Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dunia Alen
MENU
About Us  

Esoknya, Alen terbangun lemas. Ia meringkuk di lantai, tertidur selama berjam-jam sepanjang malam di antara ubin yang dingin. Alen melihat tangannya, lalu menemukan kobaran api muncul dari telapak tangan yang ia tengadahkan. Perlahan-lahan udara di sekitarnya menghangat. Api merah yang keluar dari tangannya menyala-nyala cantik, menimbulkan pantulan galaksi merah di mata Alen.
Ting.
Suara denting ponsel membuat si api ketakutan dan padam dalam sekali kerjapan. Alen mengembuskan napas melihat api khayalannya menghilang. Gadis itu lalu memegangi dahinya dan tersenyum pahit.
Lihat? Setiap kali ada sesuatu antara ia dan Renata, khayalannya akan muncul dan terasa begitu nyata. Menyebabkan Alen tampak seperti gadis gila. Bukankah ini sama artinya dengan Renata, sedikit demi sedikit mendorong Alen kehilangan kewarasannya? Perlakuan Renata secara tidak langsung menyakiti Alen, tapi meski Alen berusaha memperbaikinya tidak ada yang berubah. Renata tetap tidak menyadari bahwa sesuatu yang salah terjadi dalam diri putrinya.
Alen mengerang pelan. Tubuhnya terasa kaku akibat terlalu lama meringkuk di lantai kamar. Tangan Alen menggapai meja rias. Gadis itu terpekur selama beberapa saat ketika melihat pecahan kaca bertaburan di meja riasnya. Lalu terlintas di benaknya,
Bahkan aku nggak keluar kamar semalaman pun Mama nggak peduli. Aku pecahin kaca rias pun Mama nggak peduli.
Alen tersenyum pahit lagi. Gadis itu lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di antara pecahan kaca. Ia membuka kotak pesan. Detik berikutnya gadis itu bersyukur dalam hati. Ia menemukan pesan dari Galen. 
Syukurlah pemuda itu menghubunginya. Alen memang butuh seseorang untuk diajak bicara agar perhatiannya teralih.
[Hari ini ada waktu? Kalau ada waktu, saya tunggu di halte bus.]
#
Galen baru datang sepuluh menit kemudian. Alen melambaikan tangannya begitu melihat motor Galen melaju lambat ke arahnya. Akhir-akhir ini Alen memang merasa ia lebih dekat dan lebih nyaman dengan Galen. Persepsinya soal psikopat serta pembunuh bayaran sudah lenyap sejak Galen mengatakan bahwa ia mengenal Alen ‘karena Alen terkenal sebagai gadis gila.’ Alen sendiri tak menyangka kalau anggapan gila yang diterapkan padanya akan membawanya bertemu dengan pemuda yang ya… cukup baik seperti Galen.
Memang terdengar agak tidak masuk akal kalau Galen mengenal Alen karena ketenaran gadis itu sebagai gadis gila, tapi Alen percaya saja. Toh, ia memang sudah terkenal gila disekolahnya. Semua orang tahu ia suka bicara di kamar mandi sekolah atau bicara dengan buku, jadi tidak menutup kemungkinan kalau sekolah tetangga juga tahu tentang dirinya. Bagaimana pun mulut manusia adalah media yang paling cepat dalam urusan mentransfer informasi. Bisa lebih cepat dari internet yang kadang terganggu koneksi.
“Ada apa?” Alen langsung bertanya. Sementara itu Galen mengernyitkan dahinya.
“Ada apa apanya?”
“Ada apa mengajak bertemu?”
“Tidak ada apa-apa. Memangnya harus ada apa-apa kalau saya ingin bertemu kamu?”
Alen berdecih. “Saya pikir ada yang penting.”
“Ya… memang lumayan penting, sih.”
Sebelah alis Alen terangkat. “Tadi kamu bilang tidak ada apa-apa.”
“Memang tidak ada apa-apa, tapi bertemu dengan kamu itu penting.” Ucap Galen santai. Pemuda itu tersenyum seperti biasa. Menawan.
Alen berdecih pelan. Ia bertingkah sebal, sementara dalam hatinya sesuatu yang aneh menaburkan bibit bunga dan menerbangkan ratusan kupu-kupu ke dada.
“Naiklah.” Perintah Galen. Alen menurut. Gadis itu naik, kemudian motor melaju, menembus jalan Jakarta yang macet dan semakin panas di jam-jam menuju siang.
“Kamu selalu menyelamatkan saya setiap kali saya hampir berkhayal.” Alen tertegun sebentar setelah ia berkata. “Maksud saya, kamu selalu menghubungi saya di waktu yang tepat.” Ralatnya.
“Berarti saya melakukan tugas saya dengan baik.”
Alen mengernyit. Lagi. “Tugas? Tugas apa?”
“Tugas menjaga kamu?” gumam Galen. Jawabanya lebih terdengar seperti pertanyaan.
Motor berhenti di tempat yang sama saat ia dan Galen safapan bersama kapan hari. Sebuah taman di pinggir jalan dengan beberapa bench dan tanpa penghias lainnya. Alen mengekor di belakang Galen. Gadis itu duduk setelah Galen duduk.
“Kalau boleh tahu, Alen, sebenarnya kenapa kamu suka berkhayal? Maksud saya, saya juga sering berkhayal , tapi tidak sampai berbicara sendiri apalai bertingkah.” Galen bertanya was-was. Mungkin pemuda itu sudah penasaran sejak awal, hanya saja baru hari ini ia bisa bertanya. Galen tipikal pemuda yang memiliki keingintahuan besar, tapi juga memiliki pengendalian diri yang baik sehingga tidak pernah sekoyong-konyong menyeletuk menanyakan apa yang ada di pikirannya.
“Nurseu bilang kemungkinan saya mengidap MDD." Alen menjawab lirih.
“Nurseu? MDD?”
“Nurseu teman saya di sekolah. Dan MDD… bukan penyakit mental, hanya saja membuat saya terlihat seperti memiliki penyakit mental.” Jelas Alen muram. Gadis itu melanjutkan,
“Katanya, MDD disebabkan trauma psikis. Nurseu bilang mungkin saya sering merasa tersakiti secara mental, dan untuk menghindari sesuatu merusak kesehatan mental, saya menciptakan dunia saya sendiri. Dunia khayalan. Saya juga pernah membaca artikel tentang MDD, dan memang sama seperti yang dijelaskan Nurseu.”
“Apa yang membuat kamu begitu? Maksud saya, apa yang membuat kamu berpikir bahwa sesuatu berpotensi merusak kesehatan mental kamu?”
“Banyak. Kehidupan saya semakin hari semakin tidak jelas. Saya tidak punya teman, dijauhi, dianggap gila. Bahkan tersisihkan di rumah.” Alen menarik bibirnya kecut. “Tapi baru-baru ini saya sadar kalau pemicu utamanya… Mama.”
“Mamamu? Ayola Alen, dia ibumu. Di mana-mana sosok ibu selalu jadi sosok yang hangat dan penuh hal-hal baik. Kamu tahu pepatah surga di telapak kaki ibu? Kamu—”
“Kamu nggak mengerti.” Alen memotong dengan cepat. 
“Pernah merasa dinomor duakan? Tersisihkan? Keluargamu pincang? Ayah dan ibumu bercerai? Apa kamu punya kakak yang membuatmu tampak payah? Punya ibu yang memandang kamu sebelah mata? Kamu nggak punya, makanya kamu nggak akan pernah mengerti, Galen.” Alen menukas, mulai frustrasi. Sementara Alen mengembuskan napas lelah, di sampingnya Galen duduk bersadar. Pemuda itu menatap lurus ke depan, menerawang, entah sedang memikirkan kata-kata Alen, atau memikirkan apa.
“Maaf kalau begitu, Alen.” Galen bergumam beberapa saat kemudian.
Alen menggeleng. “Lupakan saja.” Gadis itu mengembuskan napas lagi, kali ini lebih keras. 
“Kamu menghubungi saya cuma untuk menanyakan itu?”
Sekarang giliran Galen yang menggeleng. “Tidak.”
“Terus?”
“Saya buat roti lapis lagi. Terakhir kali kamu makan lahap, jadi saya buatkan lagi untuk kamu.” Galen merogoh tas yang sedari tadi ia tindih dengan punggungnya. Kotak bekal yang sama seperti terakhir kali, muncul. Alen menerima kotak bekal itu, membukanya, dan menemukan dua potong roti lapis berisi bacon, selada, dan keju. Persis dengan roti lapis pemberian Galen kapan hari.
“Kalau begitu terima kasih.” Alen menyungging senyum tipis. Ia melahap roti lapisnya dengan perasaan yang berangsur-angsur membaik. Bertemu secara rutin dengan Galen ternyata lumayan meringankan beban.
Pemuda itu punya gaya bicara yang menarik dan wajah yang selalu tenang. Ekspresinya tidak pernah berlebihan sehingga Alen tidak takut kalau tanpa sengaja ia mengatakan atau melakukan sesuatu yang salah apalagi memalukan.
“Saya hampir berkhayal lagi saat kamu mengirim pesan.” Alen menukas di sela-sela kunyahannya. “Sudah dua kali kamu membuyarkan khayalan saya. Pertama saat kamu menghubungi saya di hari pemotretan Alice, kedua, hari ini.”
“Apa saya membantu?”
“Kamu sangat membantu, Galen.” Alen menjawab cepat. “Saya rasa, kamu bisa mengalihkan saya dari dunia khayalan.” tambahnya, sangat pelan.
Entah Galen mendengar ucapan terakhir Alen atau tidak. Yang jelas pemuda itu hanya melakukan kebiasannya : tersenyum.
Alen menghabiskan roti lapis pertamanya. Gadis itu menggoyang-goyangkan kaki, mendadak merasa senang hanya karena sepotong roti lapis yang enak sudah masuk ke lambungnya. Saat Alen melahap roti lapis keduanya, seorang wanita tiba-tiba muncul dan menepuk bahu Alen.
“Alen, sedang apa di sini?”
Perlu beberapa detik bagi Alen untuk mengenali wanita itu. Alen mengerutkan alis, kemudian membuka mulut, mengatakan ‘ah’ tanpa suara sesaat setelah otaknya mengenali wanita itu. 
“Cuma sedang mengobrol dengan teman, Tante.” Alen menunjuk Galen yang menganggukkan kepala ramah.
“Oh… oh, begitu.” wanita itu mengangguk-angguk tak jelas. Dia tetangga sebelah Alen. Kadang Alen bertemu dengan wanita itu di bus, kadang juga di jalan. Dia wanita yang baik. Sering menyapa Alen duluan.
Anehnya hari ini wanita itu bertingkah ganjil. Wajahnya yang selalu ramah sekarang dihiasi bias pucat. Gerak-geriknya kaku, seperti sedang ketakutan. Cara bicaranya juga agak terbata. Alen tak tahu kenapa. Mungkin sedang sakit?
“Kalau begitu Tante duluan, ya?”
“Iya.” 
Wanita itu melangkah cepat. Alen memandangi punnggung tetangganya dengan kepala bertanya-tanya. Ada yang aneh. Tapi sudahlah. Peduli urusan orang lain sama sekali bukan gayanya

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    bagus

    Comment on chapter Yang tidak diketahui
Similar Tags
Ada Cinta Dalam Sepotong Kue
7097      2099     1     
Inspirational
Ada begitu banyak hal yang seharusnya tidak terjadi kalau saja Nana tidak membuka kotak pandora sialan itu. Mungkin dia akan terus hidup bahagia berdua saja dengan Bundanya tercinta. Mungkin dia akan bekerja di toko roti impian bersama chef pastri idolanya. Dan mungkin, dia akan berakhir di pelaminan dengan pujaan yang diam-diam dia kagumi? Semua hanya mungkin! Masalahnya, semua sudah terlamba...
HIRI
173      143     0     
Action
"Everybody was ready to let that child go, but not her" Sejak kecil, Yohan Vander Irodikromo selalu merasa bahagia jika ia dapat membuat orang lain tersenyum setiap berada bersamanya. Akan tetapi, bagaimana jika semua senyum, tawa, dan pujian itu hanya untuk menutupi kenyataan bahwa ia adalah orang yang membunuh ibu kandungnya sendiri?
Warna Jingga Senja
4396      1214     12     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...
Give Up? No!
485      330     0     
Short Story
you were given this life because you were strong enough to live it.
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
6233      1930     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...
Kani's World
1915      832     0     
Inspirational
Perjalanan cinta dan impian seorang perempuan dari desa yang bernama Kani. Seperti halnya kebanyakan orang alami, jatuh bangun dihadapinya. Saat kisah asmaranya harus teredam, Kani dituntut melanjutkan mimpi yang sempat diabaikannya. Akankah takdir baik menghampirinya? Entah cita-cita atau cinta.
KataKu Dalam Hati Season 1
6077      1596     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Lukisan Kabut
567      408     4     
Short Story
Banyak cara orang mengungkapkan rasa sayangnya kepada orang lain. Hasilnya tergantung bagaimana cara orang lain menerima perilaku ungkapan sayang itu terhadap dirinya.
AKSARA
6792      2253     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
RUMIT
6968      1974     53     
Romance
Sebuah Novel yang menceritakan perjalanan seorang remaja bernama Azfar. Kisahnya dimulai saat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang menimpa kota Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Dari bencana itu, Azfar berkenalan dengan seorang relawan berparas cantik bernama Aya Sofia, yang kemudian akan menjadi sahabat baiknya. Namun, persahabatan mereka justru menimbulkan rasa baru d...