Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya.

Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah sem...Read More >>"> REGAN (Chapter 34: SEBUAH JAWABAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - REGAN
MENU
About Us  

Saat memasuki pekarangan rumah, tepatnya ketika Regan membuka helm suara tangis tiba-tiba menusuk telinganya. Bersamaan dengan ponselnya yang bergetar, Regan memasuki rumah dengan perasaan tidak tenang. Ditatap ponselnya, ternyata Risma yang menelepon. Mengetahui hal itu, Regan segera berlari menuju lantai atas dan tubuhnya mematung sejenak, sebelum akhirnya ia masuk ke kamar ibunya.

Risma dan Bi Surti menangis, sementara Pak Yayan sedang berusaha menggendong tubuh ibunya.

“Ibu?” seru Regan, membuat tiga orang di sana menoleh bersamaan kepadanya.

“Kak, ibu, ibu,” balas Risma dengan suara parau.

“Ibu harus dibawa ke rumah sakit,” timpal Bi Surti.

Regan melempar tasnya ke tempat tidur ibunya, begitu juga dengan ponselnya. Regan berlari menuju lantai dasar, ia meraih kunci mobil yang tertera di samping televisi. Sekitar sebulan yang lalu terakhir Regan mengendarai mobilnya, tepatnya ketika kondisi ibunya turun drastis. Ia harus membawa beliau ke rumah sakit, dan sekarang ia kembali membawa ibunya ke rumah sakit.

“Pak tolong kunci rumah ini, untuk Bi Surti ikut ke rumah sakit ya?”

Setelah mendapatkan respons dari kedua asisten rumah, Regan segera melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit Sejahtera, di mana rumah sakit tersebut yang menangani ibunya dari awal down. Risma tiada hentinya menangis, sementara Regan terus bertahan mendengarkan suara tangis sang adik yang terus menusuk sanubarinya.

Ibunya begitu tidak berdaya, wajahnya benar-benar sangat pucat. Ingin sekali ia bertanya kepada mereka, tapi ini bukanlah waktu yang tepat. Regan menambah kecepatan mobilnya, dan berhenti dengan mulus di depan bangunan besar berwarna putih.

Beberapa perawat rumah sakit cekatan membantu Regan dengan menggunakan kasur roda. Ibunya di bawa ke ruangan IGD sedangkan Risma langsung mendekap kakaknya, tentunya dengan isak tangis. Mereka mendudukkan tubuhnya di kursi menunggu dokter yang sedang menangani ibunya.

“Kak, maafin aku. Aku udah biarin ibu jalan sendiri, dan saat ibu masuk ke kamar mandi aku tinggal untuk membawa makanan, tapi saat aku kembali ibu sudah terjatuh di depan kamar mandi dengan kondisi tak sadarkan diri,” jelas Risma dalam dekapannya.

Regan menghela napas begitu kasar, matanya berkaca-kaca. Dengan seutas senyum, Regan menggelengkan kepalanya sambil mengelus-elus punggung adiknya. “Kamu enggak salah kok.”

“Apakah ibu akan baik-baik saja?”

“Pasti ibu akan baik-baik saja,” jawab Regan meskipun tingkat keyakinan akan ucapannya, sangatlah minim. Tapi, ia sangat berharap bahwa ibunya akan baik-baik saja.

Lima belas menit berlalu, Dokter Adrian—dokter yang selalu menangani kondisi ibunya—keluar dari ruang IGD. Segera Regan menyuruh Bi Surti untuk menahan tubuh Risma yang tertidur.

“Bagaimana kondisi ibu saya, Dok?” tanya Regan.

Dokter Adrian menatap sekilas ke arah Risma yang sepertinya terbangun. “Kita mengobrol di ruangan saya aja ya?”

Regan mengikuti Dokter Adrian menuju ruangannya yang terletak tidak jauh dari IGD hanya sekali belokkan. Dia menyuruhnya duduk. Hening sejenak.

“Jadi bagaimana kondisi ibu saya, Dok?”

Dokter Adrian menghela napas kasar. “Jantung ibu kamu sudah tidak bisa memompa darah dan menyalurkan oksigen dengan baik ke seluruh tubuh. Atau penyakit ini sering disebut dengan gagal jantung.”

Demi apa pun, untuk saat ini Regan tidak bisa menahan air matanya lagi. Mendengar penjelasan yang sangat menusuk itu.

“Sekarang ibu kamu di bantu dengan peralatan medis. Penyebab dari penyakit ini, seperti yang kita ketahui ibu kamu itu menderita penyakit hipertensi dan aritmia—”

“Apa yang harus kita lakukan agar ibuku baik-baik saja? Dok, tolong ibu saya.”

Dokter Adrian lagi-lagi menghela napas dengan berat. “Karena kondisi jantung ibu kamu sudah kronis, maka jalan yang harus ditempuh adalah dengan transplantasi jantung.”

O0O

Naila telah bersiap-siap meskipun orang yang sedari di teleponnya tak kunjung memberikan respons. Dia kembali menelepon Regan, lagi-lagi kekasihnya itu tidak mengangkat teleponnya. Ada apa?

“Kamu belum berangkat, Nai?” tanya Ninda.

“Be-lum.” Naila tersenyum sumbang, Regan kemana ya? Kok enggak diangkat.

“Kenapa? Apa hubungan kalian baik-baik aja?” Ninda menyelidik, “Biar aku telepon,” sambungnya.

Ninda menelepon Regan, tapi sama, Regan tidak mengangkat teleponnya. “Coba, kamu telepon Risma,” saran Ninda.

Naila menganggukkan kepalanya, dan mulai menelepon adiknya Regan. Naila mondar-mandir, keadaan seperti ini membuatnya tidak tenang. “Enggak diangkat juga.”

“Tadi Regan bilangnya kayak gimana, Nai?”

“Dia bilang kalo mau ke rumah telepon aja, nanti aku dijemput. Apa dia masih dalam perjalanan?” Naila berusaha berpikiran posistif.

“Enggak mungkinlah, Nai. Udah lebih dari satu jam. Biasanya berangkat atau pulang tidak sampai menghabiskan waktu segini. Mending kamu susul saja, mungkin saja dia ketiduran. Dan Risma masih di sekolah, dia kan aktif orangnya.”

Tanpa menunggu lama, Naila memesan ojek online dan segera beranjak dari kamarnya untuk menunggu di luar. Seperti biasa ia meminta izin untuk pergi ke rumah Regan kepada orang tuanya.

Mentari telah tenggelam, semesta mulai menggelap. Ojek yang dipesan akhirnya tiba, cekatan Naila meraih helm yang disodorkan sang supir dan melaju menuju rumah Regan yang hanya memakan waktu dua puluh menit. Seperti hari-hari sebelumnya, rumah ini tampak senyap. Rumah sebesar ini hanya dihuni oleh lima orang, yang terdiri dari tiga anggota keluarga dan dua ART. Itu pun, kalau sudah jam sembilan atau sepuluh malam Bi Surti dan Pak Yayan pulang ke rumahnya.

Setelah membayar ongkos, Naila kembali menelepon Regan dan juga Risma. Namun, kakak beradik itu sama sekali tidak merespons panggilannya. Akhirnya Naila berteriak memanggil penghuni rumah ini, mulai dari Regan, Risma, Bi Surti sampai Pak Yayan. Tapi, tidak ada seorang pun yang menanggapi teriakkannya. Tatapannya seketika menangkap sesuatu di gerbang rumahnnya, ia mendekatinya sampai menimbulkan kerutan di dahinya,

“Di gembok? Perasaan ini baru pukul setengah enam sore, tapi udah di gembok,” gumamnya. “Sebenarnya apa yang terjadi di sini, apa jangan-jangan—” Hatinya tidak melanjutkan.

O0O

Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk transplantasi jantung, Regan keluar dari rumah sakit. Ia menyuruh Risma dan Bi Surti untuk mendampingi ibunya, berharap sebuah keajaiban terjadi di sana. Saat dirinya hendak menelepon laki-laki brengsek, ia berdecih karena ponselnya ketinggalan di rumah.

Dengan perasaan yang terus mengaduk emosinya, Regan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ibunya sedang kritis, Dokter Adrian menegaskan untuk segera mendapatkan pendonor jantung untuk ibunya. Sebelumnya Regan, mengunjungi dulu rumah Pak Yayan yang masih satu kompleks untuk mengambil kunci rumahnya.

Regan berlari menuju kamar ibunya dan segera meraih ponselnya, dia terdiam cukup lama memandangi ponselnya. Banyak telepon dan pesan yang masuk. Regan melupakan sesuatu, yaitu untuk menjemput Naila.

Perlahan Regan duduk di kasur ibunya bersamaan dengan menghela napas panjang, tanpa menggubris pesan pacarnya itu Regan mulai menelepon laki-laki brengsek itu. Semenjak kejadian menyedihkan di masa lalunya, Regan enggan menyebut orang itu dengan embel-embel ayah, baginya sebutan laki-laki brengsek lebih pantas untuknya.

Regan terdiam, untuk panggilan pertama laki-laki itu mengabaikannya. Untuk panggilan kedua, pun sama. Untuk yang ketiga masih sama, tapi Regan terus meneleponnya hingga laki-laki brengsek itu mengangkat teleponnya.

Halo?

“Cepat pulang, kondisi ibu benar-benar sangat kritis. Ibu mengidap penyakit gagal jantung, jika kamu benar-benar menyayangi keluargamu cepat pulang!” tegas Regan tanpa memberi kesempatan orang di seberang sana untuk mengucapkan kata setelah kata halo untuknya.

Setelah itu, Regan kembali terdiam. Ucapan Dokter Adrian terus menjelajahi pikirannya, mengubrak-abrik perasaannya. Regan meraih tas gendongnya, beralih ke kamarnya. Ia mengempaskan tubuhnya ke atas kasur, dan memejamkan matanya.

Sementara itu, di atas pulau yang sama di belahan daerah yang berbeda, seorang pria berusia 40-an tampak tergesa-gesa. Semenjak anaknya memberitakan tentang kondisi istrinya, wajahnya benar-benar pucat. Ia membanting tasnya ke dalam mobil, lalu menancap gasnya meninggalkan apartemen yang telah dihuni lebih satu tahun ini.

Selama diperjalanan, ia merutuki dirinya. Ribuan penyesalan terus menghantam perasaan, apalagi saat mendengar ucapan anakya dengan suara begitu parau. Ingin sekali ia mengulang waktu, untuk memperbaiki semuanya. Menarik kata-kata biadab yang pernah ia lontarkan untuk istrinya, tapi itu mustahil.

Perlahan air matanya menyapu pipinya, kini istrinya berada diambang yang tak pernah ia bayangkan. Perihal penyakit yang mengendap di tubuh istrinya, bukanlah penyakit dengan angka keselamatan tinggi. Sekarang ia tidak tahu, akankah Tuhan mengizinkannya untuk berjumpa dengannya lagi, atau tidak, ia tidak tahu.

O0O

Regan mendudukkan tubuhnya di meja belajar. Ia meraih buku bersampul hitam dan mulai menulis. Entahlah, sesuatu mendorongnya untuk menulis. Dalam hati ia berharap agar Tuhan memberikan keajaiban untuk ibunya. Ia juga berharap agar Tuhan menjawab keluh kesah, tentang kondisi ibunya sekarang ini.

Sejenak ia terdiam, memandangi buku tulisnya, menyerap kalimat yang tersurat di sana. Kemudian ia alihkan terhadap data-data yang Dokter Adrian berikan kepadanya. Bukan hanya ucapan Dokter Adrian yang memenuhi pikirannya, tapi ucapan Risma tentang keluh kesahnya.

Kak, apa bisa keluarga kita kembali seperti semula?

Regan bangkit dari duduknya, meraih jaketnya yang tersampai di penyangga kasur. Ia memasukkan data dari dokter dan buku bersampul hitam itu ke tas selempang miliknya, jangan lupakan empat kertas panjang yang dibelinya lewat online ia selipkan juga ke buku tersebut. Regan memasukan mobilnya ke dalam garasi dan mengeluarkan motor kesayangannya.

Dalam hitungan menit, motor itu telah melesat memecah kelenggangan jalanan di kompleksnya. Dalam hati, Regan terus bergumam agar Tuhan memberikan jawaban atas keluh kesahnya. Sampai ketika di persimpangan, hatinya berdegup sangat kencang sekali, matanya seakan-akan terhipnotis oleh cahaya yang menusuk ke dalam bola matanya.

Deg!

O0O

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
U&I - Our World
329      222     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
PELANGI SETELAH HUJAN
419      293     2     
Short Story
Cinta adalah Perbuatan
Dearest Friend Nirluka
59      54     0     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka. Menghadapi untaian tanya yang bahkan ol...
Heya! That Stalker Boy
507      299     2     
Short Story
Levinka Maharani seorang balerina penggemar musik metallica yang juga seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jakarta menghadapi masalah besar saat seorang stalker gila datang dan mengacaukan hidupnya. Apakah Levinka bisa lepas dari jeratan Stalkernya itu? Dan apakah menjadi penguntit adalah cara yang benar untuk mencintai seseorang? Simak kisahnya di Heya! That Stalker Boy
Snow
2449      810     3     
Romance
Kenangan itu tidak akan pernah terlupakan
Pesona Hujan
885      467     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
27th Woman's Syndrome
9661      1807     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
HEARTBURN
328      235     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Nina and The Rivanos
8466      1903     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
The Ruling Class 1.0%
1161      474     2     
Fantasy
In the year 2245, the elite and powerful have long been using genetic engineering to design their babies, creating descendants that are smarter, better looking, and stronger. The result is a gap between the rich and the poor that is so wide, it is beyond repair. But when a spy from the poor community infiltrate the 1.0% society, will the rich and powerful watch as their kingdom fall to the people?