Grand final berlangsung pada hari Minggu sore. Sejak siang tim Marunda United sudah tiba di lapangan ABC Senayan, diantar oleh supporter. Tak ada lagi acara makan siang dengan nasi bungkus dari warteg, seperti hari-hari pertandingan sebelumnya. Kali ini para supporter yang datang dengan mobil pribadi, berbaik hati membawakan termos isi nasi hangat, rantang isi lauk pauk dan sayur. Para pemain dan pelatih Marunda United makan siang dengan lahap di tepi lapangan.
Coach Pieters makan bekalnya dari panti, dia harus makan menu khusus bikinan koki panti werdha, karena beberapa penyakit menahun yang diidapnya. Usai makan siang, mereka mengaso sembari mematangkan strategi menghadapi tim lawan.
Pertandingan Grand Final itu disaksikan oleh pengurus PSSI dari divisi tim junior. Beberapa asisten pelatih dari klub-klub Liga Indonesia juga turut memantau, ingin mencari bakat-bakat baru yang kelak bisa direkrut ke dalam tim.
Hadir pula supporter dari kedua tim. Supporter Marunda United kali ini cukup banyak, bukan cuma teman-teman Maryadi yang jadi cheerleader, tapi juga puluhan warga Marunda ikutan nonton, termasuk Haji Kodier dan Bang Jaelani. Abahnya Zidan juga turut hadir, ingin menonton anaknya bertanding. Siswa-siswa SMK Marunda Jaya datang berombongan naik angkutan umum, untuk memberi support kepada rekan-rekan mereka. Kayaknya sih, sekalian cuci mata. Soalnya tim lawan bawa cheerleader, yang ini mah tentu saja cewek beneran, bukan kayak cheerleader-nya Marunda United.
Duapuluh orang gadis remaja yang mayoritas bule menjadi pemandu sorak buat tim Super Football, yaitu tim sepak bola dari sebuah international school. Para cheerleader itu mengenakan seragam pemandu sorak, kaos putih dan rok. Bikin anak-anak SMK itu lebih fokus terhadap cheerleader, daripada melihat pertandingan. Selain cheerleader itu, masih ada puluhan lagi siswa-siswi internasional school yang menonton, berikut staf pengajarnya, dan orang tua para pemain.
Tim Super Football sangat tangguh, dengan postur yang rata-rata lebih jangkung dan lebih besar daripada para pemain Marunda United. Kaptennya bernama Sergio Termos, kipernya Manuel Lieur. Penyerangnya Toni Kremes, Ipan Kripic, Deden Hajard, Enchev Pabregas, dan Jajang Ibrahimopik. Sedangkan pemain bertahannya, di posisi back kiri maupun back kanan, sama-sama gundul … mirip Ipin dan Upin. Pemain-pemain lainnya punya nama yang lebih susah lagi dieja. Pelatih mereka orang bule yang namanya susah dibaca. Jadi pembawa acara yang orang Betawi membaca nama itu : Oleh Gunar Mujaer.
Sejak awal berlaga, tim Marunda United merasakan bahwa wasit berat sebelah, kentara lebih memihak pada lawan mereka. Beberapa pelanggaran yang dilakukan secara sengaja oleh tim Super Football, dibiarkan saja oleh wasit, sama sekali tak ada acungan kartu kuning. Empat pemain Marunda United sudah digotong ke tepi lapangan, karena babak belur kena hantam siku dan sepatu lawan. Stok pemain cadangan tinggal tiga orang, itupun sebenarnya tidak layak bertanding karena cedera kaki pada pertandingan sebelumnya.
Kedudukan 1-0 untuk Tim Super Football. Waktu 20 menit lagi. Wasit memberi penalti buat Tim Super Football. Sergio Termos akan mengeksekusi tendangan penalti itu. Saudin sang penjaga gawang Marunda United tampak gugup. Sebelum melakukan eksekusi tendangan penalti, Sergio Termos menoleh dulu ke arah cheerleader timnya. Gadis-gadis itu bersorak memberi semangat. Lantas Sergio menendang bola dengan keras. Bola melambung tinggi, melengkung, lalu masuk … ke arah penonton!
TIDAK GOL!
Pemain Marunda United berjingkrak-jingkrak. Sementara lawannya terbengong-bengong, sulit percaya jika tendangan penalti itu gagal. Sergio Termos meringis sembari meremas-remas rambut coklatnya.
Udin tertawa, lantas bicara, “Mau nendang penalti aja, sempet-sempetnya menoleh ke arah cewek-cewek. Mau jual tampang ya? Muka lo jauh!”
Sergio menoleh ke arah Udin, lantas berjalan menghampiri sembari berteriak, “Hey you, ngomong apa?!” Dia emosi.
To Ming Se melihat gelagat panas itu. Dia berusaha menenangkan Sergio yang seperti mau nabok Udin.
To Ming Se bicara, “Don’t angry, please. He just talk to me, because my play no good. We very sorry if you … apa sih bahasa Inggrisnya tersinggung?” To Ming Se garuk-garuk kepala, “Ya pokoknya gitu deh, you jangan marah, don't angry ya, it’s just a game, not war. Oke? Cincay lah!”
“Whatever!” Sergio menjauhi To Ming Se, karena puyeng mendengar ocehannya.
Lantas To Ming Se berteriak ke arah rekannya, “Hey Udin, jaga mulut lo! Jangan ngangah sembarangan. Mereka ngerti kok!”
Pertandingan dilanjutkan. Kemudian Christiano harus digotong pakai tandu keluar lapangan karena hidungnya berdarah kena kibasan tangan lawan. Bang Toyib menyeka darah itu pakai handuk yang diberi es. Pikirannya bingung, jika Chris tak bisa main lagi, siapa gantinya? Semua pemain cadangan sudah gempor. Namun saat tandu itu tiba di tepi lapangan, Christiano tidak jadi kelenger, dia bangun dari tandu.
“Saya mau main lagi, Bang.” ujar Christiano, “Biarin saya lanjutkan main sampai kelar. Kalah atau menang, yang penting saya usaha hingga batas akhir.” Lalu dia berjalan kembali ke lapangan.
Bang Toyib bertepuk tangan memberi semangat. Coach Pieters mengacungkan jempol kepada tekad Christiano yang bersedia terus bertanding walau harus menahan rasa sakit pada hidungnya.
Pertandingan terus bergulir. Tim Super Football kayaknya mulai hilang konsentrasi akibat terlalu bernafsu bikin gol. Mereka itu sudah dikasih free kick dekat penalty area tim Marunda, dikasih corner kick beberapa kali, dikasih tendangan penalti, masih tidak bisa menambah gol ke gawang Marunda United.
Dalam satu kesempatan, giliran Marunda United diberi corner kick. Bola sepak pojok itu ditendang oleh To Ming Se, melambung ke depan gawang lawan, disambut oleh May dengan sundulan kepala.
GOL!
Semua pemain Marunda berlari menyerbu May, memeluk, bahkan menciuminya. May gelagapan, lalu berusaha melepaskan diri dari himpitan rekan-rekannya. Dia merangkak keluar dari bawah ketiak temannya, kemudian berlari sekencang-kencangnya ke tepi lapangan, lalu muntah-muntah. Bang Toyib memberinya sebotol air mineral. May meneguknya.
“Kenapa May?” David mendekati.
“Tobat dah! Kalau entar gue bikin gol lagi, jangan peluk-peluk gue, jangan ada yang nyium gue lagi! Kagak tahan gue! Ada yang badannya bau kambing, bau onta, bau ikan busuk! Ada yang mulutnya bau jengkol, pete! Ampun dah!”
David malah kembali mencium pipi May, setelah itu dia berlari ke tengah lapangan. Si May muntah lagi, terus memaki-maki.
“Dapit Bacem, ternyata mulut lo yang bau jengkol! Gue jadi ilfil sama lo! Jangan deketin gue lagi!”
Wasit bertanya apakah May bisa melanjutkan pertandingan.
“It’s okeh Pak, saya muntah karena kagak nahan bau ketek teman-teman saya. Saya mau main lagi.” Lalu May kembali ke lapangan.
Gol yang dicetak May berhasil mengangkat moril tim Marunda United, mereka terus berjuang untuk membobol gawang lawan. Akan tetapi hingga menjelang akhir pertandingan, skor masih 1-1. Jika selama 2 X 45 menit tak terjadi gol lagi, maka akan dilakukan perpanjangan waktu 2 X15 menit. Para pemain Marunda United merasa tak sanggup bertanding dalam perpanjangan waktu, berarti mereka harus bikin gol lagi supaya menang.
Di menit-menit akhir, gawang Marunda United digempur oleh tim lawan. Namun tendangan mereka berhasil ditepis oleh Saudin sang kiper Marunda. Lalu ada bola lambung lagi, tapi bola itu hanya menerpa tiang gawang. Bola mental berhasil diambil alih oleh Zidan. Dengan kecepatan tinggi, bola dibawa ke daerah pertahanan Super Football. Serangan balik itu membuat pemain Super Football kalang kabut, karena barusan hampir semuanya maju ke wilayah pertahanan Marunda United.
Enchev Pabregas dan Jajang Ibrahimopik berusaha mengejar Zidan yang sedang menggiring bola. Segera Zidan melesatkan bola itu ke arah David yang berlari ke dekat penalty area lawan. Tanpa pikir panjang lagi, David menyambut bola itu, berkelit dari hadangan Ipin dan Upin, lantas melakukan tendangan mengarah ke gawang lawan. Kiper Manuel Lieur tak sanggup menahan laju bola yang deras menerobos jala gawangnya.
GOL!
Tim Marunda United berteriak, berjingkrak, beberapa orang memeluk David, kemudian ada yang gelosoran di lapangan. May berjoget goyang manja. Suporternya bersorak-sorai, ada yang saling berpelukan, sebagai luapan rasa bangga dan bahagia.
Pembawa acara beteriak lewat pengeras suara, “Pencetak gol adalah David Bastion, dari Tim Marunda United.”
Gol itu menjadi gol pamungkas dari rangkaian turnamen sepak bola junior. Wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan usai. Marunda United berhasil menjuarai turnamen dengan mengalahkan Tim Super Football di Grand Final. Para pemain dan pelatih Marunda United saling berpelukan dengan haru. Hampir semua pemain meneteskan air mata, tidak mengira, mereka yang sejak awal begitu sarat kendala untuk turut turnamen itu, ternyata bisa menjadi juara. Lantas mereka bersalaman dengan tim lawan.
Tim Super Football terduduk lesu di lapangan, dengan wajah lelah campur dongkol. Sedangkan tim Marunda United berjalan menuju ke hadapan panitia turnamen. Seorang pengurus PSSI mengalungkan medali kepada para pemain dan pelatih. Sebuah piala besar diterima oleh David Bastion sang kapten. Panitia turnamen juga memberikan penghargaan Best Player kepada Christiano. Sedangkan gelar Top Scorer disabet oleh pemain tim Super Football.
Setelah berfoto bersama, tim Marunda United turun dari panggung sembari mengusung piala kemenangan mereka, akan dibawa ke hadapan pelatih mereka yang tak bisa naik ke atas panggung, Coach Pieters. Mereka berfoto bersama Coach Pieters, Bang Toyib, dan piala itu. Masih ada hadiah lain berupa uang pembinaan.
Tim Marunda United kembali ke lapangan, mengacungkan kedua tangan memberi salam perpisahan kepada penonton. Para suporter bertepuk tangan. Beberapa gadis melambai-lambai. Di antara gadis-gadis bule dari Internasional School itu, David merasa melihat Vicky sedang melambai-lambaikan pom-pom. Kemudian tim Marunda United keluar dari lapangan, masuk ke ruang ganti.