Saya pulang dari interview A2T Cafebook. Saya cukup puas dengan jawaban yang saya lontarkan. Saya yakin pasti diterima.
Mata saya terpaku ke seorang pria di depan pagar kos saya. Itu kan Rizaldi ngapain ke sini?
Sedikit saya ceritakan tentang diri saya. Saya blasteran darah Palembang dan Makassar. Ibu orang Palembang sedangkan Bapak orang Makassar. Sayangnya, Bapak pergi meninggalkan kami karena keluarga Bapak selalu merendahkan keluarga Ibu dan memaksa Bapak untuk menceraikan Ibu.
Saya ke Yogyakarta karena beasiswa UMY - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Nah, Rizaldi ini adalah sepupu saya. Dulu ketika keluarganya kaya raya, selalu merendahkan keluarga saya setiap pertemuan keluarga. Rizaldi boro-boro menyapa saya. Katanya tak sudi bergaul dengan saudara miskin. Namun, sejak keluarga Rizaldi bangkrut, mereka minta tolongnya ke Ibu. Saya muak melihat mereka makanya hijrah ke Yogyakarta. Ternyata takdiri menpertemukan kami lagi di bumi Yogyakarta.
Berhubung saya terlalu sering diremehkan dan direndahkan keluarga sendiri, makanya saya menciptakan profil baru di sosial media. Profil orang hebat. Agar mereka yang merendahkan saya menyesal.
"Eh, tumben sekali kamu ke kos saya. Ada apa?"
"Ini Mama ngasih makanan buat kamu."
Dia memberikan rantang kepadaku. "Bilangin terima kasih ke Tante ya. Mau masuk ke kos saya dulu nggak?"
"Bolehlah. Kita sudah lama nggak ngobrol bareng."
Kami pun masuk ke kos.
"Maaf seadanya."
Kos saya hanya satu kamar kecil. Isinya hanya kasur tipis, kipas angin, magic com, beberapa piring sendok gelas. Segini aja biayanya tujuh ratus ribu.
Dia duduk di kasur tipis milik saya. "Nggak nyangka ya kita melamar di tempat kerja yang sama. Bos cafenya cantik juga. Bisa tuh kamu gebet dia. Kan lumayan buat lunasin utang-utangmu di pinjol."
Saya membelalak. Dari mana Rizaldi tahu saya punya utang banyak di pinjol? Saya berutang untuk mencukupi kehidupan sehari-hari waktu di Palembang dan juga ongkos ke Yogyakarta.
"Hus. Nggak boleh gitu. Lagipula kita nggak tau Bu Kinari Allura masih gadis atau sudah menikah. Kan kamu tahu sendiri beliau diapit dua cowok. Pak Adrish dan Pak Taqi. Siapa tau salah satu dari mereka suaminya Bu Kinari."
"Gampang mah. Tikung aja. Nanti aku ajarin tipsnya asal bagi dua kalau kamu berhasil melorotin Bos Kinari."
Saya berdehem. Licik juga akal bulus Rizaldi. Dia emang dari dulu playboy. Gonta-ganti cewek.
"Ngomong-ngomong, kamu kenapa melamar kerja di A2T Cafebook juga?"
"Nambah pengalaman aja sih biar gampang cari kerja. Kamu sendiri kenapa coba?"
"Saya ngefans sama Selebgram yang biasa posting quotes baper yang suka mukbang. Nah, selebgram itu kemarin mukbang di A2T Cafebook. Videonya viral. Tertarik kerja di sana karena saya liat kafenya unik berbasis perpustakaan. Dari dulu pengen kerja sama yang dekat dengan buku. Kamu kemarin ditanya apa aja sama Bos A2T Cafebook?"
"Ya banyak."
Rizaldi mulai menceritakan pertanyaan yang diajukan oleh Pak Adrish dan Pak Taqi. Mataku melebar. Sial. Ternyata mereka melemparkan pertanyaan yang sama ke Rizaldi juga. Padahal saya pikir, ketika ditawari jabatan sebagai asisten CEO itu berarti saya lebih baik dibanding kandidat calon karyawan yang lain.
Drrrrrt …
Ponsel di saku celana saya bergetar. Tertulis nomor tidak dikenal. Saya geser icon telepon warna hijau ke atas tanda menerima panggilan tersebut.
"Selamat siang. Apa benar ini nomornya Ayden Renaldy?"
"Iya. Benar. Anda siapa?"
"Saya Adrish Alamar."
"Oh iya, Pak Adrish. Ada apa?"
Saya sengaja menekan tombok loadspeaker agar Rizaldi bisa mendengarnya juga.
"Selamat, kamu diterima kerja di A2T Cafebook. Mulai besok kamu sudah bisa kerja ya."
Hati saya berbunga-bunga mendengar penuturan Pak Adrish. "Wah, terima kasih banyak, Pak."
Klik. Telepon terputus. Ada yang berubah dari ekspresi wajah Rizaldi. Seperti ada kekesalan bahwa saya yang diterima kerja bukan dia. Saya puas melihat ekspresi tersebut.
"Selamat ya, Bro. Kamu yang diterima kerja di A2T Cafebook. Selangkah lagi misimu ngegebet cewek kaya raya buat lunasi utang terwujud."
***
Hari pertama kerja di A2T Cafebook. Berhubung terlalu bersemangat, saya datang kepagian. Terbukti belum ada karyawan yang datang. Baru Bu Kinari Allura yang stand by di meja kasir.
"Pagi, Bu."
"Kalau sama saya, jangan manggil 'Bu' berasa tua. Belum jadi ibu-ibu soalnya."
"Lalu saya manggil Mbak atau?"
"Ya udah, boleh manggil 'Mbak'."
"Baik Mbak Kinari."
"Eits, yang boleh manggil Kinari hanya Adrish. Yang lainnya harus manggil Allura. Nggak boleh disingkat jadi Al, Lur, Lura dan lain-lain."
Astaga, ini bos kafe cerewet sekali. Sabar.
"Baik, Mbak Allura."
"Yuk, ikut saya."
Saya mengikuti langkah Allura. Dia membawa saya ke belakang. Langkahnya terhenti ketika tepat di sebuah ruangan. Tatkala membuka ruangan itu, hmmm penuh seragam. Ternyata ruang ganti karyawan.
"Ini ruang ganti. Buruan kamu ganti seragamnya mumpung karyawan karyawan lain belum pada datang."
"Baik Mbak Kinari."
Mata Mbak Allura melotot. Baru menyadari saya salah ucap. "Eh, maksudnya Mbak Allura."
***
Pukul 11.00 baru ada pelanggan. Itu pun hanya dua orang. Saya dan Mbak Aruna bagi tugas. Saya melayani pelanggan meja 7, sedangkan Mbak Aruna nomor 4. Saya menghampiri pelanggan dengan membawa buku menu.
"Selamat siang, Mbak. Mari dipilih menu kami."
Pelanggan di depanku membolak-balik buku menu. "Saya pesan toast isi Keju Mozarella dan no salad tomat ya. Minumnya Kopi Avocado."
Saya mencatat pesanan dia. "Baik. Tunggu sebentar."
Saya melangkah ke dapur. Sesampai di dapur. "Mbak Diani, satu Kopi Avocado. Mbak Ira, toast isi Keju Mozarella dan no salad tomat ya."
"Oke."
Sembari mereka menyiapkan pesanan pelanggan, saya ajak karyawan mengobrol dulu.
"Mbak-mbak, saya boleh nanya nggak? Kalian di sini sudah berapa lama kerja di A2T Cafebook?"
"Dari awal berdiri dong. Kami semua berteman dekat dengan Allura di sosial media," sahut Mbak Diani.
"Mbak Allura masih single atau sudah menikah ya?"
"Masih single.Tau tuh betah banget jomlo," celetuk Imel.
"Kayaknya Pak Bos Adrish dan Pak Bos Taqi belum ikhlas Allura punya cowok lain. Sejenis kutukan mantan. Padahal nggak boleh gitu ya. Udah jadi mantan juga," timpal Diani lagi.
"Salut loh sama Allura. Dia bisa berdamai sama dua mantannya. Mana keduanya akur lagi."
"Allura emang langka."
Dari gibahan mereka saya jadi tahu bahwa Pak Adrish dan Pak Taqi hanyalah mantan Mbak Allura. Saya menyunggingkan senyuman. Masih ada harapan menggebet Mbak Allura.
Mbak Aruna masuk ke dapur. "Hush. Kalian ini ya. Nggak boleh gibahin bos kita tau."
"Eh, ini pesanannya udah jadi," sahut Ira.
"Kopinya juga udah jadi."
Saya pun keluar dengan membawa pesanan pelanggan.
Saya menyuguhkan menu pesanan ke pelanggan. "Selamat menikmati, Mbak."
"Renaldy, lagi sibuk nggak?"
Saya menoleh dipanggil Mbak Allura. "Nggak gitu sih. Ada apa ya?"
"Sini. Saya lagi nulis novel tokohnya dosen asal Palembang. Bantuin riset dong."
Saya mendekati Mbak Allura. "Boleh."
Saya kemudian disuruh duduk di sebelah Mbak Allura.
"Kamu ke Yogyakarta karena apa ya?"
"Ingin coba suasana baru aja. Lagipula saya keterima s3 di UMY."
"Eh, kamu tau A2T dari mana sih?"
"Selegram Leci Seira yang pernah mukbang di sini adalah teman Instagram saya. Saya mengikuti Story Instagramnya yang sering bahas kafe ini. Lama-lama saya kagum dengan A2T Cafebook. Tempatnya fotogenic Instagramable sekali."
"Oh, Leci. Dia teman sesama literasi soalnya."
"Pak Adrish dan Pak Taqi mana, Mbak? Kok hari ini nggak keliatan?"
"Mereka punya profesi utama. Adrish jadi dosen, Taqi jadi PNS bagian BPJS rumah sakit umum daerah."
Berat nih saingan saya.
"Hmmm … asyik banget ngobrolnya."
Terdengar suara berat di sebelah saya. Ketika menoleh, saya menelan ludah. Pak Adrish berdiri dengan tampang garang. Sial. Ngapain pakai datang? Saya jadi kepending pedekate dengan Mbak Allura.
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)