Read More >>"> The Last Blooming Flower (Sejumput Harap) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Last Blooming Flower
MENU
About Us  

“Selamat datang!”

Sora menyeru seketika ada calon pelanggan datang memasuki kedainya. Ia melihat seorang laki-laki jakung dalam balutan kemeja hitam panjang dan celana bahan corduroy masuk ke kedai. Pandangannya cingak-cinguk, seperti sedang berusaha membaca ruang dan situasi. Tidak berekspresi. Tidak ada senyum formalitas. Tidak ada kata. Lelaki itu hanya diam berjalan mendekati Sora di balik meja kasirnya. Menatap wanita itu dalam-dalam, seakan ingin membaca sesuatu yang tak tertulis di wajah Sora.

Sora hanya mengernyitkan alis. Bukan pelanggan aneh yang pertama ia lihat sepanjang kariernya menjadi penjual bunga. Sora berusaha tetap tenang dengan senyum semringah yang ia paparkan.

 “Ada yang bisa saya bantu?” tanya Sora sesaat kemudian. Ia merasa tatapan lelaki itu padanya sangat tidak wajar. Tatapan tajam yang tersirat banyak hal. Salah satunya tanda tanya besar. Dibalut dengan raut wajah datar yang masih saja membuat Sora kebingungan.

Pria yang tak lain adalah Darren itu langsung menoleh ke atas etalase. Menunjuk buket bunga mawar yang dipajang di atas etalase.

“Saya mau beli ini,” ucap Darren.

Sora segera beranjak dari tempatnya untuk mengambil buket bunga mawar merah bercampur putih yang ia susun di etalase. Sembari itu ia bergumam, “Buket ini baru saja saya rangkai. Jadi bunganya masih sangat segar. Kalau ditaruh di dalam vas berisi air dingin bisa bertahan sampai sepuluh hari.”

Buket mawar itu telah ada di genggaman Sora. Ia lantas menghadap Darren dan lanjut bertanya, “Ada lagi yang bisa saya bantu?”

Selama lima belas detik lelaki itu bergeming menatap kedua mata Sora yang memancarkan warna seperti kelopak mawar yang ia genggam. Sementara Sora masih diam menunggu responnya, Darren perlahan merogoh saku celana. Menarik keluar jam saku klasik lengkap dengan liontin kalung yang terpaut bersamanya.

“Kamu tahu benda ini?” tanya Darren pelan.

Kening Sora mengernyit sepintas melihat jam saku di genggaman Darren. Tidak ada yang aneh dari jam saku itu. Bentuknya tak serupa jam saku dalam film HarryPotter atau yang dimiliki Jack Skellington dalam film The Nightmare Before Chrismast. Jam saku itu bewarna perak dengan lambang trisula yang menggambarkan tiga aspek dasar dalam ilmu psikologi: id, ego, superego.

Sora hanya tahu sejauh itu. Tak mengetahui lebih detil tentang simbol-simbol yang mengelilingi lambang psikologi pada tutup permukaan jam saku perak yang diikat bersama sebuah liontin emas.

Ah! Benar. Liontin itu.

Kedua matanya terbelalak. Liontin hati berbentuk emas yang begitu ia kenali itu terikat bersama jam saku yang disodorkan lelaki ini. Siapa dia sebenarnya?

Sora buru-buru meletakkan buketnya ke atas meja. Merebut liontin hati itu dari genggaman Darren. Membuka kedua sisi liontin yang terkatup. Di sana terlihat foto seorang gadis kecil yang tersenyum dengan gigi ompongnya, dan seorang anak lelaki yang tak lain adalah Sora dan Ian di masa kecil.

Kerinduan yang tak terbendung untuk sesaat membungkam mulutnya. Sora menangis diiringi segala rasa yang membuncah di tengah keningnya.

“Ini ... bagaimana bisa ada padamu?”

Ia hanya bisa menggumamkan pertanyaan dengan suara yang bergetar. Jantungnya berdebar tak karuan. Ia tidak tahu apakah yang ia genggam ini adalah sebuah harap baru ataukah akhir dari harapnya. Sora ketakutan. Bola matanya bergetar cemas, mewanti-wanti bagaimana benda milik kakaknya ini bisa jatuh ke tangan laki-laki asing. Atau jangan-jangan....

“Mas Ian....”

Pandangan Sora lantas mendongak. Ia menatap Darren yang masih bergeming di tempatnya. Memandangi wajah lelaki itu seakan melihat harta karun paling berharga yang tersembunyi jauh di bawah samudera.

Air mata mengiri bola mata Sora yang berseri menatap Darren. Sungguh tiada kata yang bisa ia ucap. Kakak yang ia nanti selama dua puluh tahun telah kembali. Kepercayaan itu menuntun Sora memeluk tubuh Darren erat-erat. Meluapkan kerinduan dan dukanya yang telah berlangsung lama.

“Mas Ian! Aku tahu suatu saat kamu bakal kembali. Aku menunggu kamu selama ini. Kami semua menunggumu pulang. Mas Ian, aku tahu selama ini kamu masih hidup sehat di suatu tempat. Aku tahu kamu akan kembali....”

Rentetan kalimat itu tersela dengan Darren yang langsung mendorong tubuh Sora menjauh dari tubuhnya. Lelaki yang sejak tadi berdiri tanpa emosi seperti makhluk robotik itu kini memperlihatkan sisi lainnya. Napasnya yang tersenggal. Dadanya yang naik turun seiring napas berat yang menghajarnya. Ditambah raut wajah panik yang terasa canggung di mata Sora.

“Mas Ian....” Sora memanggil.

“Aku bukan orang yang kamu cari.”

Darren kembali memotong perkataan Sora di sela napasnya yang masih tersenggal. Seakan tak mau terjebak dalam situasi ini terlalu lama, Darren mengeluarkan selembar uang seratus ribuan. Meletakkan uang itu ke atas meja kasir dan mengambil buket mawar yang tadi hendak ia beli.

“Aku cuman mau beli ini.”

Lelaki itu segera keluar kedai dengan tergesa-gesa. Menghilang dari hadapan Sora yang masih terpegun di tempatnya. Ia masih berusaha mencerna kejadian tak terduga yang baru saja dihadapinya ini.

Tetapi Darren melupakan satu hal. Liontin itu masih ada di genggaman Sora. Ia lupa membawanya.

Pandangan Sora turun menatap foto ia dan kakaknya di dalam liontin hati itu. Senyum mereka yang merekah dalam foto kecil itu seakan mencerahkan sesuatu di benak Sora. Entah bagaimana ia amat yakin bahwa lelaki yang baru saja datang adalah kakaknya yang telah lama hilang. Kakak yang ia cari selama dua puluh tahun ini. Yang entah bagaimana muncul kembali di hadapannya sebagai sosok yang amat berbeda.

Derit pintu memecahkan lamunan Sora tentang sosok lelaki yang membawa liontin kalung kakaknya. Seorang perempuan dua puluh tahu muncul di hadapan Sora. Gadis berambut hitam pendek dengan gaya pakaian casual-nya. Ia adalah Mina, pegawai paruh waktu Kedai Bunga Peony. Yang baru menyelesaikan kelas perkuliahannya dan tengah bersiap melakukan pekerjaan paruh waktunya di Kedai Bunga Peony.

“Mbak Sora!”

Suara Mina terdengar lantang di telinga Sora. Wanita yang masih terpegun itu spontan menolehkan kepalanya menatap kedatangan Mina.

“Ada apa, Min?” jawab Sora.

“Itu, ada yang manggil Mbak di belakang,” ucap Mina setengah kebingungan sambil menunjuk ke ambang pintu belakang. Ke arah Gavin yang datang membawa segenggam tangkai bunga tulip putih lengkap dengan kostum berkebun milik Sora. Gadis muda itu tampak bingung melihat sosok lelaki asing ada di rumah kaca Sora.

Napas Sora terhela pendek. Kejadian tak terduga yang baru dialaminya seakan membius semua indra Sora. Wanita itu tidak mendengar Gavin yang sedari tadi memanggilnya di belakang.

“Oh, Mas Vin, maaf aku nggak denger.”  Sora berjalan menghampiri Gavin sambil menyadarkan kembali dirinya yang tak bisa fokus ini. Melihat lelaki itu yang tampak kebingungan dengan segenggam tulip yang baru dipetik.  “Mina, tolong jaga kasir ya. Aku mau nyiapin pesanan buket buat pesta ulang tahun nanti malam.”

“Okey, Mbak.”

“Oh ya, tadi ada yang beli buket bunga mawar. Uangnya seratus ribuan di atas meja. Tolong catat, ya.”

“Hm.”

“Ada apa, Ra?” Gavin bertanya melihat bekas air mata di wajah Sora yang belum teramat kering. “Kamu ... habis nangis?”

Setibanya di rumah kaca, Gavin bertanya lugas. Sora yang masih tampak kalut ketika itu juga memperlihatkan jam saku yang ada di genggamannya.

“Apa itu?” tanya Gavin bingung sembari mengernyitkan keningnya.

“Liontin ini ... punya Mas Ian.” Sora bergumam pelan. Lalu ia membuka liontin hati itu dan memperlihatkan foto masa kecilnya bersama Ian kepada Gavin. “Tadi ada laki-laki datang ke kedai. Orangnya kelihatan aneh, dan ... asing. Tapi dia punya liontin yang dipakai Mas Ian waktu hilang.”

Gavin meraih liontin berisi foto masa kecil Sora dan Ian. Kedua matanya memicing. Melihat benda itu dengan seksama.

“Terus kamu menyimpulkan kalau laki-laki itu Ian?” tanya Gavin.

Awalnya Sora mengangguk. Tapi sesaat kemudian ia menggeleng.

“Sebenarnya aku nggak yakin. Semula aku yakin kalau dia Mas Ian, tapi kenapa dia begitu asing? Dia nggak ingat aku. Apa jangan-jangan terjadi sesuatu waktu dia diculik sampai akhirnya hilang ingatan? Atau ... dia udah jadi orang yang berbeda setelah dua puluh tahun hilang? Atau aku yang terlalu berbeda sampai dia nggak ngenalin aku sebagai adiknya?”

Mendengar rentetan kalimat itu dari mulut Sora, Gavin mengembuskan napas panjang. Ia meletakkan tangkai tulip itu ke atas meja rumah kaca. Lalu memegangi kedua bahu Sora dan menegaskan.

“Tenangin diri kamu dulu, Sora. Bisa jadi laki-laki itu memang bukan Ian. Karena nggak mungkin Ian bakal lupa sama kamu,” kata Gavin meyakinkan.

“Terus ini apa?” sahut Sora sambil merebut kembali liontin itu dari genggaman Gavin. “Dari mana laki-laki itu punya liontin Mas Ian kalau dia bukan Mas Ian? Kalau pun beneran dia bukan Mas Ian, pasti dia punya hubungan sama Mas Ian. Karena nggak mungkin liontin ini bisa sampai di tangannya begitu saja. Aku harus temuin orang itu lagi. Kalau pun dia bukan Mas Ian, aku yakin dia bisa menuntun aku buat nemuin keberadaan Mas Ian.”

Kedua mata Sora kembali meremang merah memuntahkan seisi kepalanya. Suaranya yang bergetar itu terdengr pilu.

“Sora, kamu tenangin diri dulu.” Gavin menegaskan sambil mencengkeram kedua bahu Sora. Mencegahnya bertindak gegabah.

Sejenak Sora terdiam. Mereka bertatap cukup lama.

“... Kejadian itu sudah dua puluh tahun, Sora. Kasus itu sudah ditutup lima belas tahun lalu dan polisi sudah konfirmasi kalau nggak ada anak yang selamat dari pencu—”

Sora menyentakkan kedua tangan Gavin dari bahunya. Ia langsung berbalik membelakangi Gavin.

Sungguh ia tak ingin dengar kata-kata apa pun.

“Aku yakin Mas Ian masih hidup.” Sora mencetus penuh emosi. Bahunya naik turun meredam gejolak besar dalam dadanya. Ia tak ingin dengar apa pun selain pembenaran dari apa yang saat ini ingin ia yakini. “Aku dengar dari ayah kalau ada satu anak selamat dari penculikan dua puluh tahun silam. Aku yakin Mas Ian masih hidup. Cuman dia yang aku tunggu di dunia ini, bukan yang lain. Mas Ian berbeda dari anak-anak lainnya. Dia kuat dan tangguh. Kalau ada kemungkinan satu anak selamat dari tragedi itu, aku yakin dia adalah Mas Ian.”

Tak bisa membantah, Gavin hanya diam. Ia tahu harapan itu adalah satu-satunya hal yang membuat Sora bertahan selama ini. Sejak ibunya masuk rumah sakit jiwa dan ayahnya meninggal, hanya harapan tentang Ian yang membuat Sora bertahan.

Gavin hanya bisa mengangguk pelan.

“Apa rencanamu?”

Mendengar pertanyaan yang menyatakan Gavin telah berada di pihaknya, Sora kembali membalik badan. Mereka kembali berhadapan.

“Aku akan cari orang yang bawa liontin ini,” jawab Sora sambil melirik liontin hati milik kakaknya.

“Ke mana kamu mencari?”

“Ke mana pun.”

*

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
8297      2394     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
(Un)Dead
510      274     0     
Fan Fiction
"Wanita itu tidak mati biarpun ususnya terburai dan pria tadi一yang tubuhnya dilalap api一juga seperti itu," tukas Taehyung. Jungkook mengangguk setuju. "Mereka seperti tidak mereka sakit. Dan anehnya lagi, kenapa mereka mencoba menyerang kita?" "Oh ya ampun," kata Taehyung, seperti baru menyadari sesuatu. "Kalau dugaanku benar, maka kita sedang dalam bahaya besar." "...
Gantung
559      368     0     
Romance
Tiga tahun yang lalu Rania dan Baskara hampir jadian. Well, paling tidak itulah yang Rania pikirkan akan terjadi sebelum Baskara tiba-tiba menjauhinya! Tanpa kata. Tanpa sebab. Baskara mendadak berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tidak terjamah. Hanya kenangan-kenangan manis di bawah rintik hujan yang menjadi tali penggantung harapannya--yang digenggamnya erat sampai tangannya terasa saki...
Ada Cinta Dalam Sepotong Kue
4648      1555     1     
Inspirational
Ada begitu banyak hal yang seharusnya tidak terjadi kalau saja Nana tidak membuka kotak pandora sialan itu. Mungkin dia akan terus hidup bahagia berdua saja dengan Bundanya tercinta. Mungkin dia akan bekerja di toko roti impian bersama chef pastri idolanya. Dan mungkin, dia akan berakhir di pelaminan dengan pujaan yang diam-diam dia kagumi? Semua hanya mungkin! Masalahnya, semua sudah terlamba...
Call Kinna
3686      1525     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Mr.Cool I Love You
83      72     0     
Romance
Andita harus terjebak bersama lelaki dingin yang sangat cuek. Sumpah serapah untuk tidak mencintai Andrean telah berbalik merubah dirinya. Andita harus mencintai lelaki bernama Andrean dan terjebak dalam cinta persahabatan. Namun, Andita harus tersiksa dengan Andrean karena lelaki dingin tersebut berbeda dari lelaki kebanyakan. Akankah Andita bisa menaklukan hati Andrean?
Gi
809      453     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
Cinta untuk Yasmine
1633      746     17     
Romance
Yasmine sama sekali tidak menyangka kehidupannya akan jungkir balik dalam waktu setengah jam. Ia yang seharusnya menjadi saksi pernikahan sang kakak justru berakhir menjadi mempelai perempuan. Itu semua terjadi karena Elea memilih untuk kabur di hari bahagianya bersama Adam. Impian membangun rumah tangga penuh cinta pun harus kandas. Laki-laki yang seharusnya menjadi kakak ipar, kini telah sah...
AKSARA
4129      1659     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
Cinta Pertama Bikin Dilema
3257      1054     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...