Regan, Rama, dan Gema semalam tidur pukul tiga pagi. Mereka saling berbagi tempat tidur di ranjang Regan. Sementara Ninda dan Risma tertidur pukul dua belas malam, dan sampai sekarang mereka semua belum terbangun masih larut dalam mimpinya masing-masing.
Sampai sinar mentari yang masuk melewati jendela yang dibiarkan tidak ditutup dengan gorden, membuat Gema menggelinjang dan kedua teman yang menghimpitnya mengenakkan posisinya. Perlahan, netra Gema tersingkap berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya yang memaksa masuk ke dalamnya.
Gema meraih ponsel yang tertera di balik bantalnya, seketika itu matanya terbelalak melihat jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Gema melompat dari tempat tidurnya membuat kedua temannya merengek, tanpa izin dulu Gema berlari pergi meninggalkan rumah Regan.
Sedangkan Ninda terbangun dengan sendirinya, pelan-pelan Ninda menyesuaikan penglihatannya dengan sekitar. Setelah itu, ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat selesai, ia terlupa sesuatu bahwa dirinya tidak membawa pakaian ganti ini pun pakaian yang kemarin, yang ia bawa jalan-jalan, dan tidur.
Berniat untuk membangunkan Risma, gadis itu telah terduduk dengan rambut sedikit acak-acakkan.
“Hm, Ris, kamu punya baju yang kebesaran enggak, yang penting pas di tubuh kakak,” ucap Ninda.
“Hm,” Risma tampak berpikir. “Kakak tunggu dulu di sini.” Risma berlalu keluar kamar meninggalkan Ninda yang hanya menggunakan handuk. Risma membuka kamar Regan, ia melihat kakaknya dan Rama masih tertidur. Matanya melayang menatap seisi kamar ini, mencari keberadaan Gema yang tidak ada di tempatnya.
Risma berjalan menuju kakaknya yang masih terlelap. “Kak?” usiknya hingga kakaknya terbangun.
“Apa?” tanya Regan dengan mata yang masih berat untuk ia buka.
“Kak Gema kemana, kok enggak tidur dengan kalian?” tanya Risma, membuat Regan menoleh ke sampingnya.
“Mungkin dia pulang duluan, kan sekarang ada turnamen GO,” jawab Regan yang tiba-tiba saja teringat tentang turnamen itu.
Risma menganggukkan kepalanya. “Kak, pinjam baju lengan panjang sama sweter dong, buat kak Ninda,” ujar Risma.
Regan baru sadar bahwa Ninda tidak membawa baju ganti, toh dia menginap di sini adalah acara mendadak. “Gih ambil sendiri, kakak masih ngantuk, kalo udah jam delapan bangunin ya, kita nonton bareng Gema turnamen.”
Risma hanya mengangguk kemudian melangkah menuju lemari Regan dan membawa baju kemeja biru dan sweter putih milik kakaknya. Setelah itu, ia kembali ke kamarnya.
“Itu baju siapa?” sambut Ninda.
“Kak Regan, nih pakai aja, enggak apa-apa kok. Hm, bawahannya kayaknya aku punya yang kegedean, nanti Kakak cek sendiri di lemari. Aku mau mandi dulu, gerah.” Risma melangkah masuk ke dalam kamar mandi
O0O
Tepat pukul sembilan pagi mereka berempat sampai di gedung di mana setiap turnamen game online selalu diselenggarakan di sini, termasuk sekarang ini. Gedung yang terletak di dekat persimpangan ini, telah dipenuhi oleh manusia-manusia para penikmat game online. Hampir setiap sudut ruangan ini dipenuhi oleh kelompok manusia baik untuk latihan atau berbagi informasi.
Setelah Regan dan Rama memarkirkan motornya di ruangan khusus, mereka berempat mulai memasuki gedung tersebut. Puluhan orang berderet di atas kursi khusus dengan headphone menghiasi kepala orang-orang tersebut. Gedung ini sangat gaduh oleh berbagai macam suara, mulai dari tembakkan, hingga teriakkan sesama tim.
“Si Gema di mana, ya?” tanya Rama.
“Coba telepon,” ujar Ninda, menatap Regan dan Rama.
“Kalo bisa video call, soalnya ini ruangan penuh banget,” tambah Risma.
Rama menatap dua cewek yang memang sangat minim dalam hal game online. “Ninda, Aris, kalo kita menelepon Gema bisa-bisa dia marah besar. Soalnya, itu bisa mengganggu ia berturnamen. Lagian kalo ditelpon dia gak bakalan aktif juga.” Rama menghela napas panjang setelah menjelaskan kepada Ninda dan Risma yang hanya dibalas oleh anggukkan tanda paham.
“Terus kita gimana?” tanya Ninda.
“Gini aja, mending kita sarapan aja dulu, di restoran yang ada di depan. Kalian lapar, kan?” kata Regan seraya menatap mereka bergantian.
“Ya udah ayo,” balas Risma, “Di sini berisik, dan pengap.”
Sebuah bangunan bergaya klasik menjadi ruang tunggu bagi mereka, selain itu perut mereka menggerutu memerintah tuannya untuk segera mengisi dengan asupan bergizi. Tempat ini cukup ramai pengunjung, entah ini efek karena sedang ada turnamen atau memang tempat ini sudah terkenal di kalangan penikmat rasa.
“Kira-kira ini turnamen selesai sampai jam berapa?” tanya Ninda.
“Mungkin jam dua belas, kayaknya tadi kita masuk baru mulai deh,” balas Rama.
Perempuan berpenampilan menarik menghampiri bangku mereka, dengan senyum ramah nan merekah perempuan itu menyodorkan dua daftar menu dan bersiap diri unruk mencatat pesanan mereka.
“Aku pesan ayam kumplit,” ujar Regan.
“Aku juga,” timpal Rama.
Perempuan itu menatap Regan dan Rama, kemudian beralih kepada Ninda dan Risma yang masih melihat-lihat menu makanan di sini. “Aku soto aja, minumnya es jeruk.” Ninda tersenyum ke arah pelayan itu.
“Aku juga soto, tapi minumnya jus mangga,” susul Risma yang diangguki oleh pelayan itu.
“Kalo kita minumnya es teh aja.”
Sebelum pergi pelayan itu menundukkan kepalanya sambil mengembangkan senyum kepada mereka. Suasana restoran ini semakin siang semakin ramai, beberapa menit setelah makanan mereka sampai suara sorakkan dari gedung itu membuat mereka menoleh. Beberapa orang keluar dari gedung itu, dengan rona puas.
“Selesai, kah?” gumam Ninda.
“Mungkin untuk ronde awal selesai, biasanya sampai lima ronde,” jelas Rama.
“Ini personal ya? Atau grup?” Lagi-lagi Ninda meluapkan rasa penasarannya, toh dia tidak pernah tertarik dengan game online, walaupun di luar sana tidak sedikit wanita yang juga menggilai game online yang akhir-akhir ini diperlombakan.
“Grup, Gema itu memiliki banyak grup game online, jadi kalau nanti lihat Gema di sini berkumpul dengan banyak orang, mungkin itu keluarga mereka.” Rama menyeruput es teh, setelah saus yang ia makan terasa mengendap di kerongkongannya.
“Lalu kenapa Kak Rama nggak ikutan? Kak Regan juga kenapa enggak ikutan?” Kini Risma yang melontarkan rasa penasarannya.
“Kak Rama enggak keren-keren amat bermain game online, grup game online pun nggak ada,” jawab Rama dengan kekehan di ujung kalimatnya.
“Kalo Kakak kenapa?” Tatapan Risma beralih ke Regan yang terlihat kalem dengan makanannya.
“Terlalu tampan untuk ikut kek ginian, jadi di diskualifikasi. Ditakutkan penonton perempuan yang nonton di gedung teriak-teriak dan membuat tidak fokus pemain lainnya, ya udah.” Ucapan Regan berhasil mengundang tatapan Rama juga Ninda, bahkan Rama hampir tersedak dengan jawaban aneh temannya itu. Sementara Ninda, berdecih sambil menggelengkan kepalanya.
“Kamu enggak usah marah, Nin. Ya begini nasibnya kalo pacaran sama orang tampan kayak aku,” kata Regan membuat Risma dan Rama terkekeh, sedangkan Ninda menampakkan giginya tanda sebal kepada kekasihnya.
Mereka melanjutkan acara makannya, sampai Risma terbelalak melihat Gema keluar dari gedung itu dengan orang-orang, mungkin mereka teman game online yang disebutkan oleh Rama.
“Itu Kak Gema,” seru Risma membuat ketiganya menoleh bersamaan menembus jendela yang berada di samping bangkunya.
Ketiganya segera beranjak, setelah tergesa-gesa menghabiskan sisa makanannya. Rama, Ninda, dan Risma pergi menghampiri Gema, sedangkan Regan membayar terlebih dahulu pesanannya. Selebihnya, mereka berkumpul di atas gedung sambil menikmati kesiur angin yang berlalu.
“Wah, keren kalian hadir, gue kira kalian bakal kerek sampai sore.” Gema tertawa kecil sambil duduk di kursi yang tersisa di sini.
Mereka baru mengetahui ternyata atas gedung ini dijadikan tongkrongan seperti ini, dan semua kursi yang berada di sini terisi penuh. Sembari mengobrol hilir mudik, mereka menikmati pergerakan kendaraan yang lambat yang disebabkan pengguna kendaraan bertambah pesat.
“Gimana sukses, Kak?” tanya Risma.
Gema menganggukkan kepalanya senang. “Tiga ronde lagi menuju final,” jawab Gema.
Di tengah kebersamaan mereka, tiba-tiba sosok perempuan cantik, rambutnya sebahu, dengan jaket jeans mendekati mereka. Mungkin asing di mata Regan, Ninda, Rama, apalagi Risma, tapi, Gema sepertinya sudah sangat kenal dengan sosok itu.
“Halo El?” sapa Gema. “Silakan duduk.” Gema mempersilakan gadis yang disapa El, duduk di tengah-tengah mereka. “Ini adiknya teman gue, namanya Elfina Rosa. Dia seumuran sama kita-kita, tapi dia sekolah di SMK dan kerja di media cetak setiap sabtu minggu,” jelas Gema.
“Hai, Kak, aku Risma,” sapa Risma ramah.
“Gue, Regan, ini pacar gue namanya Ninda. Dan Risma ini adik gue, dan yang itu jomblo,” kata Regan, seraya menunjuk Rama saat kata jomblo terucap.
“Apaan sih, nama gue Rama,” kata Rama seraya tersenyum ramah sebelum akhirnya memberikan tatapan tajam kepada Regan.
“Hai, nama gue Elfina Rosa, kalian bisa panggil gue El,” kata Elfina, menatap satu persatu orang-orang yang duduk sebangku dengannya.
“Kak El, masih sekolah tapi sudah kerja di media cetak? Keren,” puji Risma.
Pertanyaan Risma mewakili pertanyaan yang lainnya, yang juga takjub dengan kehidupannya.
“Iya, lumayanlah daripada gabut di rumah mending kerja aja, dapet duit,” balas Elfina santai. “Ge, bisa nggak malam ini lo datang ke rumah gue? Buat Q and A, kemarin gue udah buka sama si Saga dan kawan-kawan, nah sekarang giliran juara kedua, besok si Stev. Mau gak?”
“Gila, ada Q and A segala, sombong nih, emang banyak ya yang nanya sama si Gema?” timpal Rama.
“Mungkin di GHS gak populer kayak Regan, tapi di dunia GO gue famous,” balas Gema dengan lagak sombong.
“Jadi gimana?” tanya Elfina.
“Oke, gue udah gak sabar sama fansclub GEGANA.”
Ketiga teman Gema memalingkan wajahnya merasa muak dengan ucapannya itu, tapi mungkin memang fakta jika grup gamenya menjadi sorotan banyak orang karena prestasinya. GEGANA itulah nama grup gamenya, yang merupakan singkatan dari personil. Gema, Evans, Gilang, Arka, dan Naga.
O0O