juga kalau disuruh ngelamar Bu Bos bakal gercep," timpal Aruna.
"Bener tuh." Diani dan Aruna sepakat.
"Nggak sesederhana itu. Yang ada justru nambah konflik baru. Gue ngerasanya Mas Adrish dan Taqi lebih nyaman jadi partner bisnis daripada partner hidup. Lagian, gue nggak mau nyakitin salah satu dari mereka."
Mendadak terbayang betapa ribetnya hidupku kalau jodoh sama Adrish atau Taqi.
Jika aku jodoh sama Adrish bakal makan hati. Kesenjangan sosial di antara kami akan sangat terlihat. Si Adrish selain dosen, dia juga pemilik sekolah Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Kalimantan. Aku mah apa atuh hanya lulusan paket c. Sudah pasti kalau dibawa ke acaranya akan ada drama kenalannya Adrish berkata, "Wah, Adrish makin tampan dan mapan aja. Ini kenalin anak saya, dia baru lulus S2 di Harvard."
Duh, perih banget kan. Nggak dipungkiri rasa insecure selalu ada bila berada di dekatnya. Maka dari itu, aku memilih cukup berteman dan jadi partner bisnis.
Beda halnya dengan Taqi. Cowok satu itu maniak lembur. Wajar sih kerja di rumah sakit. Hanya aku adalah tipe cewek nggak suka kesepian, ditinggal sendirian di rumah dan butuh cowok selalu ada. Ini alasan bubaran dengannya.
"Makanya kalian bantu cariin jodoh dong."
"Kalau itu kami angkat tangan deh. Ntar Pak Bos ngamok lagi kayak kejadian Si Tengil," ujar Imel.
"Setuju. Kami nggak mau ikut-ikut drama cinta Pak Bos dan Bu Bos. Kami cuma bantu doa, Bu Bos dapat jodoh terbaik," timpal Aruna bijak.
"Aamiin. Kalian jangan bilang hal ini ke Adrish atau Taqi ya."
"Oke, beres."
Ya, semoga aja mereka nggak ember. Aku nggak mau dua mantanku tahu dulu. Niat memberi tahu setelah yakin menemukan jodoh terbaik.
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)