Loading...
Logo TinLit
Read Story - SORRY
MENU
About Us  

POV KALE

Gue melangkahkan kaki keluar rumah dengan tergesa. Suntuk parah kalau terlalu lama di dalam rumah. Pak Uus, pria berusia 36 tahun yang menjabat sebagai satpam, segera berlari untuk membukakan pintu gerbang. Helm pink udah. Sip!” kata gue pada diri sendiri lalu mengeluarkan motor Ninja hitam. Senyum gue mengembang membayangkan Venya memakai helm ini nanti. Rencananya dia mau gue ajak jalan sore nanti.

“Pagi, Mas,” sapanya. Dia masih tampak mengantuk lantaran menonton siaran bola semalam di posnya. Ya, gue jelas tahu. Karena gue bisa mengintip keberadaannya dari jendela kamarku di atas.

“Seru banget kayaknya tuh siaran bola,” ledek gue.

“Eh, kok tahu, Mas?” Dia menggaruk-garuk kepalanya sambil cengengesan. “Iya, Mas. Tapi Indo kalah.” Pundaknya merosot, sedih. “Enggak bareng Bapak lagi, Mas?”

Aku tertawa garing. “Enggak, Pak. Papa masih tidur kayaknya. Pak Uus lanjutin tidur aja. Oh ya, entar kalo ada yang nyariin aku, bilang aku minggat.”

“Lho, minggat kok bilang-bilang?”

“Eh, iya ya, kok aku pake ngasih tahu Pak Uus?” Gue merasa bingung sendiri. “Ya udah deh, aku tarik lagi. Belum lima menit, kan?” Tawa gue pecah setelahnya, sedangkan lelaki yang masih menggunakan sarung dengan kaos oblongnya di hadapan gue itu hanya melongo. “Pak Uus belum konek, nih. Ya udah, aku jalan!”

Gue sengaja mengegas lebih dalam agar suara deru motornya terdengar sampai ke dalam rumah, lalu meninggalkan rumah. Muak sudah gue dengan kelakuan Mama Papa yang enggak jelas juntrugannya. Apalagi kalau bukan karena uang, jabatan, dan kehormatan. Itu saja yang yang mereka pikirkan.

“Jangan lupa pulang!” teriak Pak Uus lagi.

Cih, siapa yang peduli dengan keberadaannya sekarang kalau semuanya itu dinilai oleh uang? Apa yang harus gue lakukan agar orang tua gue itu enggak melihat gue kayak pajangan rumah yang harus nurut diletakin di mana?

Oh, tentu enggak hanya itu saja. Tadi malam, tiba-tiba Papa bilang kalau dirinya telah menjodohkan gue dengan anak teman baiknya di kantor. Dia sempat menunjukkan foto anak temannya itu, tapi gue enggan melihatnya. Gue langsung meninggalkan ruang makan dan masuk ke kamar.

Klise. Itu yang biasa terjadi di lingkungan orang kaya, kan? Perjodohan? Enggak! Gue enggak mau! Gue ingin bebas. Seperti kata Aluna, cewek yang mengisi hari-hariku setiap saat di sekolah. Hanya dia yang bisa membuat gue tersenyum dan penasaran sekaligus.

“Gue pengen bebas, Le, selagi masih bisa melihat dunia,” kata Aluna di pesta ulang tahunnya beberapa bulan lalu. Waktu itu gue iseng saja menanyakan bagaimana kalau suatu saat dia tiba-tiba dijodohkan. Sebelumnya gue pernah mendengar omongan Papa dengan seseorang di telepon di ruang kerjanya tentang perjodohan, membuat gue semakin tak betah di rumah.

Gue membunyikan klakson beberapa kali tepat di depan Aluna karena cewek itu tampaknya menggunakan volume penuh untuk mendengarkan lagu dari ponsel. Gue menggelengkan kepala, heran dengan Aluna. Bisa-bisanya setelah menghilang dua hari tanpa kabar, tiba-tiba sudah di sini, bersandar di tiang parkiran dan menunggunya. Tetapi pada akhirnya tadi malam Aluna membalas belasan chat WhatsApp, membuat gue lega.

Gue lepas headset Aluna usai memarkirkan motor. “Selamat pagi, Na,” sapa gue. “Long time no see.”

“Lebay lo. Bilang aja kangen sama gue!” Aluna mulai melangkah menuju gerbang sekolah.

“Eh, Venya mana ya?” tanya gue. Pandangan gue tertuju pada kelas 11 IIS D di lantai dua.

“Yeuu... tadi malam nyari-nyariin gue, tapi sekarang yang dicariin malah yang lain,” gerutunya. “Lagian juga mana gue tahu. Lo kan yang suka sama dia, harusnya lo tahu jadwal-jadwalnya dong.” 

Dari arah tangga, gue menangkap sosok yang tadi gue cari. “Lo ke kelas duluan, Na. gue mau ketemu Venya.” Setelah berkata demikian, aku pun berlari menghampiri cewek berambut panjang kecokelatan itu. “Eh, Venya. Baru aja diomongin. Panjang umur berarti.”

“Hai, Kale.” Venya menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Pipinya memerah karena tersipu malu. Cantik banget, Tuhan!

“Nya, temenin gue makan yuk! Belum sarapan, nih.”

Venya mengangguk, lalu kami langsung berjalan bersisian. Enggak lupa lupa gue menyampaikan niat untuk mengajaknya jalan sepulang sekolah nanti. Tetapi sebelumnya  gue berbasa-basi dulu.

“Nya, gue punya tebak-tebakan. Jawab, ya.”

“Emangnya lo mau kasih gue apa kalo bisa jawab?”

“Ng..., gue mau ngajak lo jalan, gimana?”

Okay. Tapi jangan yang susah-susah, ya. Nanti gue malah enggak diajak jalan sama lo.”

Gue mengangguk-angguk. “Gampang, kok. Siap, ya! Nih, negara, negara apa yang hilang?”

Venya mengernyit. “Hah? Emang ada yang hilang? Kok gue enggak tahu?”

“Serius amat, Nya.” Gue terkekeh.

“Ih, malah diketawain.” Venya duduk di salah satu kursi di meja terdekat. Gue pun ikut duduk di sampingnya. “Serius, Le, emang ada?”

“Kan ada.” Gue tergelak lagi sampai perut gue sakit sendiri.

Venya mendengkus. “Jawabannya apa, Kale? jangan bikin orang bete deh.” Dia melipat tangannya di atas meja.

“Ya itu jawabannya, KAN-ADA.” Gue kembali tertawa, sedangkan Venya melayangkan tatapan geram. Tetapi suara tawa itu lenyap ketika ponsel gue bergetar. Mama menelepon. “Bentar ya, Nya. Nyokap nelpon.”

“Oh, silakan.”

Gue beranjak dari kantin dan berjalan agak jauh, lalu dengan malas gue mengangkatnya, “Iya, Ma. Kenapa?”

“Kale, dengerin Mama.”

“Aduh, apaan lagi sih, Ma? Udah mau masuk, nih.”

“Kamu harus nerima perjodohan ini.”

“Untuk apa, Ma?” Gue benar-benar jengah dengan masalah ini.

“Ini semua demi masa depan kamu, Kale.”

“Masa depan?” Gue mengusap wajah, frustrasi. “Pokoknya aku enggak mau dijodohin!”

Ponsel langsung gue matikan, lalu berjalan tergesa menuju kelas. Persetan dengan masa depan. Ini hidup gue! Dan ini urusan gue dengan Tuhan. Mereka tidak berhak memaksa gue. 

“Ah, basi!” umpatan gue belum selesai juga setibanya gue di kelas. Sebenarnya kenapa sih anak yang selalu dijadikan korban orang tuanya? Gue berhak dong menentukan bagaimana kelak masa depan gue nanti. Yang jalanin kan gue, bukan mereka.

“Ini orang kenapa lagi, sih?” Gema bersedekap. Dia tengah duduk di atas meja, belakang meja Aluna.

“Pokoknya gue enggak mau dijodohin! Titik!” Gue banting tas selempang hitamnya ke atas meja Aluna.

“Kenapa, sih?” tanya Aluna. “Lo enggak jadi sarapan sama Venya? Tadi ada yang semangat banget lho padahal ketemu Venya sampe gue dilupain.”

“Oh iya, lupa! Venya gue tinggal di kantin.” Bukannya kembali ke kantin, gue malah duduk di atas meja Aluna, dan mengambil potongan roti dari dalam kotak bekal Aluna.

“Baru tahu gue, cowok ninggalin cewek yang dibucinin.” Javier tertawa, membuat gue ingin menimpuknya dengan kotak bekal Aluna. Sayangnya kotak bekalnya masih utuh, jadi enggak mungkin. 

“Ah, diem aja lo!”

Javier terkekeh. “Ya udah. Terserah. Mending ngomong sama Una. Ya enggak, Na?” Dia memainkan alisnya naik-turun.

“Lo pingsan kenapa? Anak-anak pada rame ngomongin lo pas gue balik.”

Mendengar pertanyaan Gema, membuatku berpaling ke arah Aluna.

“Ah, iya itu,” sambung Javier, “kata Bokap, ada anak dari sekolah sini yang dia tanganin.

“Oh, itu bokap lo.” Aluna menghela napas. “Kemarin tiba-tiba nyesek banget abis nyemplung dada gue terus pingsan deh.”

“Eh, lo kenapa? Kok gue enggak tahu?” tanya gue. Gue benar-benar enggak mengetahuinya. Karena saat itu gue ... gue ke mana, ya? “Eh, kemarin gue ke mana, Gem, Vier?”

“Lo nemenin Venya ke fotokopi buat ngambil tugasnya dia,” sahut Javier, acuh tak acuh.

“Gimana, Gem, kemarin ngapain dipanggil ke ruang kepsek?” Aluna beralih topik. Dia sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. “Perasaan lo enggak bikin masalah deh.”

“Oh, itu. Cuma ngomongin tentang lomba renang bulan depan, kok.”

Aluna mengeluarkan botol minumnya dari tas, lalu berusaha membuka tutup botolnya. Maka segera gue rebut botol minum itu darinya, “Sini, gue yang bukain.”

Aluna enggak mengacuhkan gue. Tatapannya mengarah ke Gema, tapi dia memberikan botol minumnya pada gue. “Pak OR enggak ada emangnya sampe Pak Kepsek yang harus nyampein ke lo?”

“Heh, Pak OR, Pak OR, enggak sopan lo, Na!” omel Javier.

Aluna terkekeh dan memasang wajah enggak bersalahnya. Gue pun mengulurkan botol air mineral padanya, “Nih, Na, minum.”

“Makasih, Lele,” katanya ke arah gue, lalu dia melanjutkan perkataannya, “Tapi bener kan Pak Abu itu guru olahraga. Enggak salah dong gue.”

Gema menggeleng-gelengkan kepala. “Butuh jawaban dari gue enggak, nih?” Dia memijit pelipisnya. “Enggak usah kayaknya.”

“Dih, gitu.” Aluna mendelik. “Oh, gue inget bulan depan itu yang lomba renang antar sekolah itu ya? Ah, gue sih yakin lo menang. Badan kan udah oke banget tuh kayak bodyguard gue pas jalan bareng.”

Salah satu prestasi Gema adalah menyandang atlet renang. Dia pun semenjak ditunjuk sebagai perwakilan SMA Extraordinary, menjadi agak sibuk karena harus latihan. Sedangkan aku ... apa kesibukanku selain jadi bucinnya Venya, dan cabut dari sekolah? Oh iya, cabut!

“Eh, cabut aja yuk! Males nih gue,” kata gue.

“Ogah amat,” sahut Javier. “Terakhir gue ikut cabut sama lo, nilai ulangan akuntansi gue ancur. Lo tahu kan gue lemah banget dihitung-hitungan. Emangnya lo tanggung jawab? Enggak, kan?”

Gue hanya bisa cengengesan. Faktanya  memang gue enggak bisa menaikkan angka enam jadi sembilan di kertas ulangan Javier.

“Kalo adu debat sama logika, ayo deh cabut. Karena gue bisa,” sambung Javier. Dia menaik-turunkan alisnya lagi.

“Aneh. Bokap lo kan dokter, kenapa anaknya lemah hitung-hitungan?”

Javier tersenyum miris. Sepengetahuan gue, semenjak kepergian ibunya ketika kenaikan kelas 10, dia menjadi malas belajar kecuali di sekolah. Sedangkan ayahnya sibuk di rumah sakit. Sebagai anak tunggal, mungkin dia merasa kesepian. “Lo nyindir gue, Le? Awas lo, ya. Gue bakal buktiin nilai matematika gue di atas lo pas ulangan nanti.”

Gue ikut-ikutan menaik-turunkan alisnya. “Oke. Gue tunggu!”

“Gem, ajarin gue. Please....” Javier memohon pada Gema untuk mengajari gue.

“Ya udah entar pulang sekolah.”

“Ng... Guys, gue pinjem Kale-nya bentar, ya,” kata Aluna. []

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 3 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (39)
  • athayaaazhf

    Gema pengingat yg baik emang. Gak kek kale πŸ˜—πŸ˜…

    Comment on chapter BUKU HARIAN UNA (BH 4)
  • athayaaazhf

    Ahh sad banget part ini 😭

    Comment on chapter 11. SATURSAD
  • athayaaazhf

    Uhuhuu iya biar mereka gak tau

    Comment on chapter BUKU HARIAN UNA (BH 3)
  • athayaaazhf

    Dari khawatir jadi memahat hati πŸ˜… mudahΒ²an beneran ya, le 😁

    Comment on chapter 10. PAHAT HATI
  • athayaaazhf

    Wahh goodluck, una πŸ₯°πŸ˜š

    Comment on chapter 9. PERMINTAAN
  • athayaaazhf

    Keputusan buat left grup itu udah bener sih menurutku. Daripada dicecar ya kann πŸ₯Ίβ˜Ή

    Comment on chapter 8. KAKAK KELAS
  • athayaaazhf

    Hahahaa kale tu pasti πŸ˜†πŸ˜‚

    Comment on chapter 8. KAKAK KELAS
  • athayaaazhf

    Pada ngeselin emang nih ☹

    Comment on chapter 7. KESAL!
  • athayaaazhf

    Kan kann ketahuan πŸ˜—πŸ€”

    Comment on chapter 6. BEKAL KALE
  • athayaaazhf

    Una diculikkk πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter 5. PERIHAL KARA
Similar Tags
Jelita's Brownies
4335      1639     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Salon & Me
4365      1339     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
Lullaby Untuk Lisa
5779      1667     0     
Romance
Pepatah mengatakan kalau ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tetapi, tidak untuk Lisa. Dulu sekali ia mengidolakan ayahnya. Baginya, mimpi ayahnya adalah mimpinya juga. Namun, tiba-tiba saja ayahnya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu, ia menganggap mimpinya itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekalig...
Story of April
2610      926     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Bee And Friends 2
3183      1070     0     
Fantasy
Kehidupan Bee masih saja seperti sebelumnya dan masih cupu seperti dulu. Melakukan aktivitas sehari-harinya dengan monoton yang membosankan namun hatinya masih dilanda berkabung. Dalam kesehariannya, masalah yang muncul, ketiga teman imajinasinya selalu menemani dan menghiburnya.
Hujan Paling Jujur di Matamu
9266      2091     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...
Call Kinna
7191      2307     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
My Dangerious Darling
4837      1793     3     
Mystery
Vicky, mahasiswa jurusan Tata Rias yang cantik hingga sering dirumorkan sebagai lelaki gay bertemu dengan Reval, cowok sadis dan misterius yang tengah membantai korbannya! Hal itu membuat Vicky ingin kabur daripada jadi sasaran selanjutnya. Sialnya, Ariel, temannya saat OSPEK malah memperkenalkannya pada cowok itu dan membuat grup chat "Jomblo Mania" dengan mereka bertiga sebagai anggotanya. Vick...
Manuskrip Tanda Tanya
5759      1734     1     
Romance
Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui karya yang diasuh sedemikian rupa agar menjadi sempurna. Sayangnya, rasa gembira itu mendadak berubah menjadi serba salah ketika Bu Maya menugaskan Katya untuk mengurus tulisan pengarang t...
Buku Harian Ayyana
27462      5158     6     
Romance
Di hari pertama masuk sekolah, Ayyana udah di buat kesel sama cowok ketus di angkatannya. Bawaannya, suka pengen murang-maring terus sama cowok itu! Tapi untung aja, kehadiran si kakak ketua OSIS bikin Ayyana betah dan adem tiap kali dibuat kesel. Setelah masa orientasi selesai, kekesalan Ayyana bertambah lagi, saat mengetahui satu rahasia perihal cowok nyebelin itu. Apalagi cowok itu ngintilin...