Kompetisi ATMenulis
Tema: Mencari Kebahagiaan
Mataku berbinar ketika melihat postingan Instagram @atpress2014. Sebagai penulis yang hobi berburu lomba, jelas sangat tertarik. Terlebih hadiahnya tiga juta rupiah. Lumayan buat pp tiket pesawat Yogyakarta-Bali.
Aku kembali menggeset postingan AT Press tersebut untuk membaca syarat dan ketentuannya. Hmmm … nggak terlalu berat. Bisalah aku lakukan.
Eits, bentar. Aku harus menulis apa? Apakah aku sudah bahagia? Dibilang sudah, iya. Aku memiliki karier yang bagus. Seorang penulis yang rajin menang lomba. Selain itu, aku juga mendirikan bisnis A2T Cafebook. Memang dua partnerku yang lain. Di sisi lainnya hatiku, masih hampa. Masih belum merasa arti kebahagiaan. Bahagia bagiku adalah sukses karier dan percintaan secara seimbang. Sayangnya, percintaanku selalu apes. Dua kali gagal.
"Oi … Kin. Ngapain ngelamun?" Lamunanku tersadar berkat kehadiran Adrish Alamar, biasa dipanggil Adrish, Aris, Alam dan Amar. Tergantung mood enaknya manggil yang mana. Dia posisinya di kafebook ini sebagai manager. Buat pribadi, dia mantanku. Jadian sama dia sejak tahun 2007-2010 awal. Kapan-kapan aku ceritakan perjalanan kisahku dengan Adrish.
"Ini, aku tertarik lomba ATMenulis. Tapi sek mikir nulis opo yo?"
Tiba-tiba cowok bertubuh gempal, kulit cokelat, berkacamata dan rambut klimis duduk di sebelah Adrish. "Santai ajalah. Kowe mah banyak ide."
Cowok itu adalah Taqi Alfarezi. Statusnya juga mantanku. Mantan kedua. Aku jadian sama dia sekitar tahun 2017-2019. Posisinya di sini sebagai Co. Manager. Bisa juga merangkap kasir.
Kalian pasti bertanya-tanya kok aku bisa kerja sama mantan? Ya, karena putus cinta bukan berarti putus hubungan. Aku sudah berdamai dengan rasa sakit yang telah mereka ciptakan. Lagipula, dua mantanku sayang dibuang. Otaknya pintar dan tajir. Lumayan dimanfaatkan buat bisnis. Terbukti kafe ini dibangun berkat saham mereka berdua juga.
Sayang, mereka berdua di kafe ini nggak full time dari hari Senin-Jumat. Mereka punya profesi utama. Adrish sebagai dosen. Sedangkan Taqi, PNS bekerja sebuah Rumah Sakit Umum Daerah bagian BPJS. Mereka ke kafe ini di sela-sela hari libur. Bisa Jumat, Sabtu atau Minggu. Atau saat mereka pulang kerja.
"Nah, Kin, aku sudah menemukan lima orang kandidat yang cocok untuk kerja di sini." Adrish menunjukkan laptopnya ke aku.
A2T Cafebook ini berdiri baru dua tahun. Awal Januari 2022 lalu nggak sengaja kedatangan Selebgram. Dia review sambil mukbang di sini. Alhasil, cafeku ini langsung laris manis sampai sekarang. Makanya kami menambah karyawan lagi sebagai waiters.
Aku melihat-lihat CV. para calon karyawan. Entah kenapa hatiku lebih sreg ke orang yang bernama Ayden Renaldy dan Rizaldi Alatas. Alasannya si Ayden berpendidikan S2. Profesi sebagai dosen. Sedangkan Rizaldi, berpenampilan menarik. Walau masih mahasiswa D3 Fakultas Pertanian.
"Kamu yakin, Kin milih Ayden ini? Liat nih CV mentereng. Masa seorang lulusan S2 dan dosen melamar jadi waiters? Ntar dia minta bayaran tinggi gimana?"
"Feeling aja sih. Makanya panggil dua orang. Kalau nggak cocok Reynaldy, kan kita bisa ambil Rizaldi."
"Coba aku lihat CV para pelamar," sahut Taqi. Dia merebut laptop Adrish.
"Iya sih, mereka paling lumayan di antara pelamar yang lain. Tapi kok dua-duanya yang kamu pilih cowok sih? Masukin cewek lah. Biar segar mataku lihat cewek cantik di kafe ini."
Aku melempar kentang goreng ke arah Taqi. "Huuuu … cewek mulu yang ada di otakmu. Kan udah ada Ira, Dianita, Imel, Aruna dan Devi."
Ira posisinya koki. Semua menu di kafe ini hasil rajikan tangannya. Tela-tela, Pisang Crispy, Toast, Burger, Kebab, mantap rasanya.
Dianita, walau emak-emak, tapi dia jago banget meracik kopi. Alhasil, aku tempatkan sebagai baristanya.
Imel ini tukang cuci piring sekalian cleaning servise.
Aruna sebagai waiters.
"Normal toh? Ben cepet move on dari kowe."
"Udah … udah … jangan berantem. Aku panggil Renaldy dan Rizaldi ya."
***
Hari wawancara tiba. Renaldy duluan yang disuruh masuk ke ruang kerjaku, Adrish dan Taqi.
Aku pandangi dia dari ujung kaki ke ujung kepala. Dia datang rapi banget memakai kemeja putih lengan panjang, sepatu formal. Walau nggak terlalu ganteng. Malah lebih mirip Tukul Arwana. Setidaknya lumayan punya kharisma tersendiri.
Aku melirik ke arah Adrish dan Taqi. Lirikanku seolah mengatakan, "kalian aja deh yang duluan kepoin dia."
Untungnya Adrish memahami sinyal lirikanku.
"Ayden Renaldy, biasa dipanggil siapa?"
"Bisa Ayden, Renald atau Aldi."
"Saya panggil Renaldy aja ya."
"Renaldy, apa motivasimu melamar kerja di sini?"
"Menambah pengalaman, saya suka makan dan kopi."
"Bukannya kamu sudah jadi dosen, ngapain turun level ngelamar jadi waiters?"
"Justru itu. Saya suka tantangan. Saya ingin mencoba profesi berbeda. Tentunya sesuai apa yang saya suka."
"Andai kamu nggak diterima jadi waiters, mau nggak jadi asisten CEO?"
"Jika diizinkan, tentu saya bersedia."
"Andai jadi asisten CEO, hal apa yang akan kamu lakukan dalam memajukan kafe ini?"
"Pertama-tama saya akan meramaikan serta merapikan Instagram @a2tcafebook terlebih dahulu. Saya perhatikan feed Instagramnya masih berantakan dan sepi."
Aku perhatian sejauh ini dia menjawab pertanyaan Adrish dengan tenang. Adrish melirik Taqi. Pertanda giliran Taqi yang menanyai Renaldy.
"Kamu kan dosen, apa kamu bisa bagi waktu kerja di sini?"
"Sangat bisa. Saya mengajar hanya Sabtu Minggu. Senin-Jumat bisa kerja di kafe ini."
"Oke, baik. Wawancara cukup sampai di sini."
Renaldy keluar. Lanjut wawancara Rizaldi. Aku kembali memperhatian orang di depanku dari ujung kepala ke ujung kaki. Cowok ini lebih santai penampilannya, kaos dilapisi kemeja, tapi kemejanya nggak dikancing. Sepatunya juga kets. Khas anak muda sekali. Nilai plusnya dia tampan, tinggi dan putih bak Oppa Korea.
Kali ini yang menanyai Rizaldi, Taqi.
"Siang, Rizaldi. Apa motivasi kamu melamar kerja di sini?"
"Ya demi duit lah. Buat bayar kuliah, nongkrong, pacaran. Apalagi coba?"
Cara dia menjawab pertanyaan pertama aja hatiku sudah kurang sreg. Agak kasar.
Selanjutnya, kami melemparkan pertanyaan yang sama ke Rizaldi secara bergantian. Sayangnya, jawaban Rizaldi agak kurang memuaskan. Belum apa-apa dia sudah minta hari libur di Rabu dan Jumat. Katanya itu jadwalnya kuliah.
Pukul 12.00 interview selesai. Kami bertiga makan siang dulu. Menu kali ini Ayam Rica-rica.
Berbeda dari kafe lain, kafe ini menunya nggak langsung banyak. Setiap hari hanya 1-2 menu. Gantian. Biar nggak terlalu banyak gaji koki. Ira juga nggak sanggup masak banyak menu sekalian.
"Kin, menurutmu di antara Renaldy dan Rizaldi, siapa yang layak diterima di sini?" Adrish membuka obrolan sembari Ayam Rica-rica selesai dimasak Ira.
"Aku lebih sreg Renaldy deh. Rizaldy belum apa-apa minta libur. Ntar yang ada banyak bolos karena alasan kuliah."
"Aku juga mikir gitu sih," celetuk Taqi. Dia menyeruput Kopi Americano di depannya.
"Berarti kita terima Renaldy nih?"
"Ya nggak ada pilihan lain kan? Akmu sih cuma ambil dua doang," celetuk Taqi santai.
"Abis gimana, yang lainnya CV nggak menjanjikan."
"Oke. Nanti aku hubungi Renaldy biar besok dia sudah mulai kerja."
Tiba-tiba Aruna datang membawa menu makanan kami bertiga. "Selamat menikmati, Bos."
"Makasih, Aruna."
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)