List sisa utang.
Rp1.500.000,- : Ada Kamu
Rp5.000.000,-: Big Cash
Rp6.000.000,-: Cicilan Mudah
Rp3.000.000,-: Kredit Bodoh
Sejenak saya mencoba mengingat utang di mana lagi? Ini karena Mamak punya saudara banyak, saudaranya itu kalau susah minta tolong ke Mamak. Mamak yang tidak enakan, bilang ke saya. Gaji saya di minimarket tidak mencukupi, tidak bisa juga menolak permintaan Mamak terpaksa harus ke pinjaman online. Sialnya, saat Mamak sakit-sakitan saudara yang sering dibantu, sama sekali tidak membantu Mamak. Definisi saudara laknat, dugu.
"Whats, utangmu sebanyak ini? Tak kira cuma sepuluh jutaan doang. Yah, bakal lama dong numpang di kosku ini," sindirnya.
Saya dongkol bukan main dengan perkataan Rizaldi. Baru sehari numpang di kosnya, sudah menggerutu. Padahal Mamanya dulu utang dua jutaan.
"Kau tenang aja. Yang itu saya sudah dapat pinjaman dari Mbak Allura. Jadi hari ini saya bisa pulang."
Wajahnya cerah. "Wah, bagus dong. Terus pelorotin dia aja."
"Masalahnya adalah dua mantannya mulai curiga. Kemarin aja nyindir-nyindir saya. Mana make bilang CV palsu itu bisa dilaporin ke polisi pula."
"Iya, sih rasanya bisa. Lo sih bego make nulis CV halu segala."
"Terus saya mesti gimana dong?"
"Satu-satunya cara ya bikin Allura makin bucin sama lo. Kalau tuh cewek bucin, mantannya bisa apa? Kalau perlu ancem resign deh. Mbak Allura pasti bakal nahan-nahan lo."
Apa yang dikatakan Rizaldi ada benarnya juga. Satu sisi lainnya, ragu. "Ada tidak ya cara daoat duit banyak tanpa melorotin cewek? Saya tidak yakin bisa melorotin Allura lagi."
"Ada."
"Apa?"
"Jual ginjal lo."
"Sial." Saya melemparkan kertas tisu ke Rizaldi.
***
Ketika saya keluar dari kos Rizaldi, saya kaget di depan pagar sudah ada Leci Seira.
"Loh, Mbak Leci. Kok tau alamat ini?"
"Ini alamat kos Rizaldi, kan? Saya mau berangkat bareng sama Rizaldi. Eh, kamu yang karyawan Kak Allura A2T Cafebook, kan?"
Alhamdulillah, dia masih mengenali saya.
"Pagi, Sayang. Gimana sempet nyasar nggak nyari kosku?"
Rizaldi muncul di belakang. Bentar. Sayang? Jadi Leci Seira pacaran saya Rizaldi?
"Nggak kok. Kosmu gampang dicari. Lokasi strategis."
"Dia pacar gue. Lo dah kenal sama dia kan?"
Deg!
Ada retak, tapi bukan kayu. Melainkan hati saya. Saya ikhlas jika Leci Seira bersama pria lain, asal bukan dengan Rizaldi. Saya tahu banget Rizaldi itu buaya kelas kakap.
***
Saya kembali kos. Saya harus ganti baju. Beruntung utang ke Aku Bokek sudah saya lunasi pagi tadi. Alhasil, tidak ada lagi Debt. Collector.
Kepulangan saya ke kos, disambut muka garang sama Ibu Kos.
"Masih pulang ke sini kowe?"
"Kan masih beberapa minggu, Bu."
"Gara-gara utangmu, saya dan penghuni kos lain terganggu dengan kehadiran Deb. Collector.
"Maaf, Bu. Saya janji tidak akan ada Debt. Collector lagi datang ke sini."
"Benar. Janji?"
"Iya, Bu. Jika masih ada Debt. Collector, saya siap ditendang."
"Oke. Baiklah."
***
Saya datang ke kafe, Mbak Allura sudah duduk manis di meja kerjanya.
"Pagi, Renaldy," sapanya dengan senyum manis. Bikin hati ini bergetar. Saya sejenak menggelengkan kepala. Saya tidak boleh jatuh cinta dengan Mbak Allura. "Tumben agak telat datangnya. Biasanya lebih dulu dari saya," lanjutnya lagi.
Pasca dua Pak Bos sindir-sindir saya bersama karyawan A2T Cafebook, saya mulai menghindar dari Mbak Allura. Takut Pak Bos melakukan sindirannya. Melaporkan saya ke kantor polisi tuduhan pemalsuan dokumen dan penipuan.
"Renaldy, temenin saya dong. Saya butuh kamu buat memperkuat karakter Deni Arman."
"Maaf, Mbak. Saya lagi sibuk. Mau bersih-bersih meja yang di luar."
"Nggak usah boong. Itu kan tugas Imel yang bersih-bersih. Dari kemarin saya merasa kamu menghindari saya. Kenapa coba? Salah saya apa?"
"Sepertinya Pak Bos dan karyawan lain sudah tau hubungan kita. Mereka mulai menyindir saya. Saya agak kurang nyaman."
"Ya cuekin aja mereka. Lagian apa salahnya sih mereka tau kita jadian?"
"Saya kurang nyaman jika hubungan percintaan terekspos ke publik."
Saya bicara apa coba, macam selebriti saja tidak mau hubungan terekspos.
Seketika saya lihat, wajahnya berubah mendung. Jadi merasa bersalah. Apa perkataan saya sudah menyakiti hatinya?
Ting!
Wajah saya memucat ketika baca notifikasi Whatsapp. Tagihan pinjol lagi. Duh, kenapa tagihannya datang di saat tidak tepat? Saya trauma didatangi Debt.Collector sampai ke kos. Mana tadi pagi sudah diancam sama Ibu Kos. Kalau gini ceritanya, mau tak mau saya harus mendekati Mbak Allura lagi.
Saya mendekati Mbak Allura. "Maaf, saya kasar. Ya udah, saya janji tidak akan mengindari Mbak Allura lagi. Tapi …"
"Nah, gitu dong. Tapi apa?"
"Boleh saya pinjem lagi nggak? Buat bayar cicilan ponakan saya."
"Loh, yang kemarin aja belum bayar. Lagian cicilan ponakanmu itu bukan tanggung jawab kamu kali. Kamu harus tegas nolak maunya orang. Bilang aja nggak ada. Beres."
"Jadi Mbak Allura nggak ikhlas bantu saya kemarin?"
"Hmmm."
Pak Adrish datang. Dungu. Kenapa harus datang sekarang? Saya belum mendapatkan uang dari Mbak Allura.
***
Jam makan siang Mbak Allura pergi. Firasat saya jadi tidak enak. Benar saja, tiba-tiba dua Pak Bos berjalan ke arah saya.
"Renaldy, kamu ke ruangan CEO sekarang!"
Mau tak mau saya mengikuti mereka ke ruang CEO. Sesampai di sana, Pak Taqi menutup pintu dan tirai.
"Renaldy, kamu tipe manusia yang nggak peka disindir ya? Dari kemarin kami menyindir kamu biar nggak deketin Allura lagi. Masih aja ngeyel." Pak Adrish langsung menyemburkan amarah.
Saya menarik napas dalam. Lalu embuskan perlahan. Saya harus tetap tenang biar tidak salah bicara.
"Loh, emang salah saya dekat dengan Bos Allura? Kan tidak ada di perjanjian kerja."
"Itu nggak salah emang. Tapi nggak tau diri. Mendekati Allura demi keuntungan pribadi. Melorotin uangnya. Eh, hari ini malah bikin dia nangis," timpal Pak Taqi.
"Kalau cara Bapak seperti itu, itu menghina saya. Saya hanya bilang ke Mbak Allura, ada ucapannya yang menyinggung saya. Kalau Bapak-bapak kurang berkenan dengan kehadiran saya, Bapak bisa memberhentikan saya sesuai kesepakatan di awal."
Saya mulai mengikuti apa kata Rizaldi. Mereka pasti tidak akan mengeluarkan saya karena Mbak Allura pasti menentang keputusan mereka itu.
"Mau keluar dari sini? Nggak bisa, Say. Tidak semudah ini Fergono. Kowe jek enek utang karo Allura. Lunasin dululah baru bisa minggat."
"Betul. Lagipula, saya sudah tau loh kalau kamu bukan dosen. Mau saya laporkan ke polisi loh."
Skakmat. Bukannya saya yang menekan mereka. Eh, malah mereka menekan saya.
"Allah Maha Tahu, Pak. Bapak benar-benar tidak bijak. Hati-hati termakan fitnah."
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)