Sepulang sekolah Regan mengajak Ninda untuk belanja keperluan untuk acara kemah nanti. Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya. Keduanya berjalan memasuki supermarket yang begitu ramai pengunjungnya. Berada di antara ribuan manusia yang berseliweran di sini, Regan menggenggam erat tangan Ninda. Sementara itu, pacarnya hanya menurut saja.
Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah toko pakaian. Ninda berjalan cepat menghampiri setiap deretan baju, apalagi di antara baju-baju tersebut berdiri gagah tanda diskon. Ninda semakin gencar memilih pakaian yang akan dibelinya, dan Regan hanya menggelengkan kepalanya menyapu deretan sepatu keren yang di susun rapi di sana.
“Gan!” Regan menoleh, “Bagus, enggak?” Ninda menempelkan gaun putih selutut di tubuhnya.
Regan mendekati pacarnya dan berjalan mengelilingi tubuh gadis itu. “Hm.” Regan tampak berpikir, dan Ninda melihat tingkah Regan bak desainer ternama membuatnya sedikit sebal.
“Bagus, tapi harganya yang gak bagus,” cetusnya, membuat Ninda memukul bahu pacarnya itu, jengkel. “Iya, bagus. Cobain gih di kamar pas,” sambung Regan, membiarkan gadis itu melongos begitu saja.
Regan memutar tubuhnya menatap kamar pas yang digunakan Ninda. Tangan kanannya sudah sedia dengan tampilan siaran langsung di Instagram. Hanya perlu hitungan detik, lebih dari lima puluh orang bergabung di akun spesialnya.
Tak perlu menunggu lama, pujaan hatinya keluar dengan gaun yang sangat cantik dan pas di tubuh Ninda. Melihat aksinya seperti itu, Ninda memasang ekspresi sebalnya, tapi Regan berhasil menggodanya dan membuat Ninda melakukan beberapa gaya di depan kamera ponselnya.
“Perkenalkan ini Ninda Megantara, pacar gue yang tersegalanya. Cantik, kan? Btw, gaun yang dipake pacar gue buat nanti preweed,” celetuk Regan, membuat pacarnya melambaikan kedua tangannya sambil berseru bahwa apa yang diucapkan Regan hanya candaan.
Setelah dikira pas dan dibuat jatuh cinta dengan pakaian tersebut Ninda segera memasukkannya ke tas jinjing. Dan kembali memilih pakaian lainnya, sampai ia berhasil mendapatkan tiga baju dan satu sweter. Sementara Regan tidak membeli apa-apa, katanya tidak ada yang menarik selain dari wajah pacarnya. Gombal terus!
Setelah puas beburu pakaian, Ninda menarik Regan untuk ikut belanja kebutuhan perutnya saat kemah nanti. Regan memasukan dua kap mi, satu pak kopi dan teh, terakhir camilan.
Saat bel tanda jam istirahat berakhir tadi, Rama segera mendaftar apa yang harus dipersiapkan untuk kemah nanti. Semua benda-benda yang termasuk daftar telah Regan dan Ninda lengkapi hari ini. Selesai berbelanja makanan, Ninda kembali menuntun Regan ke lantai tiga hanya untuk bermain game di sana.
Permainan basket yang pertama kali mereka taklukan, dan berhasil mewadahi karcis untuk ditukarkan. Setelah itu mesin penjepit boneka, dan tidak ada satu pun dari tiga kali percobaan yang memenangkan boneka di mesin tersebut. Dan yang terakhir, Ninda menantang Regan untuk berduel di atas papan dance.
“Kalo kamu kalah, kamu harus nurut apa yang akan aku lakukan padamu,” tantang Ninda.
“Kalo kamu kalah, kamu juga harus nurut sama aku. Apa pun yang aku suruh,” balas Regan lalu saling mengaitkan jari kelingking.
Permainan di mulai. Baru beberapa detik, Regan sudah kewalahan dengan permainan ini sementara Ninda sudah tertawa penuh kemenangan. Hingga akhirnya Ninda berseru senang saat permainan itu berhasil ia menangkan. Regan pasrah saja.
“Yey! Aku menang!” seru Ninda sambil mengacungkan kelingkingnya. “Oke sekarang kita fotobox.”
Keduanya beranjak dari ruangan yang sangat gaduh itu menuju di mana fotobox berada. Begitu menemukan tempat itu, Ninda segera mengobrol panjang lebar kepada penjaganya. Regan menyimpan barang belanjaannya dan tasnya di dekat sang penjaga fotobox. Awalnya Regan sangat nyaman, sampai saat ini Ninda belum memberikan hukuman apa pun selain memamerkan beberapa gaya di dalam box tersebut.
“Karena kamu kalah, waktunya ekspedisi!” serunya.
Sebelumnya Ninda keluar dari box tersebut dan membawa dompet yang diisi dengan barang-barang kecantikan. “Hukumannya, wajah kamu akan aku make over. Kamu enggak usah bantah.” Ninda menempelkan jari telunjuknya di bibir Regan saat laki-laki itu hendak berbicara.
Ninda memulai dengan memberikan bedak halus di wajah Regan, kemudian pensil alis Ninda tuntun di alis Regan. Sekarang Regan hanya bisa pasrah membiarkan cewek pujaannya itu merias wajahnya sesuka hati. Tak terasa, kini Ninda telah memoleskan lipstik di bibirnya.
“Udah?”
Ninda mengangguk. Kemudian Ninda dan Regan kembali memajangkan posenya, mulai dari yang formal dan foto jenaka sebagai penutup dari rangkaian kegiatan di fotobox. Begitu selesai, Ninda kembali membersihkan make up dari wajah kekasihnya menggunakan tisu basah.
Sambil beristirahat, mereka membuka beberapa camilan dan satu minuman yang dibelinya tadi. Merasa cukup untuk beristirahat, Ninda mengajak Regan untuk masuk ke toko buku terlebih dahulu. Ninda kepengin membeli buku baru dari penulis favoritnya.
“Kamu enggak beli buku juga, Gan?” tanya Ninda.
“Enggak. Enggak suka baca,” jawab Regan jujur.
Ninda berlalu menuju rak buku yang diisi dengan genre fiksi, sementara Regan hanya melihat-lihat saja. Namun, matanya tiba-tiba tertarik oleh buku diari bersampul hitam di sana. Regan mengedarkan tatapannya, terlihat Ninda begitu sibuk dengan buku-buku fiksi di sana. Entah apa yang mendorong pikirannya untuk membeli buku diari tersebut, tentunya tanpa sepengetahuan Ninda.
“Gimana, udah dapat bukunya?” tanya Regan.
“Udah, kamu enggak tertarik gitu dengan buku-buku di sini?” Ninda kembali melontarkan kalimat serupa kepadanya.
Regan menggeleng. Toko buku menjadi akhir kisah hari ini, sekarang mereka dalam perjalanan pulang. Selain waktu telah menunjukkan pukul enam petang, sungguh tidak baik anak seusianya berkeliaran sampai malam hari dengan menggunakan seragam sekolah. Yang jelas-jelas menimbulkan tudingan pedas dari orang-orang sekitar.
“Selamat malam, Nin. Love you!” pamit Regan setelah sampai mengantar Ninda ke depan rumahnya.
“Dah, love you too, hati-hati di jalannya.”
O0O