Kalau ada yang bertanya kenapa Alen tidak berusaha untuk mendekatkan diri dengan teman-temannya, jawabannya sederhana. Alen lelah. Ia sudah mencoba berbagai macam cara agar teman-temannya tidak pergi satu per satu.
Bukan hanya sekali dua kali Alen mendekati mereka. Sudah ribuan kali, tapi hasilnya sama saja. Mereka tidak peduli usaha Alen dan lebih percaya dengan gosip yang beredar di sekolah : bahwa Alen adalah gadis gila. Lebih baik Alen menikmati kesendiriannya selagi ia bisa. Dengan tenang dan nyaman.
Alen menjatuhkan kepalanya ke meja setelah ketua kelas memberikan pengumuman bahwa guru matematika hari ini tidak akan masuk. Semua orang bersorak senang. Di sisi kanan, kubu perempuan memekik girang, melengking, lalu mulai bergabung membentuk kelompok dan mengobrol. Di sisi kiri, kubu laki-laki juga ikut membentuk kelompok. Mereka duduk melingkar, sama-sama memainkan ponsel dan samar-samar terdengar suara tembakan dan ledakan dari ponsel mereka.
Sementara dua kubu sibuk, Alen terduduk sendirian di jajaran tengah. Semua teman perempuannya sudah berpindah ke sisi kanan untuk mengobrol. Alen, selain tidak lagi dekat dengan teman-temannya juga tidak begitu suka bekumpul untuk sekadar mengobrol. Alen tahu betul apa yang sedang dibicarakan teman-temannya. Kalau tidak tentang laki-laki incaran mereka, pasti tentang gosip hangat di sekolah. Alen tidak pernah suka membicarakan orang lain karena ia juga tahu rasanya dibicarakan. Jadi di momen-momen seperti ini, Alen biasanya akan berdiam di bangkunya, menguap, mendengarkan lagu, atau membaca-baca buku catatannya.
Dalam kasus yang parah, situasi seperti ini membuat Alen bosan dan akhirnya memancing imajinasi gadis itu untuk mengambil alih. Biasanya, secara tidak sengaja Alen akan mulai bicara sendiri, menikmati khayalannya sampai ia tenggelam.
Tapi untunglah sekarang Alen punya seseorang untuk ia ajak bicara agar tidak mati bosan. Gadis itu mengeluarkan ponselnya, memasang headset dan memutar dulu lagu sebelum membuka kotak pesan. Jarinya bergerak cepat di atas papan tik.
[Galen, sedang sibuk?]
Iya, iya. Alen tahu ini melanggar aturan. Mungkin saja pesannya mengaggu Galen dan menyebabkan pemuda itu tidak fokus belajar, tapi Alen ingin mencoba sekali saja. Siapa tahu Galen bisa menemaninya melewati dua jam pelajaran yang kosong.
Beberapa saat kemudian ponsel Alen berdenting. Ia terburu-buru membuka pesan.
[Heh, sedang belajar kenapa main ponsel? Guru saya tidak masuk jadi saya makan di kantin.]
Tanpa sadar Alen tersenyum. Jarinya kembali bergerak lincah di papan tik. Sebuah kebetulan yang menyenangkan. Galen juga sedang tidak ada jam pelajaran. Ini berarti Alen bisa terus mengirim pesan pada pemuda itu.
[Bisa menemani saya mengobrol? Guru saya juga sedang keluar. Rasanya kalau saya diam saja saya bisa berkhayal lagi.]
Pesan balasan muncul lagi dari Galen.
[Coba cari tempat yang tenang. Saya telpon kamu.]
Senyum Alen melebar sempurna. Gadis itu berjalan cepat meninggalkan kelas yang riuh menuju UKS. Tempat itu sepi sekarang dan pasti selalu sepi setiap saat.
Panggilan dari Galen masuk tepat setelah Alen sampai di UKS. Ketika Alen membuka pintu UKS, dengan sudut mata ia menangkap Nurseu menurunkan kaca mata besarnya beberapa saat.
“Halo.”
[Halo, Alen.]
“Halo.”
Selama beberapa detik, percakapan dengan Galen terasa kikuk. Pemuda itu hanya menyapa, tidak mengatakan lagi hal-hal lain seperti biasanya. Alen melangkah ke ranjang ke sudut ruangan. Selain Nurseu, tidak ada orang lain di UKS. Satu-satunya pengunjung setia tempat ini hanyalah Alen.
Gadis itu duduk di tepian ranjang, lalu mulai menggoyang-goyangkan kakinya yang menggantung beberapa centi di atas lantai.
[Kamu benar-benar sedang tidak ada jadwal atau sedang malas belajar?] Galen bertanya di sebrang.
Suara pemuda itu mengingatkan Alen pada beberapa hal menakjubkan yang terjadi di hidupnya akhir-akhir ini. Berkat Galen, Alen bisa pergi ke flea market, menumpang ke sekolah, terhindari dari berkhayal, dan mempunyai teman mengobrol di waktu sepi seperti sekarang. Betapa pentingnya kehadiran Galen kalau dipikir berulang kali.
“Saya benar-benar sedang tidak ada jadwal. Guru matematika saya ada urusan di luar.“
Alen menjawab agak keras. Sedari tadi Nurseu memandanginya dengan tatapan curiga. Pasti perempuan itu sedang bertanya-tanya kenapa Alen malah menelpon seseorang dan melarikan diri ke UKS, bukannya belajar di kelas. Dan seperti yang diharapkan, jawaban Alen tampaknya memecahkan rasa ingin tahu Nurseu karena perempuan itu segera membenarkan posisi kacamatanya dan kembali fokus pada laptop yang memantulkan cahaya putih ke wajahnya.
[Kamu ada waktu hari ini?]
“Tentu. Saya tidak punya kegiatan apa-apa.”
[Kalau begitu, mau pergi jalan-jalan?]
Alen berpikir sejenak. Perasaannya tidak pernah sesenang ini. Teman-temannya mungkin sudah biasa pergi jalan-jalan sepulang sekolah, tapi ini pertama kalinya seseorang mengajak Alen jalan-jalan sepulang sekolah. Alen akan pergi jalan-jalan, menghabiskan waktunya dengan cara yang berbeda untuk pertama kali pula. Jika biasanya Alen akan langsung mengurung diri di kamar, membaca buku, mendengarkan podcast atau audiobook, lalu mulai berkhayal, maka hari ini semua rutinitas itu akan berubah.
“Boleh.”
[Kalau begitu saya jemput sepulang sekolah.]
“Oke.”
Lalu obrolan berlanjut ke berbagai topik yang menarik tawa Alen beberapa kali. Hingga setelah empat puluh menit, Galen berkata,
[Sudah dulu, ya?]
“Iya.”
Sambungan terputus. Alen segera diserang pertanyaan dari Nurseu.
“Benar sedang tidak ada jadwal?”
Alen mengangguk antusias. Suasana hatinya sangat baik dan tidak pernah sebaik ini sebelumnya. Dalam benaknya ia membuka mulut dan mengatakan, Ahh, jadi ini rasanya mengobrol dengan teman di sela-sela waktu senggang?
“Oh iya, Nurseu. Orang yang tadi bicara dengan saya di telpon, dia anak sekolah sebrang.” Tukas Alen. Gadis itu tahu ia tidak perlu mengatakan informasi yang sia-sia seperti itu pada Nurseu, tapi Nurseu sudah biasa mendengarkannya mengoceh di UKS. Jadi tidak masalah kalau sekarang Alen mengocehkan hal-hal yang sama sekali tidak penting bagi Nurse.
“Oh ya?” Nurseu menutup laptopnya, tampak tertarik dengan ucapan Alen. Sungguh di luar dugaan.
“Iya. Memang sedikit memalukan, tapi dia mengenal saya karena saya terkenal gila disekolahnya.”
Nurseu mengernyit. “Begitu?”
Alen mengangguk semangat. “Awalnya saya pikir dia menakutkan. Dia selalu muncul tiba-tiba dan kadang bicara yang aneh-aneh, tidak masuk akal. Tapi lama-lama dia membantu saya.”
“Membantu bagaimana?”
“Memang tidak kentara kalau dia sedang membantu saya, sih. Tapi bagi saya kehadirannya sangat membantu. Setiap kali saya hampir melamun dan tenggelam dalam khayalan saya, dia selalu mengirim pesan dan memecah fokus saya.” Jelas Alen, menerawang mengingat kembali cara ajaib Galen memecahkannya dari khayalan. Pemuda itu melakukannya dua kali.
“Dia orang pertama yang menganggap saya tidak gila.” Lirih Alen. Suaranya pelan, tapi nadanya sarat akan semangat. Bibir Alen terangkat tanpa sadar. Di prefontal gadis itu, wajah pucat dan mata bening Galen membayang membuatnya sekoyong-koyong merasa senang dan tenang.
“Dia orang pertama yang memberikan saya tumpangan ke sekolah, dia orang pertama yang mengajak saya ke flea market, orang pertama yang memberi saya roti lapis untuk sarapan, orang pertama yang menemani saya mengobrol di jadwal kosong.”
“Dia laki-laki?” Tanya Nurseu langsung.
“Iya.”
Nurseu tersenyum manis. “Ya, kadang kamu memang butuh jatuh cinta untuk menyelesaikan masalahmu.”
Alen memelotot. Gadis itu hampir tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Nurseu.
“Saya tidak sedang jatuh cinta. Kami baru kenal beberapa minggu. Mana mungkin saya jatuh cinta secepat itu.”
Nurseu tidak mengatakan apa-apa lagi. Perempuan itu malah tersenyum penuh arti dengan bibir yang nyaris menyentuh telinga.
“Yah, bagaimanapun, saya senang kamu memiliki seseorang yang membuat kamu nyaman. Mungkin dia bisa membantu kamu terlepas dari MDD, kan?” ucap Nurseu beberapa detik kemudian.
Mendengarnya, Alen merasa senang. Hari-hari sepertinya akan mulai membaik seiring betambah kedekatannya dengan Galen. Dan yang lebih penting, seperti yang Nurseu katakan, kehadiran Galen bisa saja menyembuhkan kebiasaan buruk Alen. Tidak menutup kemungkinan dengan terus menerus menghabiskan waktu bersama Galen, Alen akan terbebas dari MDD-nya. Kembali menjadi gadis normal, serta mengenyahkan pandangan negatif orang-orang padanya.
“Omong-omong, kamu sudah coba mengobrol dengan Mamamu?”
Raut wajah Alen seketika berubah muram. Gadis itu ingat dengan jelas apa yang terakhir kali terjadi antara ia dan Renata. Usahanya mengobrol serius dan menjelaskan soal MDD berakhir dengan memecahkan meja rias. Semuanya gagal, benar-benar tidak berbekas.
Disamping itu, Alen juga sudah memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa pada Renata—pun pada Alice—karena percuma saja. Tidak ada perhatian yang Alen dapatkan untuk usahanya. Bahkan sampai sekarang pun Renata tidak ingat kalau Alen pernah ingin mengatakan sesuatu yang penting padanya. Perempuan itu hanya fokus pada rubrik sastra yang memberinya penghidupan, serta pada Alice yang juga membantunya mendapatkan penghidupan. Sepertinya tidak ada ruang yang cukup untuk Alen menelusup ke dalam ingatan Renata.
Dan hanya untuk informasi saja, Renata sama sekali tidak tahu bahwa hari itu Alen memecahkan kaca rias di kamarnya.
“Saya sudah coba mengobrol dengan Mama, tapi sepertinya Mama tidak tertarik dengan apa yang ingin saya katakan.” Alen menjawab seraya mengerutkan alisnya, mengingat-ingat bagaimana Renata membelokan percakapan dan malah meminta Alen menghubungi Alice waktu itu.
“Mungkin waktunya tidak tepat.” Ucap Nurseu ragu-ragu.
“Kapan waktu yang tepat?” Alen membidik mata Nurseu. Sudut bibir gadis itu bekedut, sementara alisnya masih berkerut. Benar-benar kontras dengan ekspresinya ketika menelpon Galen. Entah ini hanya pandangan Alen dan pengaruh dari kejadian beberapa hari lalu, tapi Alen merasa membicarakan keluarganya, terutama Renata dan Alice selalu membuatnya merasa tertekan sekaligus marah.
“Coba saja sekali lagi Alen. ingat, kamu butuh meluruskan kesalahpahaman dengan Mamau supaya kamu bisa terhindar dari MDD-mu itu. Bukannya kamu bilang Mamamu adalah pemicunya? Kamu tidak akan sembuh kalau kamu tidak mengatasi pemicunya dulu.”
Alen baru akan berdalih bahwa ia bisa sembuh dari MDD-nya tanpa menghilangkan pemicu atau menuntaskan kesalahpahamannya dengan Renata, tapi getar dari ponselnya menginterupsi. Gadis itu segera mengintip ke layar ponselnya.
Kembang-kembang bermunculan dan menerbangkan kupu-kupu di rongga dadanya. Alen menggeser ikon telepon berwarna hijau. Gadis itu menunjukkan ponselnya pada Nurseu.
“Saya tidak perlu meluruskan kesalahpahaman apapun jika hasilnya sia-sia. Saya juga tetap akan sembuh dari MDD saya meski pemicunya masih ada. Karena saya punya punya obat penawarnya.”
Alen menempelkan ponselnya ke telinga. “Ada apa menelpon lagi, Galen?”
Di depan Alen, Nurseu membatu. Ia tak melepaskan tatapannya dari Alen untuk beberapa saat. Keningnya berantakan ketika mendengarkan Alen mengobrol. Alen sempat menangkap ekspresi Nurseu. Perempuan itu duduk dengan wajah yang tiba-tiba berubah tegang.
Zona Elegi
298
193
0
Inspirational
Tertimpa rumor tak sedap soal pekerjaannya, Hans terpaksa berhenti mengabadikan momen-momen pernikahan dan banting setir jadi fotografer di rumah duka. Hans kemudian berjumpa dengan Ellie, gadis yang menurutnya menyebalkan dan super idealis. Janji pada sang nenek mengantar Ellie menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah, profesi yang ditakuti banyak orang.
Sama-sama bekerja di rumah duka, Hans...
Weak
201
160
1
Romance
Entah sejak kapan, hal seromantis apapun kadang terasa hambar.
Perasaan berdebar yang kurasakan saat pertama kali Dio menggenggam tanganku perlahan berkurang.
Aku tidak tahu letak masalahnya, tapi semua hanya tidak sama lagi.
Kalau pada akhirnya orang-orang berusaha untuk membuatku menjauh darinya, apa yang harus kulakukan?
Hujan Paling Jujur di Matamu
5403
1482
1
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah.
Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...
Sebelas Desember
3213
1015
3
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
ARSELA: Perjodohan si Syar'i dan Ketua Geng Motor
103
96
3
Romance
Memiliki hutang budi dengan keluarga Dharmendra, Eira mau tidak mau menyetujui perjodohan dengan putra sulung keluarga itu, Arsel, seorang ketua geng motor tersohor di kampusnya.
My Dangerious Darling
2855
1197
2
Mystery
Vicky, mahasiswa jurusan Tata Rias yang cantik hingga sering dirumorkan sebagai lelaki gay bertemu dengan Reval, cowok sadis dan misterius yang tengah membantai korbannya! Hal itu membuat Vicky ingin kabur daripada jadi sasaran selanjutnya. Sialnya, Ariel, temannya saat OSPEK malah memperkenalkannya pada cowok itu dan membuat grup chat "Jomblo Mania" dengan mereka bertiga sebagai anggotanya. Vick...
Ada Cinta Dalam Sepotong Kue
4855
1589
1
Inspirational
Ada begitu banyak hal yang seharusnya tidak terjadi kalau saja Nana tidak membuka kotak pandora sialan itu. Mungkin dia akan terus hidup bahagia berdua saja dengan Bundanya tercinta. Mungkin dia akan bekerja di toko roti impian bersama chef pastri idolanya. Dan mungkin, dia akan berakhir di pelaminan dengan pujaan yang diam-diam dia kagumi? Semua hanya mungkin!
Masalahnya, semua sudah terlamba...
Perhaps It Never Will
3819
1312
0
Romance
Hayley Lexington, aktor cantik yang karirnya sedang melejit, terpaksa harus mengasingkan diri ke pedesaan Inggris yang jauh dari hiruk pikuk kota New York karena skandal yang dibuat oleh mantan pacarnya. Demi terhindar dari pertanyaan-pertanyaan menyakitkan publik dan masa depan karirnya, ia rela membuat dirinya sendiri tak terlihat.
William Morrison sama sekali tidak pernah berniat untuk kem...
After Feeling
4241
1530
1
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...