David menatap mamihnya yang masih tampak sibuk menghitung uang hasil jualan. Sudah beberapa kali dihitung ulang. David tahu, itu pertanda mamih sebenarnya nggak fokus sama uang itu. Mamih banyak pikiran. Pasti gara-gara kehadiran pria bule itu.
“Mih, kalau merasa terancam, kita berhak minta perlindungan dari polisi, atau LPSK, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.”
“Mamih kagak merasa terancam.”
“Tapi Mamih ketakutan sama si bule tadi. Yang seperti itu namanya terancam.”
“Mamih kagak takut.”
“Kalau kagak takut, kenapa Mamih pengin pindah rumah lagi? Tempo hari kan, Mamih ngajak pindah ke Pulau Untung Jawa.”
“Mamih kagak mau lagi ditanya-tanya urusan masa lalu! Itulah sebabnya mamih pengin pergi dari sini, supaya orang bule itu kagak bisa lagi mencari kita.”
“Pergi dari sini kagak menyelesaikan persoalan.” ujar David, “Kalau mau tuntas, kita laporkan mereka sama polisi. Kita kagak salah, Mih. Kita kagak terkait dengan kerjaan papi di masa lalu.”
“David, sudah diam aja! Jangan dibahas lagi!”
David tak bicara lagi, dia membuka ranselnya, lalu pura-pura membaca buku, padahal pikirannya selalu tertuju pada peristiwa di pasar yang barusan terjadi.
Pukul lima sore, David pamit pada mamihnya, mau ke rumah Bang Toyib. David mengajak Udin. Rumah Bang Toyib cuma dilewati, karena tujuan mereka adalah pasar. Sore hari pasar masih ramai. Pedagang sayur dan bahan makanan basah memang sudah tidak ada, berganti dengan pedagang jajanan siap santap.
David bermaksud mengambil perabotan jualan mamih yang tadi siang dititipkan pada pedagang lain. Selain itu, David penasaran soal pertengkaran antara Aderoy dengan Arnold Zegar-Zeger.
Dari info beberapa pedagang pasar, ternyata tak terjadi adu jotos. Setelah acara pamer tato, Arnold Zegar-Zeger mengajak rekan-rekannya pergi dari pasar itu. Tantangan Aderoy tidak diladeni. Yang jelas, besoknya Arnold Zegar-Zeger dan teman-temannya itu tidak datang lagi ke pasar Marunda. Menurut cerita versi Bang Aderoy, katanya Arnold Zegar Zeger itu takut sama hansip-hansip Pasar Marunda.
“Pit …” Suara Udin ragu-ragu, “Apa mungkin … si bule itu … bapak lo?”
“Ya nggak mungkin lah! Bapak gue sudah meninggal waktu gue umur delapan tahun.”
“Jadi bule yang menguntit mamih itu, lo kagak kenal?”
“Mamih aja kagak kenal, apalagi gue!”
“Pit ... apa mungkin, bule itu masih saudaranya bapak lo?”
David terhenyak, baru terpikir olehnya, bahwa ayah kandungnya mestilah punya keluarga. Papinya juga punya orang tua, dan sanak kerabat, yang bule-bule. Namun selekas itu pula David menepis pemikiran tersebut.
“Din, seandainya ada kerabat papi gue yang mencari gue, kenapa kagak dari dulu, saat gue masih kecil? Saat itu, mamih sangat kerepotan, karena harus kerja cari uang. Sementara gue masih kecil, belum bisa bantuin mamih. Andai saat itu kerabat papi gue datang untuk memberi bantuan, mungkin mamih kagak terlalu repot, kagak perlu kerja keras banting tulang. Nah, sekarang, setelah gue segede gini, tiba-tiba aja ada bule nongol nyari gue ... eh, maksud gue, nyari mamih. Mau ngapain tuh bule? Itu mah bukan kerabat, Din. Kalau kerabat mah, kudunya dari dulu nyari mamih.”
“Tapi kan, kudunya ditanya dulu baik-baik, apa maunya tuh bule? Mungkin saja, dia itu dari LSM yang mau bantuin para pedagang kecil.”
“Segitu banyaknya pedagang kecil di Pasar Marunda, kenapa cuma mamih gue yang dia samperin? Si bule yang datang ke pasar Marunda itu, kentara punya itikad tidak baik pada mamih, kagak mungkin dia itu keluarga papi gue!”
“Tapi Pit ....”
“Berisik ah! Gue ogah ngebahas lagi soal itu!”
David naik angkot, mau pulang. Udin turut dengannya.
***
Turnamen sepak bola dimulai. Pertandingan untuk wilayah Jakarta Utara, dilaksanakan di Stadion Tugu pada sore hari. Tim Marunda United harus bertanding tiga kali dengan tiga tim sesama dari Jakarta Utara, menggunakan sistem pertandingan setengah kompetisi.
Tim Marunda United datang ke Stadion Tugu dengan menumpang truk punya Haji Kodier, yang biasanya dipakai buat membawa material bangunan. Mereka merasa minder saat turun di depan stadion, melihat tim lain datang dengan mobil yang layak buat membawa manusia. Duh!
Bang Toyib membesarkan hati mereka. “Kita bersyukur, Babe Kodier mau ngasi pinjem mobil sama sopirnya. Kalau kagak, maka kita kudu naik angkot.”
“Mending naik angkot.” gerutu beberapa orang.
“Tapi kalian semua kudu bareng sampainya di sini. Kalau pake angkot, kagak muat di satu mobil, harus dua mobil. Gimana kalau mobil yang satu sudah sampai di stadion, tapi yang satunya lagi malah mogok, atau ditilang polisi, atau tabrakan? Kagak apa-apa naik truk, yang penting semua keangkut. Ingat kata coach, kebersamaan menciptakan kekuatan! Itu kunci sukses dalam sepak bola.”
Bagi tim Marunda United, pertandingan perdana adalah saat pertaruhan eksistensi mereka. Jika mereka sanggup melewatinya, maka mereka akan sanggup menjalani pertandingan berikutnya. Jika di pertandingan perdana mereka sudah tak sanggup, sepertinya mereka tak akan muncul lagi ke stadion, pada pertandingan berikutnya.
Ini bukan urusan kalah atau menang, melainkan urusan seragam tim! Tak ada seorangpun pemain Marunda United yang bangga pada kaos timnya. Mereka ogah mengenakan kaos tim itu, bahkan saat sudah tiba di sisi lapangan pertandingan.
“Kalian tidak punya kaos seragam untuk bertanding?” tanya panitia, karena melihat Tim Marunda pakai kaos yang beda-beda. Padahal lawan mereka, SSB Tanjung Priok, sudah pakai seragam tim sejak masuk ke stadion Tugu.
“Punya Pak, nanti juga mereka pake kaos tim.” jawab Bang Toyib.
Sudah sejak datang ke stadion, Bang Toyib menyuruh semua pemain berganti pakaian. Para pemain memang masuk ke ruang ganti untuk mengenakan kostum pemain bola, tapi mereka cuma mau pakai celana kolornya, sedangkan kaosnya masih terlipat. Setelah panitia menegur ulang, barulah anak-anak itu mengenakan kaosnya, di tepi lapangan.
Mulanya tidak ada yang terlalu memerhatikan gambar di kostum bagian depan Marunda United. Namun kemudian beberapa supporter tim lawan, yang jongkok di tepi lapangan, tertawa keras-keras sambil menunjuk-nunjuk.
“Jualan serabi oncom ni ye!” Teriakan mereka disengaja untuk bikin mental jatuh sebelum bertanding.
Bang Toyib minta pada panitia, agar penonton yang berdiri di tepi lapangan dipindahkan ke tribun, karena bisa mengganggu konsentrasi pemain. Panitia menggiring penonton yang hanya segelintir itu menuju tribun. Namun percuma, begitu panitia kembali ke posisinya di bench, para penonton itu memanjat pagar pembatas, dan kembali ke tepi lapangan. Mereka cekakakan lagi melihat kostum Marunda.
“Jangan ditanggapi, dan jangan terpancing emosi!” Bang Toyib berusaha membangkitkan moril pemainnya. “Kalau kalian mau membalas ejekan mereka, satu-satunya cara adalah kalian harus kalahkan lawan! Nanti juga ejekan-ejekan itu berhenti, dan mereka mingkem dengan sendirinya.”
Pertandingan dimulai. Anak-anak Marunda United berusaha fokus menggalang kerjasama tim untuk menjebol gawang lawan, dan melupakan rasa minder mereka akibat gambar serabi oncom pada seragam tim. Selama 2 X 45 menit mereka menyerang dan bertahan. Akhirnya pertandingan usai. Kemenangan pertama mampu membangkitkan rasa percaya diri mereka.
Pada pertandingan di hari berikutnya, melawan SSB Penjaringan, masih ada supporter tim lawan yang mengejek seragam Marunda United. Namun berondongan tiga gol ke gawang lawan, membuat para supporter dari Penjaringan membisu. Kemudian tak ada lagi yang berani mengejek seragam Marunda United.
Kemenangan demi kemenangan diraih. Marunda United akhirnya menjadi juara grup, dan mewakili wilayah Jakarta Utara untuk bertanding di babak selanjutnya.
Keberhasilan tim dari Marunda membuat pengurus PSSI Wilayah Jakarta Utara mulai memberi perhatian kepada tim serabi oncom itu. Pengurus PSSI Jakarta Utara berjanji akan membantu saat Tim Marunda United berlaga di putaran selanjutnya.
Pertandingan putaran lanjutan akan berlangsung di Lapangan ABC Senayan. Ada enam tim dari enam wilayah DKI Jakarta, ditambah dua tim dari diklat PSSI junior. Kedelapan tim itu dibagi dalam dua pool. Setiap tim akan bertemu dengan tiga tim lainnya yang berada dalam satu pool. Tiada kata kalah, karena tiada tanding ulang untuk membalas kekalahan. Juara pool A akan menghadapi juara pool B di partai Grand Final.
Panitia sudah berjanji, bahwa hadiah uang pembinaan akan diberikan untuk dua tim yang sampai di grand final. Namun kesempatan mengikuti coaching clinic dengan para pemain dari klub Eropa, hanya akan diberikan kepada tim yang juara. Tim yang tak terkalahkan dari sejak babak penyisihan.