Setelah hari membahagiakan, kemarin. Ninda jatuh sakit, demam. Untuk hari senin sekarang, dia absen ke sekolah. Toh, acara kemarin sampai tengah malam, di mana malam tersebut mereka mengobrol ria sambil melahap banyak makanan, dan mengukir banyak adegan di masing-masing ponsel mereka.
Pulang sekolah, Naila langsung menyajikan makan, minum, serta obat di atas nakas samping kasur saudaranya. Meskipun satu ruangan, tetap saja mereka tidak satu ranjang. Di saat Naila hendak menumpaskan rasa lelah di kasurnya, ponselnya berdenting tanda pesan masuk.
RegaNailove. Nama pemberian dari Ninda untuknya begitu juga untuk Regan berada diposisi awal halaman utama whats app. Bukan hanya untuk di whats app, tapi nama itu untuk akun Instagram juga. Namun, Naila meminta agar tidak disebarkan dulu berita bahwa dirinya berpacaran. Naila belum siap menjadi sorotan lagi setelah dirinya berubah penampilan menjadi pembicaraan hangat, ia sangat takut akan timbul ujaran menyakitkan kepadanya. Apalagi mereka memutuskan pacaran, setelah terjadinya kejadian luar biasa. Ia sangat takut.
Sekilas Naila menatap saudaranya yang sedang terbaring menikmati istirahatnya. Naila masih tidak percaya Ninda akan melakukan hal ini kepadanya, ia belum tahu apa alasan sebenarnya Ninda melakukan hal ini. Meskipun perihal rasa, Naila tahu tidak dapat dihindari apalagi dibuang bahwa dirinya mencintai Regan.
Naila membaca pesan dari Regan, perlahan senyumnya mengembang. Kekasihnya mengajak untuk menonton film petang ini. Mungkinkah ini balasan karena sehari ini Naila menolak untuk berkomunikasi langsung di sekolah. Bahkan saat Regan meminta untuk mengantarkannya pulang ia tolak, dengan alasan ia tidak mau orang-orang menghujatnya lagi. Ayolah, Naila masih baru terlepas dari segala ucapan menyebalkan orang-orang.
Meskipun ragu, akhirnya Naila menyetujui ajakkan Regan. Tidakkah ia keterlaluan melakukan hal ini? Seolah-olah ia sebelumnya sudah berharap bahwa Ninda akan merelakan Regan untuknya. Ya, Tuhan! Naila tidak berharap seperti itu. Naila hanya saja tidak mau saudranya kecewa, karena menolak permintaannya.
Naila telah masuk ke kamar mandi, ia harus sudah siap sebelum kekasihnya datang. Selama air dari shower mengguyur tubuhnya, pikiran Naila kembali berkemelut dengan rasa tidak percaya atas apa yang dilakukan oleh Ninda kepadanya. Kalau begini, sudah dapat dipastikan ia akan sangat canggung berhadapan dengan Regan.
Usai sudah acara mandinya, lagi-lagi wajah tenang dari saudaranya menariknya untuk menatap dan mengumbar senyum. Untuk pertemuan di hari pertama pacaran, Ninda mengenakan gaun selutut berwarna biru langit. Rambut sepunggungnya dibiarkan tergerai, dan jangan lupakan penjepit rambut menghiasi bagian kanannya. Di tambah tas mini senada dengan gaunnya, menambah kecantikan di tubuh perempuan dengan tinggi 170 sentimeter itu.
Saat dirinya menuruni tangga, Tira beserta Bi Ika tersenyum menatapnya. “Udah cantik aja, kamu mau kemana, sayang?” tanya Tira.
Naila tersenyum. “Aku mau main keluar, bolehkan, Bu?”
“Boleh. Tapi sama siapa?”
“Sama Reganlah, Bu.” Bukan Naila yang menjawab, melainkan Ninda yang kini tengah menuruni tangga.
Tira menganggukkan kepalanya. “Kamu enggak ikut, Nin?”
“Aku masih belum terlaluwaaaaa pulih,” jawab Ninda sambil menguap. Dan kini ia sudah ada di samping Naila.
Naila kebingungan, ia tidak tahu harus apa sekarang. Naila takut kalau kepergiannya melahirkan pikiran buruk bagi ibunya. “Hm, kayaknya aku harus membatalkan acara ini, selain mendadak aku rasa kamu akan membutuhkanku.” Mendengar dirinya berucap seperti itu, Ninda melotot ke arahnya.
“Eh! Tidak bisa, tidak bisa, kamu harus pergi sama Regan. Udah, ayo-ayo!” Ninda menyeret Naila keluar rumah, dan benar saja laki-laki yang resmi menjadi mantannya baru saja menghentikan motor di depan rumahnya.
“Tuh, Pangeran Regan udah siap dengan kuda besinya untuk menjemput Tuan Putri Naila menuju bioskop,” ungkap Ninda dengan wajah masih begitu lekat dengan nuansa tidak sehatnya.
“Kok ka-kamu ta-hu kita akan nonton?” Naila terkejut dengan ucapan saudaranya itu.
“Aku kepoin hp kamu. Halo Regan! Udah cepetan!”
Ninda menyaksikan dua sejoli yang baru saja resmi menjadi sepasang kekasih akan pergi mengukir cerita. Tampak Regan memakaikan helm ke kepala Naila, refleks adegan itu mengingatkan dirinya saat pergi jalan-jalan mengitari kota Jakarta. Regan melakukan hal sama seperti yang sekarang dilakukan kepada Naila.
Setelah mereka pergi, Ninda menutup pintu rumahnya bersamaan dengan mengembuskan napas pendek. Sudah cukup dirinya bertatapan dengan Regan! Sudah cukup dirinya melihat adegan Regan dengan Naila yang bisa mengusik masa lalunya. Ninda sudah bertekad untuk move on dari Regan, bahkan setelah acara sakral kemarin, Ninda langsung berharap agar Tuhan segera mengirim seseorang agar dirinya bisa move on lebih cepat.
“Kalian kenapa sih, kok berasa ada yang aneh?” tanya Tira.
Ninda mendudukkan tubuhnya di atas sofa depan televisi. “Aku udahan sama Regan,” jawab Ninda.
“Kenapa? Karena Naila?” tebak Tira.
Ninda menyandarkan tubuhnya ke sofa. “Tepatnya, aku yang merelakan Regan untuk Naila.”
“Kok bisa?” Tira mengerutkan dahinya, heran.
Ninda menceritakan semuanya kepada Tira mengenai kejahatan yang pernah ia lakukan kepada Naila. Seperti dugaannya, Tira akan terkejut karena sikapnya seperti itu. Namun, ketika Ninda menceritakan tentang penyesalannya, Tira menganggukkan kepalanya mengerti.
“Terus sekarang kamu pacaran sama siapa?”
“Ibu, aku ini lagi berusaha move on,” gerutu Ninda.
“Iya, iya. Yaudah, sekarang kamu mandi. Dari pagi kamu belum mandi, bau tau! Kalo bau begini, menghambat proses move on kamu, loh.” Lalu, Tira bangkit dari duduknya sambil terkekeh membiarkan Ninda menggerutu.
“Apaan sih!”
Saat Ninda hendak kembali ke kamarnya, Bagas adiknya pulang dari lesnya. Semenjak dirinya mempunyai ponsel, ia sering membuat video lalu di upload ke youtube.
“Halo gais, gue baru saja pulang les MIPA. Kalian tahu, kan? Pelajaran matematika dan IPA kayak gimana? Susahnya bagaikan menaklukan hati cewek dengan keinginannya yang tinggi—”
“Kecil-kecil udah bucin. Halo gais, gue kakaknya Bagas,” potong Ninda yang tiba-tiba masuk ke rekaman Bagas.
“Apaan sih Kak! Awas! Kakak bau! Kalo kak Regan tau Kakak bau, diputusin baru mewek!”
Astaga! Ini adiknya siapa, adik gue atau si Gema!
O0O
Selama di perjalanan Regan dan Naila hening, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Alih-alih Regan menarik tangan kanan Naila untuk memeluk tubuhnya. Regan tidak mau, pacarnya kedinginan, toh, hari sudah semakin gelap.
Naila terkejut bukan main, tapi ia menurut apa yang dilakukan Regan kepadanya. Perlahan Naila menyandarkan kepalanya ke punggung Regan, ia tidak mau memberikan kesan buruk untuk pacarnya. Percayalah apa yang dilakukannya saat ini, memberikan dampak luar biasa untuk pacu jantungnya.
“Kita mau menonton film apa?” tanya Naila saat memasuki salah satu supermarket di ibukota.
“Film horor.”
Naila sedikit terkejut. Kenapa harus film horor? Ia sangat tidak suka dengan film bergenre horor. Yang ada selama penayangan, Naila akan menutup matanya sambil melafalkan bacaan kitab suci di hatinya. Toh, keseraman film horor bukan hanya pada adegannya saja, tapi musik yang melatari filmnya pun sama menyeramkan.
“Tapi bohong,” celetuk Regan seraya mendekati wajahnya ke depan wajah Naila.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, refleks, kedua tangan Naila mendarat di kedua belah pipi pacarnya. Bagaikan langit di sore hari, hatinya bukan hanya cerah membiru, tapi menimbulkan goncangan juga. Seketika itu, semua kecanggungan dan ketidaknyamanan terhadap apa yang dilakukan Ninda kepadanya hilang begitu saja dari hati dan pikirannya.
“Ups! Maaf, lagian kamu nyebelin banget.” Naila menarik kembali tangannya, beriringan dengan memalingkan wajahnya dari Regan.
“Kamu enggak perlu minta maaf. Sekarang, aku milikmu dan kamu milikku, selamanya,” ucap Regan berhasil membuat tubuh Naila bergetar.
Naila mempertahankan posisi kepalanya, yaitu menoleh ke samping. Tanpa sepengetahuan Naila, Regan mengembangkan senyum begitu manis. Tangan Regan memutar kepala Naila agar menatapnya, tapi Naila malah memejamkan matanya.
“Kenapa merem?” tanya Regan.
Naila bergeming. Regan berhasil membuat pacu jantungnya naik beberapa oktaf.
“Muka kamu itu enak dipandang dalam keadaan apa pun. Merem cantik, saat melotot juga cantik, apalagi saat bibir kamu mengembangkan senyum. Kalo udah begini, aku benar-benar akan mempertahankan kamu sampai kapan pun.”
“Regan!” rengek Naila.
Kondisi hati Naila sudah tidak bisa ditenangkan lagi. Dia memujinya sangat berlebihan, oh, Tuhan! Sudah dapat dipastikan kedua belah pipinya berubah merah merona. Bukannya membaik, keadaan seperti ini membuatnya terus terperosok ke rengkuhan rasa malu tapi candu.
“Pipi kamu merona, aku suka,” goda Regan.
“Regan, plis!” rengek Naila, lagi.
Regan malah terkekeh, ia tahu bahwa kekasihnya ini sedang dalam mode baper atau malu. Regan baru sadar, Naila tidak mengetahui pekerjaannya sebelum jadian dengan Ninda. Playboy terhormat segudang umat yang tiada hentinya meminta Regan untuk menyejahterakan perasaan umatnya.
“Sekarang, buka mata kamu,” pinta Regan.
Awalnya Naila enggan untuk membuka matanya, ia masih sangat malu tapi membuatnya candu atas pujian-pujian Regan. Tapi, laki-laki yang sedari tadi memegang wajahnya terus mendesak sampai ia membuka matanya, meskipun dengan perlahan. Regan tersenyum manis ke arahnya, pelan-pelan tapi pasti dia mendekatkan bibirnya dan cup! Satu ciuman lepas landas di dahi Naila.
Kecupan yang bertahan selama lima detik itu, berhasil membekukan tubuh Naila. Apa yang sebelumnya mengusik pendengarannya tiba-tiba terasa hening, aliran darah yang melewati nadinya berdesir. Semua pergerakan yang sedang berlangsung di sekitarnya seolah berhenti sejenak, terhipnotis oleh kejadian manis nan romantis ini.
Selepas kejadian manis ini, Regan tersenyum merekah. “Kita akan menonton film drama komedi, aku tidak mau melihat kamu meneteskan air mata hanya karena film romantis. Aku juga tidak mau melihat kamu ketakutan hanya karena menonton film horor. Aku ingin kita tertawa bersama, bahagia bersama. I love you….”
Naila hanyut dalam ucapan Regan yang manis itu. “Love you too….”
Orang-orang yang berseliweran di supermarket ini memberikan tatapan aneh kepada mereka. Naila yang tersadar akan ini seketika tersipu, apa yang dilakukan oleh Regan kepadanya berhasil membuat dirinya terhipnotis.
“Gan, a-ayo!” Naila menarik tangan Regan yang malah mengumbar senyum saat mengetahui apa yang dilakukannya menjadi tontonan hangat oleh pengunjung di sini.
O0O